Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
May 10, 2020 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Sebagian besar orang sudah pasti familiar atau menjadi pengguna media sosial. Setiap saat informasi diasup dari media tersebut. Tanpa disadari, segala informasi tersebut menyeret generasi muda menjauh dari dirinya sendiri. Bagaimana basib bangsa ini jika generasi muda sudah menjauh dari dirinya sendiri?
Berawal dari nonton youtube channel nya Deddy Corbuzier dalam dalam edisi bersama Nadiem Makarim yang membicarakan tentang pentingnya kuliah. Meskipun judulnya gak click bait, karena memang tidak ada perdebatan di dalamnya. Mereka berdua hanya memiliki keyakinan dan menyetujui satu sama lain. Ok, bukan itu poinnya. Ketika melihat video tersebut, perhatianku tertuju pada salah satu sesi diskusi tentang social media. Deddy Corbuzier mengatakan bahwa realitas yang ditampakkan dalam sosial media itu fake alias palsu. Sedangkan di sisi lain, para follower atau subscriber media sosial terbawa dalam setiap kata yang disajikan kepadanya. Hal ini yang menjadi salah satu ancaman untuk generasi muda, yang berupa menjauhnya seseorang dari dirinya sendiri.
Video Deddy tersebut juga mengingatkanku saat dulu sering membaca tulisan-tulisan Jean Baudrillard seputaran hiper realitas dan simulacra. Baudrillard mengatakan bahwa realita dimanifestasikan dalam tanda-tanda. Sayangnya, tanda-tanda tersebut melampui realitasnya. Tanda-tanda tersebut dianggap kebenaran dan menggantikan kenyataan aslinya. Hal ini juga terjadi pada penikmat media sosial.
Sebenarnya apa yang terjadi pada para pengguna media sosial? Aku hanya akan membhas dari sisi psikologisnya, sesuai dengan bidang yang menjadi konsentrasiku, yaitu psikologi. Yang terjadi pada pengguna media sosial sebenarnya tidak hanya menjauhnya seseorang dari dirinya sendiri, tetaipi ada beberapa dampak psikologis yang pada akhirnya juga mengganggu kesehatan mental dan goyaknya pondasi karakter yang mereka miliki.
1. Terperangkap dalam realitas ciptaan
Sebenarnya secara sederhana, bisa saja kita mengatakan, terperangkap dalam sosial media. Sebagaimana layaknya rumah, setiap website, blog, portal, dan berbagai platform audio video, memang berkeinginan agar setiap penggunanya bertahan lama di dalamnya. Karena itu, linking system dalam pengelolaan content selalu dijalankan. Ketika kita membaca, mendengarkan, atau nonton video, data kita terbaca dan kemudian dilayani bak raja dengan tulisan atau video sejenis atau yang terkait. Semakin lama kita berada di dalamnya, maka keterpautan atau kecintaan kita terhadap content-content yang diberikan semakin kuat. Selanjutnya, akan memunculkan kecintaan kepada kreator yang diwakili dengan website atau blog dengan domain tertentu atau channel dalam konteks youtube. Nah, content dalam sosial media ini adalah ciptaan. Sadar atau tidak, penggunanya akan larut dalam ciptaan tersebut.
2. Pembenaran yang intensif menjelma menjadi kebenaran
Ketika kita secara intensif mengonsumsi isi dari media sosial, maka kesadaran kita sedang dipertaruhkan. Berbicara tentang kesadaran, memang menjadi salah satu yang ditekankan oleh Nadiem Makarim dalam percakapannya bersama Deddy Corbuzier. Kekuatan kesadaran dari pengguna media sosial mutlak diperlukan, agar tidak menjadi objek pasif dalam bersosial media. Ketika kita dipapar dengan berbagai content, bukan tidak mungkin beberapa diantaranya berhasil menyusup dalam bawah sadar kita dan merebut kendali atas kesadaran kita. Segala opini dan keyakinan kita akan terpengaruh oleh hal tersebut.
3. Menciptakan jarak dengan realita
Jika kembali lagi kepada kenyataan yang bersifat hiper (hiper realitas) dari Baudrillard, maka sebagaimana dikatakan Deddy Corbuzier, bahwa isi dari sosial media sebagian besar palsu. Orang akan memunculkan citra yang dianggap baik di masyarakat, seperti pengusaha baru yang menyembunyikan kenyataan utang-utangnya dengan banyak meeting (baca: nongkrong) di cafe-cafe. Ketika kita menganggap realitas palsu tersebut sebagai kebenaran, maka sedikit demi sedikit kita sudah diseret menjauhi realita.
4. Inkongruensi Diri
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, salah satu dampak media sosial adalah menjauhnya penggunanya dari dirinya. Fenomena ini disebut dengan inkongruensi diri. Ini salah satu bentuk krisis eksistensi yang terjadi ketika kita mulai tidak menjadi diri sendiri. Hal ini menjadi ancaman bagi pembentukan karakter. Ketika kita menyimak isi media sosial (meskipun bisa jadi tidak semua), maka akan terjadi refleksi, yaitu membandingkan kondisi diri dengan orang lain yang ada di media sosial. Gap atau jarak kondisi diri dan orang lain di media sosial akan memunculkan keinginan-keinginan, baik untuk memiliki atau untuk menjadi. ‘Realitas palsu’ yang sudah dipastikan adalah citra baik (merujuk pada istilahnya Deddy Corbuzier) yang dibuat oleh kreator berangsung-angsur akan menjadi keharusan-keharusan. Kita tidak lagi melihat diri kita ideal. Meskipun kita berusaha untuk menepisnya, ujung-ujungnya itu akan menjadi penyangkalan-penyangkalan (denial) atas kondisi psikologis kita yang sebenarnya. Seperti orang yang mengtakan “Aku mencintai bentuk tubuhku” dengan tetap melirik pada orang-orang yang bertubuh…… (yang diidealkan).
Itu adalah empat dampak utama yang mempengaruhi psikologis pengguna media sosial.
Kembali lagi kepada tulisan Jean Baudrillard. Membaca tulisan Baudrillard saat masih mahasiswa dulu, berbeda dengan sekarang. Dulu bisa dengan semangat menggebu membacanya. Sekarang memabca tulisan Baudrillard menjadi melelahkan, karena yang ditunggu-tunggu pasti ‘how to’ nya, bagaimananya. Maksdnya, dari kondisi realita yang seperti dijelaskan di atas, apa yang bisa kita lakukan? Bagaimana bisa mengelola penggunaan sosial media dengan bijaksana? Ya, Baudrillard memang tidak bermaksud menyajikan hal itu, tetapi lebih kepada membuka kesadaran kita atas hiper relaitas yang ada di kehidupan kita.
Karena itu, pada tulisan yang akan datang, akan aku lanjutkan pembahasan ini dengan memberikan cara-cara, bagaimana mengatasi empat dampak psikologis penggunaan media sosial sebagaimana dijelaskan di atas.
Untuk selanjutnya, silahkan berdiskusi dengan menuliskan pertanyaan atau komentar Kamu di kolom comment di bawah tulisan ini!
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Pekerjaan atau Anak?
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka