Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Bermain “Tebak Rasa” untuk Belajar Observasi

March 28, 2012 . by . in Creative Learning . 4 Comments

Dapat satu lagi permainan yang dapat digunakan untuk belajar observasi atau wawancara. Tak tahu namanya, tapi sebut saja “Tebak Rasa”. Seperti apa sih permainan tersebut? Simak!

Proses #MosaicLearning

Hari ini kali ketiga menjadi fasilitator di mata kuliah Psikodiagnostik 2 yang menggunakan metode active teaching. Materi kali ini adalah tentang pencatatan event (event recording) dalam observasi. Dalam event recording, yang dicatat dari sebuah objek amatan adalah tentang frekuensi dan durasi sebuah kejadian yang muncul. Kejadian atau perilaku yang diamati sudah ditentukan lebih dulu untuk dicatat seberapa sering muncul dan berapa lama tiap kemunculannya.

Minggu lalu materi ini telah dicobaparaktekkan dengan melakukan observasi langsung. Setelah saling memberi dan menerima masukan, mahasiswa diberi tugas untuk mencoba melakukan observasi dengan pencatatan event. Mereka diminta mengobservasi, menentukan metode dan melakukan pencatatan dengan form juga mereka buat.

Nah, minggu ini saatnya berbagi hasil masing-masing kelompok setelah melakukan observasi. Tiap kelompok akan presentasi. Biar tidak terlalu garing, karena mereka harus mempresentasikan hasil, metode dan pencatatan, seperti yang dulu pernah dilakukan, maka ku tambah pertanyaan-pertanyaan.

Aku tanyakan 4 hal. Ini spontan aja sebenarnya. Pertanyaannya, 1. apa yang menyenangkan dari kegiatan observasi yang telah mereka lakukan, 2. apa temuan menarik dari observasi mereka, 3. secara metode, apa yang memudahkan mereka dalam melakukan observasi, 4. secara pencatatan, apa yang memudahkan mereka dalam melakukan observasi.

Karena jumlah kelompoknya banyak, yaitu 16 kelompok, maka presentasi dipecah jadi dua babak. Diantara dua babak itulah diselingi permainan, yang boleh saja disebut “Tebak Rasa”.

Yang jelas, permainan ini, meski tidak terlalu detil, sudah dituliskan di desain mata kuliah oleh tim dosen yang melakukan active teaching untuk mata kuliah psikodiagnostik 2. Entah siapa yang membuatnya. Apakah salah satu dari anggota tim active teaching atau mengambil dari sebuah sumber, yang jelas permainan ini jadi menarik buatku.

Awalnya, ketika membaca panduan pembelajaran hari itu, aku tidak sepenuhnya paham dengan permainan itu. Jadi, dari keseluruhan desain, hanya bagian permainan itu yang menurutku sulit dipahami. Bahkan setelah medapat panduan yang lebih detil, tetap saja masih sulit dimengerti. Tapi lumayan lah, kali ini sedikit lebih jelas.

Karena hal ini, aku berpikir untuk tidak menggunakan permainan ini. Alternatifnya, aku akan ganti permainan atau malah tidak menggunakan permainan, tetapi langsung menggunakan proses presentasi dan pengembangan proses yang punya efek seperti permainan.

Selama presentasi berlangsung, aku mencuri-curi baca desain mata kuliah, lagi dan lagi. Akhirnya ku putuskan menggunakan permainan itu dengan sepemahamanku dan aku tambahkan beberapa hal yang sedikit menjadikannya menarik dan kena sasaran.

Permainan setelah aku modifikasi jadinya seperti ini,

Peserta aku minta membentuk kelompok dengan anggota 6 orang. Cara membuat kelompok bisa diatur sekreatif mungkin, karena bagian pembentukan kelompok bukan bagian utama dari permainan itu. Waktu itu, aku minta peserta menentukan sendiri.

Satu diantara anggota kelompok punya peran membayangkan dua orang, yaitu orang yang sangat disukai dan orang yang sangat dibenci. Dua orang ini bisa temannya, bisa keluarganya atau siapapun. Nanti ia akan mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu dijawab secara lisan, tetapi dengan membayangkan salau satu dari orang yang ia pikirkan.

Dua orang anggota kelompok bertugas menebak siapa orang yang dimaksud oleh anggota yang membayangkan dua orang yang disukai dan yang tidak disukai. Dua orang penebak tersebut mencatat tebakan mereka dengan tidak saling tahu jawaban masing-masing. Nantinya, selain dicocokkan dengan orang yang membayangkan, jawaban kedua orang tersebut juga bisa saling dicocokkan untuk diketahui akurasinya.

Tiga orang sisanya bertanya. Apa yang mereka tanyakan? Beberapa pertanyaan, seperti siapa yang lebih tinggi, siapa yang kulitnya lebih putih dan sejenisnya. Sebenarnya, di desain lama, sudah ditentukan pertanyaan-pertanyaan itu. Ada sekitar 5 pertanyaan. Tapi biar lebih seru, aku minta tiga anggota kelompok yang bertugas sebagai penanya membuat masing-masing sepuluh pertanayan. Setiap orang membuat sendiri-sendiri. Jika ketika bertanya secara bergantian ada pertanyaan yang sudah ditanyakan oleh temannya, ya berarti harus menanyakan pertanyaan lainnya yang sudah dibuat, tidak dengan menambah pertanyaan baru.

Tak ku sangka, permainan ini ternyata seru. Setiap kelompok punya warna yang unik, ada yang serius dan ada yang ngakak, tapi ada juga yang diantara keduanya. Nah, unik kan? Jadi pada dasarnya permainan ini pasti menyenangkan, pasti mengundang kelucuan. Tapi permainan ini tetap menuntut perhatian yang cermat pada ekspresi seseorang.

Setelah permainan usai, aku memberikan kesempatan kepada masing-masing orang dari kelompok-kelompok untuk sharing pengalaman mereka. Apa yang barusan dialami, apa perasaan mereka dan apa yang mereka pikirkan tentang kaitan permainan dengan observasi.

Sebagian besar bilang susah, karena ekspresi temannya datar atau malah cenderung ceria. Tapi dari keluhan akan kesulitan itu, ada yang mengatakan bahwa perhatian yang cermat terhadap eksresi adalah kesulitannya. Itu adalah komentar dari anggota kelompok yang menebak atau mencatat jawabannya.

Anggota kelompok yang membuat pertanyaan sepertinya hanya asal saja membuat pertanyaannya dan tidak ada masalah. Ternayata, mereka juga menentukan bagaimana mengungkap atau mempermudah penebak dalam menentukan jawabannya. Dalam hal apa? Ya dalam hal membuat pertanyaan.

Pertanyaan adalah stimulus yang menentukan apa jawabannya. Begitu juga dengan panduan observasi yang menentukan apa yang akan kita observasi. Panduan observasi  tentunya berasal dari tujuan dan indikator apa dari perilaku yang akan kita amati. Dalam  observasi dengan pencatatan event, perlu indikator perilaku yang sangat operasional.

Seminggu sebelumnya, di kelas yang berbeda (kelasnya paralel), aku sudah menjekasan bahwa pencatatan frekuensi dan durasi adalah pencatatan perilaku spesifik. Pecatatan yang dihasilkan sudah pasti kuantitatif. Karena kuantifikasi perilaku yang diamati nantinya akan menghasilkan data angka yang akan memisahkan hasil catatan dengan subjeknya, maka harus detil indikator perilakunya, agar judgment yang dibuat tidak melompat atau kita mengandung banyak asumsi.

Pertanyaan, siapa yang lebih tinggi, siapa yang lebih gemuk, yang matanya lebih sipit adalah contoh pertanyaan yang konkrit. Pertanyaan ini sudah pasti punya arti yang observable (bisa diamati) dan measurable (bisa diukur). Coba perhatikan contoh pertanyaan ini, siapa yang berkacamata. Pertanyaan ini, meskipun konkrit, tapi masih tidak spesifik. Bisa jadi orang yang disukai atau tidak disukai sama-sama memakai kacamata atau mungkin saja keduanya tidak memakai kacamata.

Ada pertanyaan moderat yang bisa dinaikkan atau diturunkan, sehingga bisa menjadi lebih konkrit. Misalnya pertanyaan dari salah satu anggota kelompok, siapa yang murah senyum. Seperti pada pertanyaan tentang pemakai kacamata, murah senyum juga bisa dimiliki oleh keduanya atau mungkin keduanya tidak murah senyum. Tapi jika pertanyaan ini diubah jadi, siapa yang lebih murah senyum, maka akan  berbeda maknanya. kata ‘lebih’ sudah bisa membedakan dua orang. Jika keduanya sama-sama murah senyum, pasti ada yang lebih murah.

Jadi membuat panduan observasi, lebih-lebih untuk event recording, harus konkrit, detil dan spesifik.

Demikianlah permainan “Tebak Rasa” digunakan secara reflektif untuk belajar tentang observasi dengan event recording. Tentu saja selain permainan, kemampuan analogi sangat dibutuhkan, karena sebelumnya ketika aku baca panduannya, tidak sejauh ini makna yang diditimbulkannya.

Bagaimana menurutmu, menyenangkan bukan? Ada yang mau ikut kelasku?

 

Tulisan Terkait:

Baca Juga: Mosaic Learning

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Tags:

Artikel tentang Creative Learning Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

4 Comments

  1. WordPress › Error

    There has been a critical error on this website.

    Learn more about troubleshooting WordPress.