Berikan Alasan Realistis untuk Anak
December 22, 2013 . by rudicahyo . in Parenting . 2 Comments
Anak punya daya imajinasi, tetapi juga realistis. Anak membutuhkan kenyataan yang ditunjuk untuk merangsang imajinasinya. Akan membutuhkan penjelasan dan alasan realistis untuk dilakukan atau tidak dilakukannya sebuah perbuatan.
Hari ini Ibu Bintang sedang banyak mengerjakan sesuatu. Ia memanfaatkan Minggu pagi untuk membereskan urusan sekolah, mulai dari nilai untuk siswanya, keuangan kepanitiaan ujian sampai pengelolaan kas PKK.
Bintang juga tidak kalah sibuknya. Bedanya, kesibukan Bintang membuat ibunya menjadi lebih sibuk berkali-kali lipat. Ia melakukan banyak aktivitas yang menuntut ibunya untuk terlibat, berusaha menarik perhatian dan ingin selalu untuk dihiraukan. Karena itulah ibunya bilang, “Mbok ya sana main di luar!”.
Ada hal baru yang mengejutkan dari Bintang. Ia menjawab saran ibunya, “Ndak, di luar ada orang gila”. Reaksi ibunya di luar dugaan, ia marah besar. Dengan suara keras ibunya bilang, “Tidak ada orang gila! Siapa yang bilang begitu?”.
Kemarahan ibunya Bintang bisa dimaklumi, karena dua alasan. Pertama, pada kenyataannya di luar memang tidak ada orang gila. Biasanya, alasan seperti ini dikatakan oleh orang dewasa untuk menakuti anak agar tidak keluar rumah. Dan benar saja ternyata. Ketika Bintang ditanya, siapa yang mengatakan seperti itu, dia menjawab pengasuhnya.
Kedua, orang gila adalah konstruk abstrak yang baku. Hanya dunia medis, psikiatri atau psikologi yang menyatakan itu, dengan maksud menjustifikasi orang dengan kualifikasi tertentu. Bukan haknya Bintang, pengasuh atau siapapun yang bukan ahli di bidang tersebut, untuk mengatakan orang mengalami kegilaan. Selain itu, secara ontologis juga masih dipertanyakan soal gila atau tidaknya orang. Karena itu, dengan nada keras ibunya mengatakan, “Tidak ada orang gila!”.
Kadang orangtua menggunakan berbagai cara agar anak menuruti atau anak tidak melakukan perbuatan yang dilarangnya, termasuk menggunakan cara-cara yang tidak realistis bagi anak. Mungkin kita pernah mendengar, “… nanti dimakan harimau”, “Ada orang gila.”, atau “Ada hantu…”. Atau pernah mengatakan itu kepada anak?
Untuk alasan ‘harimau’, mungkin saja jika rumahnya ada di hutan dan memungkinkan ada harimau. Namun agak sedikit bergeser ketika kita bilang ‘dimakan’, karena belum tentu harimau memakan kita. Untuk alasan ‘orang gila’, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, ‘orang gila’ itu konsep abstrak. Kita tidak boleh semena-mena mengatakan orang gila, lebih-lebih menularkan kepada anak sejak kecil. Apalagi jika ‘ada orang gila’ hanya sebagai cara agar anak tidak keluar rumah, padahal tidak ada orang gila di luar. Kalau alasan ‘hantu’ gimana? Apalagi untuk yang satu ini.
Anak memang penuh dengan imajinasi. Persoalannya, apakah dia mendapatkan stimulasi yang tepat untuk mengembangkan imajinasinya. Untuk menjaga dan mengembangkan imajinasi, kita memang membiarkan anak berimajinasi dengan cara dan konsep yang ia miliki, tetapi bukan berarti kita membuatkan konsep untuk mereka, apalagi jika konsep tersebut tidak benar, semisal ‘hantu’ atau ‘orang gila’. Merangsang imajinasi juga bukan berarti memaksakan sesuatu yang harus mereka imajinasikan. Merangsang imajinasi tetap harus dilakukan dengan stimulus yang realistis.
Pada usia 0-3 tahun, menurut Bruner, anak berada pada tahap enactive. Pada saat ini, anak lebih sesuai dengan stimulus yang konkrit. Anak lebih bisa membuat konstruksi di benaknya dengan merekam benda-benda konkrit yang ditunjukkan kepadanya. Masuk usia 3-8 tahun, anak menapaki tahap iconic. Pada tahap ini, anak belajar dengan gambar dari benda asli. Pada usia 8 tahun ke atas, anak mulai belajar dengan simbol (symbolic). Mereka bisa berpikir secara abstrak atau belajar menggunakan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan benda yang ditunjuk. Lebih lengkapnya, tahap belajar menurut Bruner bisa dibaca di sini.
Berdasarkan tahap belajar menurut Bruner tersebut, apapun tujuannya, stimulasi untuk anak tetap didasarkan pada usia perkembangannya, meskipun di semua usia, imajinasi akan sangat besar. Namun terlepas dari teori perkembangan tersebut, alasan-alasan yang tidak realistik membuat anak mengalami kebingungan dan miskonsepsi.
Konsep-konsep yang belum dikenali oleh anak memang akan diimajinasikan oleh anak dengan gambaran-gambaran tertentu di benaknya. Namun jika konsep yang disajikan kepada mereka belum pernah dikenali, maka mereka membentuk gambarannya secara suka-suka. Sampai sini tidak masalah. Namun menjadi persoalan jika hal tersebut dihubungkan dengan pengalaman diri anak, misalnya ketakutan, kekhawatiran dan semacamnya. Hal ini menyebabkan anak meletakkan alasan akan perasaan-perasaan tersebut kepada hal-hal yang tidak ada di realita.
Karena itu, berhati-hatilah dalam mengemukakan alasan untuk anak. Semoga artikel ini bermanfaat.
Kalau Kamu, seperti apa alasan yang biasanya Kamu berikan untuk anak?
Artikel tentang Parenting Lainnya:
- Pengembangan Diri yang Paling Murni
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Kendala Membangun Atmosfir Egaliter dalam Keluarga
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- 5 Langkah Mengetahui, Apakah Anak Kita Mengalami Bullying
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- Kenapa Anak mengalami Kelekatan yang Tidak Aman?
- Asumsi Negatif Dapat Melemahkan Mental Anak
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Dampak Reaksi Kekhawatiran yang Berlebihan terhadap Anak
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Bagaimana Mengelola Keinginan Anak untuk Berbelanja?
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- Tentang Pengasuhan, Mau Ketat atau Longgar?
- Mengungkit Kelemahan, Menghilangkan Kekuatan
- Jenis Kelekatan yang Terjadi pada Anak
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Bagaimana Mengatasi Temper Tantrum Anak?
- Bagaimana Terjadinya Penularan Sifat Orangtua kepada Anak?
- Cara Mengendalikan Kemarahan Kita kepada Anak
- Kenapa Orangtua Kesulitan Melakukan Pendidikan Seks Usia Dini?
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Tips Mengubah Perilaku Anak dengan Memperbanyak Variasi Pilihan
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Pujian yang Salah dapat Menjerumuskan Anak
- Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat
- Menggunakan Sudut Pandang Anak untuk Lebih Memahami Anak
- Pendidikan Anak: Apa Tindakan Awal yang Tepat Ketika Anak Melakukan Kesalahan?
- Membandingkan Anak Lebih Sering Tak Disadari
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Anak Nonton Film?
- Seperti Orang Dewasa, Anak Juga Mengenal Kesepakatan
- 6 Alasan Menghindari Intimidasi kepada Anak
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Kenapa Kita Tidak Boleh Memotong Aktivitas Anak?
- Mengajari Anak Berpuasa dengan Lebih Bermakna
- Cara Beli Buku Daily Parenting
- Kenapa Imajinasi Anak Itu Penting?
- Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Pentingnya Menepati Janji kepada Anak
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- Apa Kesalahan dalam Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- 5 Kesalahan Orangtua yang Melukai Kepercayaan Diri Anak
- Apakah Pribadi yang Suka Mengeluh itu Dibentuk?
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- Pentingnya Anak Menyadari Potensi Diri
- Dari Galau Hingga Oportunistik, Diawali dari Problem Pengasuhan
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Penyebab Bawah Sadar Kekerasan pada Anak
- Haruskah Dongeng Sebelum Tidur?
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Apa Dampak Pelayanan Berlebihan untuk Anak?
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Membanggakan Anak Secara Berlebihan Itu Berbahaya
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Bagaimana Menyikapi Penggunaan Gadget oleh Anak?
- Mengapa Kata JANGAN Dihindari Penggunaannya?
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- Bagaimana Anak Menjadi Temper Tantrum?
- WAJIB TERUS DITUMBUHKAN Kesadaran Parenting sebagai Bentuk Pendidikan Pertama
- Cara Tepat Memberi Bantuan untuk Anak
- Bagaimana Menggunakan Kata JANGAN untuk Anak?
- Bolehkah Memarahi Anak?
- Pengembangan Bakat Anak dan Dilema Pilihan
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Bagaimana Bertanggung Jawab atas Keseriusan Anak?
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Mengajari Anak Menghadapi Kondisi Sulit yang Menimpanya
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Bagaimana Membangun Budaya Membaca pada Anak?
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Bagaimana Menemukan dan Mengenali Potensi Anak?
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Benarkah Anak Kita Mengalami Bullying?
- Bagaimana Menjadi Orangtua yang Mengelola Larangan dan Perintah?
- Untuk Masa Depan Anak, Berkorbanlah!
- Modal Dasar Pengasuhan
- Antara Anak dan Karir, Sebuah Surat dari Seorang Ibu
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Seni Pengawasan terhadap Anak
2 Comments