Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
November 7, 2018 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert), Psikologi Populer . 0 Comments
Kejadian kecil, seperti bersin, tersandung, ada binatang yang melintas dengan tiba-tiba, sering menyela aktivitas kita. Reaksi spontan terhadap kejadian tersebut dapat membangun pribadi kita.
Pernah bersin? Sudah pasti pernah. Pernah tersandung atau kepala terbentur sesuatu? Sebagian besar pasti pernah. Pernah bersantai mengendara dan tiba-tiba ada kucing melintas di depan kita atau mata kita kemasukan sesuatu? Bisa dijamin pasti pernah.
Kejadian kecil seperti itu adalah situasi penyela yang datang dengan tiba-tiba. Ketika fokus kita tertuju pada sesuatu atau kita sedang konsentrasi melakukan tugas, situasi yang menyela tersebut sering membuat kita merasa tidak nyaman. Reaksi atas ketidaknyamanan ini bisa beraneka ragam. Ada yang menucapkan kalimat yang (dianggap) baik, misalnya istighfar, Puji Tuhan, alhamdulillah dan semacamnya. Namuna ada juga yang mengumpat, menggerutu dan mengeluh, bahkan ada yang memaki-maki.
Reaksi pertama yang spontan ini turut membentuk pribadi kita. Jika reaksi tersebut dilakukan secara intens dan konsisten, maka pribadi kita akan menjadi seperti yang kita ucapkan atau seperti reaksi yang kita lakukan. Sebenarnya hal ini juga dapat berarti cerminan dari diri kita. Kalimat atau reaksi yang kita ucapkan/lakukan menunjukkan bagaimana kita berpikir, merasa dan bertindak atas sesuatu. Jika reaksi kita positif, maka bisa dibilang kita pribadi yang positif. Begitu juga sebaliknya.
Kembali ke awal, selain mencerminkan pribadi kita, reaksi pertama yang spontan tersebut juga membentuk pribadi kita. Bagaimana kata-kata, perasaan, dan tindakan spontan tersebut membentuk pribadi kita?
Pada saat kejadian penyela muncul secara tiba-tiba, kita tidak dalam kondisi siap. Sudah pasti kita tidak mengantisipasi kejadian tersebut. Pada saat itu, kita beralih fokus secara mendadak. Kita berada posisi diantara fokus terhadap aktivitas pertama menuju kepada kejadian yang menyela. Kita berada diantara keduanya. Pada saat itu, pertahanan kita lemah, baik secara kognitif maupun emosi. Hal ini berarti pada sepersekian detik, keyakinan kita terhadap prinsip goyah. Pengetahuan kita yang sebelumnya sangat kuat, sedang tidak siap untuk menghalaunya, karena dia (pengetahuan) juga dalam kondisi lemah. Ini sama seperti kita dikagetin secara tiba-tiba, atau mendapat kabar buruk seperti petir di siang bolong yang cerah. Tubuh kita menjadi lemas. Sebenarnya pikiran dan perasaan kita juga sedang lemas.
Pada kondisi tersebut, kita bereaksi secara spontan. Reaksi kita ini punya penetrasi untuk menyusup ke bawah sadar kita, karena pertahanan kita sedang lemah. Pada saat (misalnya), kita mengatakan “Waduh apes saya!”, saat itu juga kata kunci utama menyusup ke bawah sadar kita, yaitu kata ‘apes’. Dalam tempo yang cepat, kata-kata yang diucapkan dengan penuh perasaan ini akan teridentifikasi sebagai diri. Jika diubah dalam bentuk kalimat, kurang lebih akan menjadi seperti ini, “Aku adalah orang yang apes”. Maka segala definisi yang dikaitkan dengan kata ‘apes’ akan menjadi bagian dari pribadi kita. Ketika suatu saat kita mendapatkan sesuatu yang menyenangkan, saat itu kita tidak mengidentifikasi sebagai kebaikan yang sedang kita peroleh. Kita lebih cenderung mengaibaikannya. Kalaupun kita menyadari bahwa sedang ada kebaikan yang datang kepada kita, kita bisa bilang “Ah, mungkin hanya kebetulan”. Sementara kita lebih siap mereaksi sesuatu yang negatif, karena pribadi kita sudah terbentuk demikian. Cara kerja ini juga berlaku bagi kata (maaf) ‘siaslan’, ‘bangsat’, ‘terkutuk’, ‘runyam’ dan sejenisnya. Hal ini karena pribadi dasar kita telah terbentuk seiring reaksi spontan kita terhadap situasi penyela. Ini menjadi pribadi dasar, seperti default system dalam komputer.
Karena itu, kita perlu jaga diri kita dari kata-kata seperti ini. Bagaimana caranya? Kita akan membahas ini pada tulisan yang berikutnya. Kali ini kita hanya membahas tentang proses, bagaimana reaksi spontan tersebut membentuk pribadi kita.
Apakah Kamu sudah menyadari hal ini? Bagaimana reaksi spontan Kamu, ketika berada di situasi yang menyela dengan tiba-tiba?
Artikel tentang Inspirasi (Insert), Psikologi Populer Lainnya:
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Ingin Memiliki Daya Saing? Jadilah Diri yang Original
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Manusia Dikendalikan Sistem Ciptaannya?
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Ketika Tidak Dipercaya, Bagaimana Cara Menciptakan Perubahan?
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Bagaimana Menjadi Produktif? Begini Prinsipnya
- Inspirasi dan Menjadi Diri Sendiri
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Tak Ada yang Sulit Jika Ada Kemauan Belajar
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Cerita: Menolong Nubi
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Hijrah Membutuhkan Konsistensi
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Menyiasati Ruang dan Waktu untuk Produktivitas
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Agar Nikmat Melimpah, Kita Membutuhkan Rasa Syukur yang Sesungguhnya
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Pekerjaan atau Anak?
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Dumbo Disney, Ketidaksempurnaan yang Luar Biasa
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Pemilu Usai, Saatnya Berbuat untuk Negeri Ini
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Perbuatan Baik Dapat Kembali Memurnikan Hati