Bagaimana Anak Menjadi Temper Tantrum?
May 10, 2013 . by rudicahyo . in Parenting . 0 Comments
Tantrum atau temper tantrum sering terjadi pada anak-anak. Ternyata tantrum dapat terjadi melalui proses belajar. Bagaimana anak menjadi temper tantrum?
Aku bertemu dengan seorang ibu di sebuah acara talkshow tentang meningkatkan minat baca anak di era digital. Awalnya sebuah percakapan biasa, yaitu curhatan seorang ibu tentang anaknya. Ibu tersebut bertanya, kenapa anaknya menjadi tantrum. Waktu itu si ibu menggunakan istilah tantrum. Sepertinya ia memang sudah tahu yang dimaksud tantrum. Benar juga, katanya, anaknya gampang marah meldak-ledak, berguling-guling, teriak-teriak. Ini terjadi kalau ia meminta sesuatu. Kalau tidak segera dituruti, apalagi tidak dipenuhi, anak mengalami tantrum. Ketika aku tanya, apa sebabnya, ibu itu menggeleng. Nah, curhatan berkembang menjadi konsultasi hehehe.
Sebelum sampai pada bagaimana menanganinya, karena titik tekan dari pertanyaan si ibu adalah bagaimana membuat anak tidak tantrum lagi. Untuk sampai ke situ, aku harus tahu dulu dong penyebabnya.
Aku minta ibu mengamati anaknya. Aku minta mencatat apapun yang terjadi sebelum anak tantrum, ketika sedang tantrum dan setelah anak menjadi tenang. Bila perlu, aku minta ibu terserbut untuk merekamnya. Tetapi tak sampai merekam juga sih, si ibu sudah mencatat perilaku dan kejadian yang mengiringi tantrumnya. Bahkan catatannya lebih dari yang aku bayangkan, sangat detil.
Ketemulah polanya, kenapa anak menjadi temper tantrum. Sebelum sampai pada pembahasan tentang terjadinya temper tantrum, kita perlu tahu dulu apa itu temper tantrum. Tantrum atau temper tantrum adalah perilaku marah yang berlebihan pada anak. Umumnya terjadi pada anak pra sekolah.Ekspresi kemarahannya dapat berupa berguling di lantai, berteriak, menendang, kadang sampai menahan nafas. Biasanya terjadi kalau anak tidak atau belum mampu mengungkapkannya dengan cara verbal.
Kembali kepada bagaimana anak menjadi temper tantrum. Berdasarkan penagmatan terhadap catatan yang dibuat oleh ibu tadi, temper tantrum yang terjadi pada anaknya ternyata adalah hasil dari belajar. Nah loh, kok bisa gitu? Begini kejadiannya.
1. Anak meminta sesuatu
Anak punya kebutuhan, keinginan dan permintaan. Anak mengungkapkannya bisa lewat kata atau dengan bahasa nonverbal. Anak dari ibu yang konsultasi tersebut, sudah bisa mengungkapkannya lewat kata. Usia anak tersebut adalah 2 tahun. Pertanyaannya, apakah kebutuhan anak segera dipenuhi atau tidak? Kita lihat proses berikutnya.
2. Keinginan anak tidak terpenuhi
Untuk anak yang belum bisa mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata, mereka biasanya menunjuk atau menarik-narik ibu/ayahnya. Kadang orangtua tidak tahu maksud anak. Karena tidak paham, maka keinginan anak tidak segera bisa dipenuhi. Untuk anak yang sudah bisa menyatakan keinginannya dengan kata-kata, persoalan yang sering terjadi adalah ketertundaan. Orangtua kadang tidak segera memenuhi keinginan anak. Bisa jadi karena orangtua sedang sibuk atau memang mengulur waktu untuk memenuhi keinginan anak.
3. Anak mencoba berbagai cara
Karena tertunda atau tidak terpenuhi, maka anak berusaha mencoba berbagai cara agar keinginannya dipenuhi. Awalnya anak mungkin merengek, kemudian bersuara keras, selanjutnya berteriak, marah dan seterusnya. Kemarahan inipun bisa dalam berbagai bentuk, bahkan sampai berlebihan.
4. Orangtua memenuhi keinginan anak dalam kadaan marah
Biasanya, orangtua baru mulai bertindak ketika anak sudah mulai marah-marah. Mungkin orangtua tidak tahan dengan suara teriakannya atau tidak tega ketika melihatnya berguling dan membanting-banting tubuhnya. Agar anak tenang, orangtua menuruti keinginannya. Nah, ketika keinginannya dipenuhi, anak akan menghubungkan kemarahan dan terpenuhinya keinginan. Anak belajar dengan mengaitkan perilaku marahnya dengan diturutinya kemauan.
5. Kebiasaan tantrum mulai terbentuk
Karena anak sudah mengaitkan antara aksi marahnya dengan dipenuhinya keinginan, maka perilaku marah jadi senjata ampuh untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Anak akan mencoba lagi aksi marahnya. Jika orangtua melakukan hal yang sama, maka anak akan semakin kuat mengaitkan kemarahan dan terpenuhinya keinginan. Satu kali saja sebenarnya sudah cukup untuk ditandai (dikode atau indexing) oleh anak, bahwa marah sama dengan dipenuhi, apalagi jika orangtua mengulangi berkali-kali.
Nah, demikianlah proses terbentuknya temper tantrum pada anak. Ternyata temper tantrum dapat terjadi melalui belajar. Apakah anak, adik atau keponakanmu mengalami temper tantrum melalui proses belajar?
Artikel tentang Parenting Lainnya:
- Asumsi Negatif Dapat Melemahkan Mental Anak
- Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak
- Bagaimana Menyikapi Penggunaan Gadget oleh Anak?
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Pengembangan Bakat Anak dan Dilema Pilihan
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Berikan Alasan Realistis untuk Anak
- Bagaimana Membangun Budaya Membaca pada Anak?
- WAJIB TERUS DITUMBUHKAN Kesadaran Parenting sebagai Bentuk Pendidikan Pertama
- 5 Kesalahan Orangtua yang Melukai Kepercayaan Diri Anak
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Modal Dasar Pengasuhan
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Benarkah Anak Kita Mengalami Bullying?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- 5 Langkah Mengetahui, Apakah Anak Kita Mengalami Bullying
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Apa yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Anak Marah?
- Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Anak Nonton Film?
- Rahasia Parenting: Mengelola Perilaku Super Aktif Anak
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Mengajari Anak Berpuasa dengan Lebih Bermakna
- Penyebab Bawah Sadar Kekerasan pada Anak
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Bagaimana Anak Belajar Memiliki Kelekatan yang Sehat?
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Kenapa Kita Tidak Boleh Memotong Aktivitas Anak?
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- Bagaimana Mengelola Keinginan Anak untuk Berbelanja?
- Bagaimana Menggunakan Kata JANGAN untuk Anak?
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- Seperti Orang Dewasa, Anak Juga Mengenal Kesepakatan
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- Antara Anak dan Karir, Sebuah Surat dari Seorang Ibu
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Bagaimana Bertanggung Jawab atas Keseriusan Anak?
- Semua Orangtua Punya Anak Kreatif
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Membandingkan Anak Lebih Sering Tak Disadari
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Cara Mengendalikan Kemarahan Kita kepada Anak
- Bahaya Ancaman Bagi Anak
- Dampak Reaksi Kekhawatiran yang Berlebihan terhadap Anak
- Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
- Seni Pengawasan terhadap Anak
- Mengapa Kata JANGAN Dihindari Penggunaannya?
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- Pentingnya Anak Menyadari Potensi Diri
- Bagaimana Menjadi Orangtua yang Mengelola Larangan dan Perintah?
- Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat
- Syarat untuk Dapat Membaca Pola Perilaku Anak dalam Pengasuhan
- Haruskah Dongeng Sebelum Tidur?
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Bolehkah Memarahi Anak?
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Mengungkit Kelemahan, Menghilangkan Kekuatan
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Pendidikan Anak: Apa Tindakan Awal yang Tepat Ketika Anak Melakukan Kesalahan?
- Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak
- Bagaimana Terjadinya Penularan Sifat Orangtua kepada Anak?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- 6 Alasan Menghindari Intimidasi kepada Anak
- Cara Tepat Memberi Bantuan untuk Anak
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Apa Dampak Pelayanan Berlebihan untuk Anak?
- Pentingnya Menepati Janji kepada Anak
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Kendala Membangun Atmosfir Egaliter dalam Keluarga
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Apakah Pribadi yang Suka Mengeluh itu Dibentuk?
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Bagaimana Menemukan dan Mengenali Potensi Anak?
- Jenis Kelekatan yang Terjadi pada Anak
- Untuk Masa Depan Anak, Berkorbanlah!
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- Apa Kesalahan dalam Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Pujian yang Salah dapat Menjerumuskan Anak
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Menggunakan Sudut Pandang Anak untuk Lebih Memahami Anak
- Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi