Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
February 26, 2017 . by rudicahyo . in Creative Learning, Psikologi Populer . 0 Comments
Ketika dihadapkan pada persoalan atau hal yang perlu dipikirkan, seseorang memikirkannya guna mendapatkan pemecahan yang setepat-tepatnya. Sebagian orang melakukan analisa atau berpikir analitis, sementara sisanya berpikir secara kreatif. Lalu, apa perbedaan berpikir analitis dan berpikir kreatif?
Beberapa kali aku menulis tentang kreativitas. Hingga akhirnya juga menulis tentang hal ini, perbedaan berpikir analitis dan berpikir kreatif. Hal ini sebenarnya berawal dari pertanyaan seorang murid (sekaligus teman hehe) tentang perbedaan kedua hal tersebut. Aku tidak akan memberikan penjelasan yang terlampau teoritis. Aku cuma akan memberikan ilustrasi yang memudahkan untuk memahami perbedaan antara berpikir analitis dan berpikir kreatif.
Coba jawab pertanyaan atau soal berikut:
Saya sekarang sedang menghadap ke utara. Saya sedang berhadapan dengan sebuah gedung megah. Saya bermaksud menuju gedung tersebut. Namun saya harus melalui jalan berliku. Saya harus berbelok ke kanan kemudian lurus. Setelah itu, saya ke kiri dan kemudian lurus. Sampai di perempatan pertama, saya tetap lurus. Baru saat bertemu dengan pertigaan, saya belok ke kiri. Beberapa blok baru saya ke kanan dan sudah tepat di depan gedung tersebut.
Pertanyaan: Ke arah manakah gedung yang sekarang tepat berada di hadapan saya tersebut menghadap?
Apa jawaban Kamu?
Apakah Kamu merasa pusing karena soal tersebut ruwet, dan kemudian tidak dapat menjawabnya? Atau, apakah Kamu menelusuri tiap jalan yang menurutmu berfungsi sebagai petunjuk? Dan yang terakhir, apakah Kamu langsung dapat menjawabnya dengan jawaban menghadap ke selatan?
Dari mana jawaban tersebut (menghadap ke selatan)? Kita bisa menelusuri setiap jalan yang menjadi petunjuk hingga kita sampai di gedung yang dimaksud. Ketika kita melakukan hal ini, maka kita sedang berpikir mengikuti petunjuk. Dengan kata lain, kita terbawa atau dipengaruhi oleh petunjuk. Dari sini kita dapat memperoleh jawaban ‘menghadap ke selatan’. Tidak percaya? Coba saja!
Namun kita juga bisa mencermati soal dan menghilangkan petunjuk-petunjuk yang tidak relevan. ‘gedung megah’, apakah kita membutuhkan petunjuk ini? Jika tidak, hilangkan! Contoh lain, ‘perempatan pertama’, ‘kemudian lurus’ (ada dua kali), ‘beberapa blok’, juga informasi yang tidak relevan. Untuk mengenali kerelevanan dan ketidakrelevanan dari informasi, kita juga perlu menganalisa soal tersebut, sebagaimana cara pertama. Bedanya, cara pertama menggunakan sudut pandang petunjuk pada soal, sedangkan cara kedua lebih menggunakan pertanyaan sebagai sudut pandang. Kita bisa melompat kepada pertanyaan untuk mengenali apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh soal secara keseluruhan. Cara kedua sudah bergeser dan melompat. Hal ini adalah awal mula berpikir kreatif atau orang bilang berpikir secara lateral.
Hanya saja, cara kedua masih kuat dalam menganalisis. Berangkat dari pertanyaan, pengguna cara kedua menganalisis petunjuknya, membuang yang tidak relevan. Lalu bagaimana sebenarnya dengan berpikir kreatif?
Berpikir kreatif sebenarnya adalah lompatan-lompatan yang bisa saja beralih dari satu sudut pandang kepada sudut pandang yang lain secara cepat. Atau bisa juga menggunakan sudut pandang secara bergantian atau bersamaan. Namun demikian, kecepatan dalam berpikir kreatif sebenarnya adalah ditujukan untuk menghasilkan cara yang termudah, cara yang paling sederhana. Ini persis seperti yang dikatakan Einstein, orang pintar (baca: kreatif) itu dapat melihat kesederhanaan dalam kerumitan, dapat menyederhanakan yang kompleks. Dengan cara ini, kita dapat dengan cepat menghasilkan jawaban ‘menghadap ke selatan’. Bagaimana bisa?

Apakah Kamu sedang berpikir analitis atau berpikir kreatif? (foto: northwestfloatcenter.com)
Cukup perhatikan kalimat ini “Saya sekarang sedang menghadap ke utara. Saya sedang berhadapan dengan sebuah gedung…”. Kata kunci utama ada pada kata ‘berhadapan’. Kata ‘berhadapan’ berbeda dengan kata ‘menghadap’. Ketika kita menghadap pada sesuatu, maka belum tentu sesuatu tersebut menghadap ke arah kita. Tapi ketika kita berhadapan dengan sesuatu, maka pada saat yang sama sesuatu tersebut menghadap kepada kita. Sudah tahu jawabannya?
Semoga ilustrasi tersebut memudahkan kita memahami perbedaan berpikir analitis dan berpikir kreatif. Jika ada pertanyaan, boleh colek melalui bagian komentar atau menghubungi saya lewat kontak yang ada di Tentang rudicahyo.
Artikel tentang Creative Learning, Psikologi Populer Lainnya:
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Kreativitas KOWAWA
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Aktivasi Kelas untuk Efektifitas Belajar
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Belajar Kreatif Membuat Definisi 2
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- 5 Kesalahan Penggunaan PowerPoint
- Bagaimana Memandu Fasilitasi Belajar Secara Total?
- Fasilitator Bukan Korektor atau Editor
- Cara Memberikan Instruksi Permainan untuk Fasilitasi Proses Belajar
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Fasilitasi Proses Belajar adalah Menggembala
- Belajar Kreatif untuk Membuat Definisi 1
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Tips Fasilitasi Belajar: Menggunakan Contoh untuk Menjelaskan
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- 3 Cara Menggunakan Cerita untuk Fasilitasi Proses Belajar
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Fasilitasi Belajar Buruk yang Sangat Disukai Peserta
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Belajar Meneliti, Transformasi Fenomena Menjadi Masalah Penelitian
- Berkenalan dengan Mosaic Learning
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Pekerjaan atau Anak?
- Belajar Penelitian dari Polisi Tidur
- 5 Pembunuh Kreativitas Guru dalam Membuat Inovasi Belajar
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Apa Itu Paradigma Penelitian?
- Mengharmoniskan Isi dan Metode Belajar Cerdas
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Rumus Belajar Sederhana Namun Bermakna
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Fasilitasi Diskusi yang Efektif
- Resep Presentasi Spektakuler
- Menguatkan Logika Matematika dengan Storytelling
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Kreativitas, Penciptaan Berawal dari yang Tidak Penting
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Bagaimana Cara Belajar dengan Lagu?
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Bermain "Tebak Rasa" untuk Belajar Observasi
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Variasi Dapat Menjaga Kreativitas
- Sebagai Guru, Sudahkah Kita Berdiri Di Atas Sepatu Siswa?
- 3 Komponen Penting dalam Fasilitasi Belajar
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Ingin Skripsimu Bergairah? Perhatikan 3 Komponen Penggalian Ide!
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Transformasi Cara Berpikir untuk Menuju Kreativitas
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Fasilitasi Proses Belajar dengan Hierarchy of Questions
- Kenapa Iklan Jadi Media Belajar yang Tajam untuk Anak?
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat