Bagaimana Bertanggung Jawab atas Keseriusan Anak?
February 18, 2013 . by rudicahyo . in Parenting . 0 Comments
Anak-anak merekam seperti yang ia lihat dan dengar. Anak-anak juga mereaksi apa yang ia dengar persis seperti apa yang kita katakan. Anak-anak selalu serius merespon apa yang kita katakan. Yang terpenting kemudian, bagaimana bertanggung jawab atas keseriusan anak?
Ayah berkata, “Habis ini kita jalan-jalan”. Anak segera berlari dan berusaha meraih gagang pintu untuk membukanya. Ia ingin segera berhamburan keluar. Ayah kebingungan. Ayah berpikir, bahwa ia sudah mengatakan ‘habis ini’. Parahnya lagi, ternyata ayah hanya bergurau. Maksud ayah, jalan-jalan itu ya berjalan pakai kaki. Berjalan di dalam rumah juga sudah cukup.
Sayangnya, anak sudah tahu apa yang disebut jalan-jalan. Ayah ibunya pernah mengajaknya jalan-jalan. Ia pernah mengalami yang disebut jalan-jalan. Ia memautkan perasaan senang, emosi positif pada pengalaman jalan-jalan. Jadi, ketika ayah mengatakan, “Habis ini jalan-jalan”, maka kata ‘jalan-jalan’ lah yang langsung menjadi fokusnya.
Apa artinya? Anak-anak selalu serius dengan pilihannya. Dalam contoh di atas, anak telah menandai jalan-jalan sebagai salah satu pilihan yang menyenangkan untuk dilakukan. Aktivitas jalan-jalan sudah direkam dengan baik, dan segera direaksi untuk dilakukan. Anak-anak serius ingin melakukannya.
Lalu bagaimana orangtua mempertanggungjawabkan kata-kata yang terlanjur diucapkan kepada anak? Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan.
1. Pikirkan sebelum mengatakan
Sebenarnya prinsip ini sama dengan cara kita berbicara kepada orang pada umumnya. Lalu apa bedanya? Omongan kita kepada orang dewasa masih bisa diralat, tapi lebih sulit buat anak-anak.
2. Penuhi
Jika memungkinkan, maka penuhi kemauan anak. JIka apa yang kita katakan sebenarnya bukan untuk dipenuhi segera, tetapi kita bisa memenuhinya, maka penuhilah.
3. Usahakan secara maksimal
Anak tahu kita telah berusaha. Lakukan saja sampai batas yang paling mungkin kita lakukan. Misalnya anak ingin memakai topi lamanya. Ibu terlanjur mengatakan, “Iya, ibu akan carikan”, padahal si ibu tak yakin apakah topinya masih ada. Karena sudah terlanjur mengatakan, maka carilah. Tumbuhkan harapan bahwa topinya sangat mungkin ketemu. Anak akan melihat usaha kita.
4. Berikan pengertian dengan cara paling sederhana
Jika terlanjur mengatakan apa yang tidak bisa kita upayakan, maka berikan pengertian. Orang dewasa juga seperti ini. Bedanya, buat orang dewasa lebih mudah. Buat anak-anak lebih unik. Ini adalah langkah pertama yang tersulit ketika kita terlanjur mengatakan apa yang tidak bisa kita penuhi. Nah, unik bukan, langkah tersulit tapi diambil pertama kali.
5. Buat pengalihan untuk sementara
Ini adalah langkah berikutnya jika kita terlanjur mengatakan apa yang tidak mudah kita penuhi. Namun, pengalihan ini bersifat sementara. Tetap penuhi. Jika memang itu sesuatu yang tidak mungkin, seharusnya yang diperhatikan pertama adalah poin kesatu.
Itu adalah tanggung jawab orang tua atas perkataannya kepada anak. Adakah cara yang lainnya?
Artikel tentang Parenting Lainnya:
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- Pendidikan Anak: Apa Tindakan Awal yang Tepat Ketika Anak Melakukan Kesalahan?
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Kendala Membangun Atmosfir Egaliter dalam Keluarga
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- Apa Dampak Ketidakkompakan Orangtua Bagi Anak?
- Cara Beli Buku Daily Parenting
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Pentingnya Anak Menyadari Potensi Diri
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Pengembangan Bakat Anak dan Dilema Pilihan
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Kenapa Orangtua Kesulitan Melakukan Pendidikan Seks Usia Dini?
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Bagaimana Anak Belajar Memiliki Kelekatan yang Sehat?
- Mengajari Anak Menghadapi Kondisi Sulit yang Menimpanya
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- WAJIB TERUS DITUMBUHKAN Kesadaran Parenting sebagai Bentuk Pendidikan Pertama
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Bagaimana Terjadinya Penularan Sifat Orangtua kepada Anak?
- Membanggakan Anak Secara Berlebihan Itu Berbahaya
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Untuk Masa Depan Anak, Berkorbanlah!
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Anak Nonton Film?
- Apa yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Anak Marah?
- Rahasia Parenting: Mengelola Perilaku Super Aktif Anak
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Asumsi Negatif Dapat Melemahkan Mental Anak
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- Bagaimana Menyikapi Penggunaan Gadget oleh Anak?
- Seperti Orang Dewasa, Anak Juga Mengenal Kesepakatan
- Jenis Kelekatan yang Terjadi pada Anak
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Modal Dasar Pengasuhan
- Antara Anak dan Karir, Sebuah Surat dari Seorang Ibu
- Bagaimana Mengatasi Temper Tantrum Anak?
- Tips Mengubah Perilaku Anak dengan Memperbanyak Variasi Pilihan
- Dari Galau Hingga Oportunistik, Diawali dari Problem Pengasuhan
- Dampak Reaksi Kekhawatiran yang Berlebihan terhadap Anak
- Menggunakan Sudut Pandang Anak untuk Lebih Memahami Anak
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- Bahaya Ancaman Bagi Anak
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Kenapa Anak mengalami Kelekatan yang Tidak Aman?
- Pentingnya Menepati Janji kepada Anak
- Haruskah Dongeng Sebelum Tidur?
- Kenapa Kita Tidak Boleh Memotong Aktivitas Anak?
- Bagaimana Menemukan dan Mengenali Potensi Anak?
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Syarat untuk Dapat Membaca Pola Perilaku Anak dalam Pengasuhan
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Seni Pengawasan terhadap Anak
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Apakah Pribadi yang Suka Mengeluh itu Dibentuk?
- Pujian yang Salah dapat Menjerumuskan Anak
- Cara Mengendalikan Kemarahan Kita kepada Anak
- Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat
- Berikan Alasan Realistis untuk Anak
- Penyebab Bawah Sadar Kekerasan pada Anak
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Kenapa Imajinasi Anak Itu Penting?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- 5 Kesalahan Orangtua yang Melukai Kepercayaan Diri Anak
- Benarkah Anak Kita Mengalami Bullying?
- Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak
- Semua Orangtua Punya Anak Kreatif
- 5 Langkah Mengetahui, Apakah Anak Kita Mengalami Bullying
- Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
- Bagaimana Anak Menjadi Temper Tantrum?
- Mengungkit Kelemahan, Menghilangkan Kekuatan
- Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Mengajari Anak Berpuasa dengan Lebih Bermakna
- Hubungan Ayah Bunda dan Pengaruhnya Buat Perkembangan Anak
- Bagaimana Menjadi Orangtua yang Mengelola Larangan dan Perintah?