Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak

September 4, 2013 . by . in Creative Learning, Parenting . 0 Comments

Dunia anak identik dengan dunia bermain. Banyak permainan yang menawarkan berbagai manfaat untuk anak, dan banyak dijual di pasaran. Apakah pemahaman kita sudah sesuai antara fungsi alat permainan anak dengan pola pikir anak?

Beberapa hari yang lalu, aku, Bintang dan Ibunya sedang asik jalan di mall. Ada yang menarik perhatian, yaitu sebuah stand kecil yang memajang buku aktivitas untuk anak. Isinya adalah aktivitas mencocokkan dan memasangkan. Di bagian kiri buku ada gambar-gambar yang menjadi stimulus. Di bagian kanannnya adalah pasangan dari gambar yang ada di kiri. Hubungan antara kumpulan gambar di kiri dan di kanan terdiri dari kesamaan warna, kebalikan, perbedaan posisi, ukuran dan sebagainya. Ada 10 seri buku dengan tingkat kemampuan yang berbeda.

Cara memasangkan lembar bagian kiri dan kanan buku adalah dengan membuka petak-petak nomor di kiri buku dan dipindahkan ke petak-petak di lembar kanannya. Jika semua benar, maka jika dibalik, akan ada pola warna sesuai dengan kunci jawaban.

Alat Permainan Anak-Fun Thinker 1

Alat Permainan Anak: Fun Thinkers

Untuk memeragakan cara kerja buku, anak-anak boleh mencobanya. Bintang mencoba melakukan aktivitas dengan buku tersebut. Ia mencocokkan lembar buku berisi kumpulan gambar yang ada di kiri dengan pasangannya di kanan. Caranya dengan mengambil petak angka yang menutupi gambar-gambar di kiri untuk dipindahkan di gambar-gambar yanga ada di kanan.

Dalam hal memasangkan dua benda yang sama, tetapi ukurannya berbeda, dengan mudah Bintang bisa melakukannya. Ketika memasuki bagian dua benda yang bergambar sama, tetapi posisinya terbalik atas dan bawah, Bintang membutuhkan waktu, namun semua bisa dilakukan dengan baik.

Berikutnya Bintang mencoba memasangkan gambar binantang. Lembar kiri terdiri dari gambar bagian depan tubuh hewan-hewan. Gambarnya terdiri dari kepala sampai ke perut. Sedangkan bagian kanan terdiri dari gambar hewan-hewan yang terdiri dari perut sampai ke kaki belakang. Tugasnya adalah memasangkan kedua bagian tersebut.

Bintang mulai mengalami kesulitan. Seorang petugas mengatakan perintah, “Ini bagian kepala dan ini ekornya. Ini kepala apa?”. Bintang menjawab, “Jerapa”. “Lihat gambar di sini, mana ekornya?”, lanjut si petugas. Bintang kebingungan mencarinya. Banyak gambar pantat dan ekor binatang di situ. Kesulitan yang sama juga terjadi ketika memasangkan antara gambar yang tampak muka dan gambar tampak belakang, misalnya wajah dan belakang kepala orang, badut, kucing dan sebagainya.

Aku mencoba untuk ikut memberikan instruksi. Ketika perintahnya aku ubah, Bintang tidak mengalami kesulitan. Malah ia memasangkan dengan cepat.

Aku iseng tanya kepada petugasnya, “Kenapa barusan Bintang bisa mengerjakan dengan cepat, sedangkan tadi agak kesulitan?”. Si petugas menjawab panjang lebar, “Usia anak adalah usia emas, daya serapnya… blah blah blah…”.

Aku bilang, “Kalau menurut saya begini. Ada perbedaan perintah antara Kakak dengan saya. Di buku tidak ada perintah, hanya contoh pasangan antara dua gambar, anak diminta mencari sendiri pasangan dari gambar-gambar berikutnya. Karena itu, saya memberikan perintah yang berbeda. Tentunya itu tidak masalah. Tetapi bukan itu intinya. Perintah Kakak itu membuat anak berpikir per bagian, sedangkan perintah saya membuat anak berpikir dengan pola alamiahnya, yaitu menyeluruh. Perintah saya, “Ini gambar apa?”. Misalnya Bintang menjawab, “Kucing”. Pertanyaan untuk Bintang, “Kalai di sini (gambar sebelah kanan), mana kucing?”

Apa perbedaan antara dua perintah tersebut? Kakak yang menjadi petugas mendampingi mainan tersebut mengikuti aturan buku yang memang disusun berdasarkan tingkat kemampuan usia. Artinya, sebuah perintah permainan hanya dieperuntukkan untuk sebuah kemampuan, misalnya mengetahui ukuran, mengetahui bagian depan dan belakang, mengetahui posisi kebalikan atas dan bawah. Namun anak punya cara berpikir menyeluruh.

Mari kita perhatikan contoh permainan tadi. Ketika kita Bilang, “Cari kucing di sebelah sini (menunjuk ke gambar-gambar sebelah kanan)”, seluruh bagian otak anak bekerja. Anak akan mengaitkan dengan pengalaman ketika melihat kucing, menghubungkan antar bagian kucing, memanggil ingatannya akan warna kucing, bulu kucing, ekor dan sebagainya. Jika perintahnya, “Jika dilihat dari belakang, mana kucing?”, anak akan (meski tidak seluruhnya) meninggalkan pengalmaannya tentang kucing. Anak akan fokus mengenali belakang kucing. Belum lagi anak akan berusaha mendefinisikan ‘belakang’, berusaha membedakan kata tersebut dengan ‘depan’. Anak menjadi berpikir parsial (per bagian) karena dipengaruhi oleh perintahnya.

Alat Permainan Anak-Fun Thinker 2

Alat Permainan Anak: Fun Thinkers

Jadi, permainan yang akhirnya Bintang membelinya tersebut, memang bagus. Oleh perancangnya sudah dikategorikan berdasarkan jenis dan tingkat kemampuan tertentu. Kakak pendampingnya juga begitu memahami alat permainannya. Hanya saja, akan lebih keren jika Si Kakak memahami anak-anak.

Pesannya? Tidak ada pesan, cuma perlu cermat saja dalam memilih permainan. Pahami substansi permainan dan jangan terlalu fokus di mainannya. Anak adalah fokus utamanya. Yang melakukan bermain dan mengalami perubahan adalah anak. Jadi pahami anak untuk mengefektifkan pemahaman kita akan cara kerja permainan.

Ada pengalaman yang sama tentang permainan anak?

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Tags: , , , ,

Artikel tentang Creative Learning, Parenting Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>