Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Nge-host Acara Anak-Anak, Sebuah Jalan Setapak Baru

September 2, 2012 . by . in Catatan Bebas . 0 Comments

Seorang Liaison Officer mengatakan, “Mas, boleh minta kontaknya, ndak? Barangkali nanti butuh host buat acara anak-anak”. Si LO mengatakan pasca kegiatan peluncuran Samsung Galaxy Note 10.1 di Ciputra World Surabaya dengan Indonesia Bercerita sebagai bintang tamunya.

Ini adalah hari kedua @IDcerita diundang untuk acara peluncuran Samsung Galaxy Note 10.1 di Ciputra World Surabaya. Jika di hari pertama sebelumnya Kak @miefaza membawakan sebuah cerita untuk adik-adik yang hadir, hari kedua ini aku turun memandu talk show @IDcerita.

Talk show dibintangtamui oleh Kak @bukik. Namun sebelum obrolan digulirkan, acara dibuka dengan bercerita. Kali ini yang bercerita adalah Kak Desty dan Kak Fitria dari @IDcerita.

Namun sebelum bercerita, tentu saja host membukanya. Membuka acara di mall itu butuh energi ekstra, apalagi acara anak-anak. Sebelum masuk kepada bercerita dan talkshow, kita butuh memfokuskan perhatian anak ke panggung, khususnya kepada pencerita atau orang yang sedang tampil di depan.

Karena anak-anak yang hadir lagi asik bermain gadget di area display, maka aku berinisiatif mengajak mereka untuk sejenak meninggalkan kesibukannya di area yang dipagari tersebut. Anak-anak butuh difokuskan perhatiannya. Para crew dari Sambung berpendapat agar anak-anak tetap berada di area gadget.

Anak-anak diajak bernyanyi dan menari. Sumber Gambar: @bukik

Pertimbangan crew yang menginginkan anak-anak tetap di area gadget bisa dimaklumi, karena mungkin mereka bermaksud agar orang memperhatikan anak-anak yang menggunakan produk yang sedang diluncurkan. Namun dengan anak-anak tetap berada di area gadget, maka perhatian mereka akan terpecah. Acara tidak akan menarik lagi.

Aku tawari anak-anak untuk mendengarkan cerita. Ternyata tawaran mendengarkan cerita sudah cukup menyedot perhatian mereka. Mereka yang terdiri dari anak-anak pemberani dengan usia sekitar 2 sampai 6 tahunan itu sangat antusias menyambut tawaranku. Seandainya tawaran tersebut tidak berhasil, aku sudah siap beraksi dengan mengajak mereka bermain. Jika ajakan bermain ini kurang punya power, aku juga sudah siapkan alternatif berikutnya, yaitu dengan mengeluarkan hadiah yang bisa mereka peroleh jika ikut ke depan. Karena mereka mudah sekali diajak, maka alternatif-alternatif tersebut disimpan sejenak.

Anak-anak aku berikan cerita singkat untuk mengajak mereka bernyanyi. Aku bercerita tentang sebuah suku di pedalaman yang bernama Suku Xing. Suku ini berbicara dengan menggunakan lagu. Aku katakan kepada mereka bahwa aku tidak bisa menyanyikan lagunya, karena bahasanya tidak aku pahami. Tetapi artinya kurang lebih, “Kalau Kau suka hati, tepuk tangan!”. Ternanya mereka tahu lagu itu, dan aku ajak bernyanyi bersama.

Aku pikir anak-anak ini akan malu-malu untuk bernyanyi. Ternyata mereka berlomba-lomba menyanyikan dengan suara mereka yang terkeras. Ramailah suasana di awal itu. Ini sangat efektif untuk membangun dan mempertahankan atmosfir acara sampai akhir. Iya, 5 atau 10 menit awal itu adalah saat-saat menentukan. Kiranya benar kalau kata orang, “Kesan pertama begitu menggoda. Selanjutnya terserah Anda”. Pernyataan seperti ini menunjukkan bahwa kesan awal adalah babak penahlukkan audience. Selanjutnya Andalah yang berkuasa.

Setelah anak-anak sudah terkondisikan dan sudah siap mendengarkan cerita, barulah dipanggil penceritanya. Tentu saja butuh peneguhan atau penegasan yang menjadi bukti bahwa anak-anak telah siap. Bagaimana caranya? Yang paling sederhana ya dengan bertanya. “Sudah siap mendengarkan cerita?”, begitu kira-kira. Jika jawabannya kurang keras atau tidak semua mengatakan ‘siap’, maka pertanyaan boleh diulang. Boleh ditambahkan dengan pernyataan bahwa yang siap hanya sedikit atau mengatakan kurang kompak.

Dalam konteks acara ini, aku meneguhkannya lebih kuat lagi dengan melibatkan anak-anak sejak dari awal, sebelum pencerita keluar. Caranya adalah dengan mengajak mereka memanggil penceritanya. “Kak Desty… Kak Desty…. Sini dong!”, begitulah teriak mereka dengan gaya memanggil yang khas.

Karena pencerita berjumlah dua, maka kesulitan buat anak-anak untuk memanggil langsung dua nama. Paling tidak, akan kesulitan jika cara memanggilnya dibuat dengan gaya seperti meminta. Permintaan atau permohonan memang akan sangat spesial jika langsung ditujukan untuk satu nama. Nah, untuk menyiasati agar lebih luwes, aku menanyakan kepada Kak Desty, “Eh, katanya Kakak tidak sendiri ya? Ada siapa lagi ya Kak?”. Kak Desty memandu anak-anak untuk melakukan hal yang sama dengan caraku mengajak mereka memanggilnya.

Aku ngobrol-ngobrol dengan dua pencerita di panggung untuk semakin membuat anak penasaran, ingin segera mendengarkan cerita. Kak Desty dan Kak Fitria membawakan cerita Kambing Putih dan Kambing Hitam karya Kak @bukik.

Di tengah cerita, untuk tetap menjaga perhatian anak-anak, Kak Desty dan Kak Fitria sesekali mengajukan pertanyaan sehubungan dengan cerita. Misalnya ketika berbicara tentang kambing hitam dan kambing putih, mereka bertanya, siapa yang suka warna hitam dan siapa yang suka warna putih.

Sementara aku sendiri tidak ke belakang atau masuk di balik layar panggung. Aku lebih suka duduk bersama anak-anak untuk tetap menjaga semangat mereka mendengarkan cerita. Jika pencerita menyanyakan sesuatu, aku juga ikut menjawab atau mengangkat tangan. Dengan demikian, anak-anak merasa bahwa orang yang sedang berbicara di depan dengan isi pembicaraannya, adalah sesuatu yang berharga. Aku mencontohi cara menghargainya.

Pasca acara, Kak Desty dan Kak Fitri juga tidak ingin semangat anak-anak padam. Untuk menjaga agar mereka tetap terlibat, Kak Desty dan Kak Fitria membuat kuis lagi yang berhubungan dengan cerita. Selain itu, juga ada senam teko yang dipandu oleh Kak Desty dan Kak Fitria serta dibantu Kak @miefaza.

Mereka yang menang atau terpilih, mendapatkan sebuah boneka Shoun The Sheep dan Timmy. Untuk menghargai mereka dan membuat yang belom dapat menginginkan dapat hadiah, aku meminta yang sudah dapat hadiah mengangkat hadiahnya. Apalagi pada waktu itu aku mendapatkan bisikan dan Kak @miefaza yang diberi tahu panitia bahwa masih ada 20 bingkisan yang bisa dimanfaatkan.

Aku meminta anak-anak naik ke atas panggung. Aku meneruskan cerita tentang Suku Xing. Aku ceritakan bahwa suku tersebut berkawan dengan Suku Danzo yang berbicara dengan menggunakan tarian. Karena kedua suku itu bergabung, maka ada tarian dan lagu yang dipadukan. Aku mengajak mereka mengaitkan tangannya dalam barisan. Mengajari mereka bernyanyi dan menari. Karena semuanya semangat, maka semuanya dapat hadiah yang tadi masih dimiliki panitia.

Setelah itu, acara akan beralih kepada talkshow dengan bintang tamu Kak @bukik. Karena acara ini diberi nama “Cerita Kak Rudi”, maka ini jadi sebuah yel-yel yang diucapkan oleh host, dan harus dijawab oleh hadiri dengan “Cerita? Asiiiiiik…!!!”. Selain berfungsi memberikan identitas cerita dan memperkuat branding mata acara, yel-yel ini berguna untuk mengembalikan fokus orang yang hadir.

Talkshow. Sumber Gambar: @bukik

Talkshow berjalan sesuai dengan yang direncanakan, bahkan lebih. Bagaimana bisa lebih? Kemenyatuan kita dengan panggung, audience, atmosfir, peralatan dan sebagainya, membuat improvisasi berjalan secara alamiah. Improvisasi bukan hanya bicara tentang perubahan spontan, tatapi juga berbicara tentang peningkatan. Artinya, ‘improve’ itu sendiri berarti meningkatkan. Jadi perubahan yang dilakukan bukan sekedar soal siasat, tetapi juga tentang kepekaan kita kepada penampilan dan hasil yang lebih baik.

Talkshow ditutup dan tidak lupa pesan untuk ayah bunda bercerita bagi anak, cucu, atau keponakannya. Begitu juga dengan anak-anak, diminta mengajak orangtua, paman, bibi, kakak, untuk bercerita. Selain itu, juga pesan menggunakan teknologi secara bijak, memanfaatkan internet untuk mendidik. Juga diingatkan dengan tawaran yang memudahkan, yaitu dengan mengunjungi, bergabung dan dapat mengunduh podcast cerita anak secara gratis di indonesiabercerita.org.

Beberapa yang aku sampapikan ini memang pesan-pesan simpul. Pesan itu penting berkaitan dengan misi acara. Berbicara tentang misi, kita tak lepas dari misi idealis dan misi pragmatis. Pesan yang bermaksud menyampaikan misi idealis berkaitan dengan outcome dari acara, dalam hal ini membudayakan bercerita untuk mendidik. Sedangkan pesan yang bersifat pragmatis berkaitan dengan pesan sponsor atau produk yang dipasarkan dalam acara, yaitu menggunakan Galaxy Note 10.1. Jika digabungkan, pesannya bisa menjadi penggunaan Galaxy Note 10.1 untuk tujuan positif mendidik anak Indonesia melalui bercerita.

Demikian kisahku hari ini yang dianugerahi kesempatan untuk menjadi host acara untuk anak-anak. Karena itulah image baru terbentuk, yaitu menjadi host acara anak. Baru menyadari hal ini ketika pihak agency meminta kontak.Β “Mas, boleh minta kontaknya, ndak? Barangkali nanti butuh host buat acara anak-anak”, demikian kurang lebih yang ia katakan.

Sebenarnya ini tidak jauh beda dengan salah satu kompetensiku yang aku tawarkan lewat rudicahyo.com di bagian workshop & training (boleh disimak). Hanya saja, untuk public speaking and presentation dengan audience spesial, yaitu anak-anak, pasti punya metode tersendiri. Bagian ini akan dituliskan pada posting berikutnya.

Ada yang mau belajar bareng nge-host dalam payung besar public speaking and presentation skills?

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Tags:

Artikel tentang Catatan Bebas Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>