Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita…
November 9, 2018 . by rudicahyo . in Parenting, Psikologi Populer . 0 Comments
Ada anak yang pendiam. Namun ada juga anak yang memilih untuk diam. Situasi sosial dan persepsi yang dibangun oleh anak, dapat membuat anak membisu. Membisu hanya pada situasi tertentu inilah yang disebut dengan selective mutism. Jangan-jangan salah satunya adalah anak kita.
Pernahkah Ayah, Bunda, Kakak, mendapatkan laporan dari guru bahwa anak atau adik kita diam di sekolah. Ketika ditanya atau diajak bicara sangat susah untuk meresponnya. Kalaupun ia memaksakan diri untuk menanggapi, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya Ia sepertinya berusaha membuka mulut, tapi tak ada satu katapun yang dapat didengar secara patut. Suaranya tidak keluar. Ketika mendapatkan laporan tersebut, kita merasa heran, karena anak adalah anak yang aktif dan banyak bicara ketika berada di rumah.
Kondisi seperti ini disebut dengan membisu yang selektif atau selective mutism. Selective mutism dikatakan sebagai gangguan ketika seseorang menjadi diam atau ‘mute’ pada situasi sosial tertentu. Dalam sebuah definisi menyebutkan bahwa selective mutism terjadi pada situasi yang seharusnya seseorang banyak berbicara. Artinya, apda situasi sosial yang lain, orang tersebut tidak mengalami kendala dalam berbicara.
Jika kita cermati definisi di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi kata kuncinya, yaitu diam atau bisu dan situasi sosial. Dengan demikian, ketika anak sama sekali tidak berbicara dalam situasi tertentu tetapi banyak bicara dalam situasi yang lain, maka ia bisa dikatakan mengalami selective mutism.
Bagaimana dengan anak pendiam? Anak pendiam sebenarnya tidak mengalami kesulitan untuk berbicara. Setiadaknya, anak pendiam akan merespon stimulus yang mengharuskan ia berbicara. Hanya saja perilaku berbicaranya anak pendiam memang efisien. Ia berbicara ketika dibutuhkan. Ini berbeda dengan anak yang mengalami selective mutism, yang memang kesulitan merespon percakapan dalam situasi tersebut. Coba diamati, anak yang mengalami selective mutism kadang berusaha untuk membuka mulutnya, tetapi tidak ada kata yang keluar. Kalaupun sesekali keluar kata, nyaris tidak terdengar. Ia seperti tertekan ketika harus merespon pembicaraan.

Apakah anak kita mengalami selective mutism? (foto: horizonsdrc.com)
Kembali kepada definisi di atas. Berbicara situasi sosial tertentu, ada satu kata kunci lagi yang perlu kita cermati, yaitu pada definisi kedua, ‘situasi yang seharusnya seseorang banyak bicara’. Jika kita perhatikan kata-kata kunci tersebut, dapat diartikan bahwa anak yang mengalami selective mutism justru akan lebih menarik diri (secara internal), tidak mau berbicara, ketika lingkungan dimana ia memilih diam, justru menuntut untuk berbicara. Stimulus eksternal dalam situasi tersebut semakin membuatnya tertekan dan memilih untuk diam. Diam adalah sesuatu yang nyaman, sampai orang lain di situasi tersebut mengajaknya untuk bicara. Pada saat itu, ‘diam’nya menjadi terusik karena ada tuntutan untuk bicara. Maka semakin sulitlah ia untuk bicara.
Berdasar penjelasan di atas, lingkungan dapat berperan untuk membentuk dan menguatkan mutism anak. Namun jika interaksi sosial diatur sedemikian rupa, stimulus lingkungan bisa membantu anak untuk mengurangi mutism-nya. Bagian yang membahas bagaimana membantu anak dengan selective mutism, akan kita bahas pada tulisan yang berbeda.
Mari kembali kita cermati lingkungan sosial anak. Berkenaan dengan memicu dan menguatkan kondisi mutism anak, lingkungan dapat dipersepsi oleh anak sebagai situasi yang luar biasa. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa mutism dapat terbentuk sebagai interaksi antara situasi lingkungan dengan persepsi anak terhadap kondisi tersebut. Anak dengan gangguan selective mutism diawali dengan persepsi yang tidak biasa dengan situasi tersebut. Namun ketidakbiasaan persepsi ini sebenarnya berawal dari sesuatu yang sederhana, yaitu rasa tidak nyaman.
Persaan tidak nyaman pada diri anak sebagai respon terhadap situasi lingkunga, memiliki kadar yang berbeda-beda, tergantung kejadian di lingkungan dan persepsi anak. Ada kalahnya sejak lingkungan hadir di sekitar anak atau anak hadir dalam sebuah lingkungan, situasinya langsung dimaknai luar biasa. Misalnya kaget dan tidak menyenangkan. Bisa juga sebuah situasi tidak sesuai dengan harapan atau apa yang dibayangkan oleh anak. Namun bisa juga persepsi biasa, yaitu tidak nyaman, yang kemudian diikuti dengan dramatisasi dan menarik diri. Menarik diri di sini tidak selalu dalam bentuk penarikan diri secara fisik, menjauh dari lingkungan. Menarik di sini bisa terjadi secara internal, yaitu keberanian yang menciut dan perasan tertekan. Jika kita kaitkan dengan personal space, maka area personal anak menyempit.
Selain faktor lingkungan, mutism juga dapat dikarenakan oleh karakteristik anak dalam berhubungan dengan lingkungan sosial. Anak yang pemalu, bahkan bisa disertai minder, dapat membuat anak mengalami mutism. Begitu juga dengan anak yang tidak dijembatani untuk berinteraksi atau malah terlalu banyak difasilitasi dalam berinteraksi, dapat menguatkan mutism-nya. Misalnya saja anak sudah ada gejala mutism, orangtua malah tidak memberikan kesempatan kepadanya untuk berbiara, mengungkapkan gagasannya. Ketika diajak biara orang lain, orangtuanya yang menjawabkan untuknya. Begitu juga ketika ia memiliki keinginan, belum sempat mengatakan, orangtuanya langsung memberikan. Orangtua melakukannya karena ia merasa bahwa anaknya kurang mampu berbicara. Hal ini justru dapat memperparah mutism-nya.
Demikian penjelasan tentang mutism, gejala, dan penyebabnya. Coba cermati anak, adik, keponakan kita, apakah ada gejala mutism pada mereka? Pengalamannya boleh dibagikan di sini ya..
Artikel tentang Parenting, Psikologi Populer Lainnya:
- Antara Anak dan Karir, Sebuah Surat dari Seorang Ibu
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Pentingnya Menepati Janji kepada Anak
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Pengembangan Bakat Anak dan Dilema Pilihan
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Asumsi Negatif Dapat Melemahkan Mental Anak
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Bagaimana Anak Belajar Memiliki Kelekatan yang Sehat?
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Bagaimana Bertanggung Jawab atas Keseriusan Anak?
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Seperti Orang Dewasa, Anak Juga Mengenal Kesepakatan
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Bolehkah Memarahi Anak?
- Apa yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Anak Marah?
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Penyebab Bawah Sadar Kekerasan pada Anak
- Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Kenapa Imajinasi Anak Itu Penting?
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Jenis Kelekatan yang Terjadi pada Anak
- Mengapa Kata JANGAN Dihindari Penggunaannya?
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Bagaimana Terjadinya Penularan Sifat Orangtua kepada Anak?
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Cara Beli Buku Daily Parenting
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Bahaya Ancaman Bagi Anak
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Tentang Pengasuhan, Mau Ketat atau Longgar?
- Bagaimana Menemukan dan Mengenali Potensi Anak?
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- Berikan Alasan Realistis untuk Anak
- Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak