Level Kerumitan Persoalan Psikologis
August 22, 2013 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Penanganan persoalan psikologis membutuhkan usaha yang berbeda, tergantung tingkat kerumitannya. Bagaimana level kerumitan persoalan psikologis?
Sedang mengerjakan mengisi form evaluasi untuk Fakultas, datang seorang mahasiswa Magister Profesi bimbingan praktikum. Sejenak mengisi form self evaluation dihentikan dan fokusnya beralih ke konsultasi.
Mahasiswa diminta untuk praktikum di beberapa tempat, yaitu di Kampus Psikologi, SMP dan SMA. Karena baru awal memilih kasus, maka mahasiswa butuh pertimbangan dalam memilih kasus. Di tengah memperbincangkan berbagai pertimbangan, kami membahas tingkat kerumitan persoalan psikologis sebagai salah satu pertimbangan.
Dari hasil diskusi, muncullah beberapa level kerumitan persoalan psikologis yang kemudian berdampak pada tingkat kesulitan penangannya. Apa saja level kerumitan persoalan psikologis tersebut?
Level 1: Merasa diri bermasalah, tetapi tidak tahu masalahnya
Level yang paling sulit adalah yang pertama ini. Persoalan hanya bisa dirasakan, tetapi tidak bisa diidentifikasi, termasuk tidak diketahui penyebabnya. Psikolog atau pendamping harus membantu dalam menemukan persosalan dan penyebabnya.
Level 2: Mengetahui apa persoalan yang terjadi, tetapi diri mengingkari
Di level 2, seseorang mengetahui apa persoalan yang menimpa dirinya, sehingga lebih mudah ditelusuri penyebabnya. Namun, orang tersebut mengingkarinya. Dia melakukan mekanisme pertahanan diri (defends mechanism). Wujudnya, klien tidak menceritakan seluruh persoalannya, ada sesuatu atau beberapa hal yang ditutupi. Upaya bertahan ini membuat persoalan kadang jelas dan kadang menjadi kabur. Semakin panjang klien bercerita, kadang bukan memperjelas, tetapi malah membuat rumit.
Level 3: Menyadari dan menerima persoalan yang menimpa diri, tetapi belum bersedia berubah
Kondisi klien di level 3 sudah menyadari dan menerima persoalan yang menimpa dirinya. Dia terbukan menceritakan persoalan dan penyebabnya. Bisa juga dia cuma menyadari dan menerima persoalannya. Namun dengan keterbukaan ini, penyebabnya jadi lebih mudah ditelusuri. Hanya saja, pada level ini klien belum bersedia berubah.
Level 4: Menyadari dan menerima persosalan diri dan mau berubah, tetapi tidak tahu harus melakukan apa
Level 4 ini kelanjutan dari level sebelumnya, yaitu klien menyadari persoalannya, mengenali penyebabnya, mau berubah, tetapi tidak tahu harus melakukan apa. Seorang psikolog atau pendamping membantu menstimulasi atau membimbing untuk membuat strategi.
Level 5: Menyadari dan menerima persoalan diri, mau berubah dan tahu apa yang harus dilakukan
Jika klien berada pada level 5, sebenarnya ia nyaris tidak membutuhkan pertolongan khsusu dari psikolog atau pendamping. Hanya saja kadang seseorang datang ke tempat konseling untuk beberapa alasan, diantaranya butuh teman ngobrol, meyakinkan diri, atau membuat langkah yang diambil jadi lebih sistematis.
Pada saat ngobrol dengan bimbingan praktikum ini, datang seorang mahasiswa yang sedang ditangani oleh bimbingan praktikum ini. Kebetulan mahasiswa yang ditangani tersebut adalah bimbingan akademik-ku.
Berdasarkan level kerumitan persoalan psikologis, mahasiswa yang ditangani ini berada pada level 2. Namun setelah ngobrol panjang lebar, mahasiswa ini berhasil dibantu untuk bergeser ke level 3. Ini sudah menjadi pintu yang baik untuk memulai intervensi yang lebih jelas.
Sebenarnya, setiap orang punya potensi mengalai persoalan psikologis. Dengan adanya level kerumitan persoalan psikologis tersebut, kita bisa berefleksi ketika mengalaminya, pada level manakah persosalan psikologis kita.
Anda mengalami persoalan psikologis? Pada level mana?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Pekerjaan atau Anak?
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer