Memiliki imajinasi adalah kondisi alamiah anak-anak. Karena kondisi alamiah, maka mengembangkan imajinasi anak juga merupkan cara mendukung kekuatan alamiah anak. Apa pentingnya imajinasi bagi anak?
Pernahkan tiba-tiba tangan diseret oleh anak dan kita dipaksa masuk ke kamar untuk ditunjukkan hasil karyanya? Bagaimana reaksi kita?
Sebelum menjawab pertanyaan tentang reaksi, coba ingat kembali kejadiannya. Dari mencermati berbagai kasus di lapangan, reaksi orangtua dipengaruhi oleh dua kondisi umum anaknya. Untuk orangtua dengan anak yang sudah besar, seusia SD, kebanyakan orangtua lebih mudah memberikan apresiasi. Sementara yang anaknya masih kecil, lebih sulit mengapresiasi. Kenapa?
Untuk anak yang lebih besar, biasanya hasil karyanya sesuai dengan harapan orangtua, sedangkan hasil karya anak yang lebih kecil biasanya masih menurut kehendak anak itu sendiri. Misalnya saja anak yang lebih besar membuat origami pesawat, sedangkan anak yang lebih kecil belum mampu melakukan itu. Mungkin si kecil menempel kertas kado di tembok dalam kondisi menceng, terbalik, atau belepotan. Nah, untuk anak yang lebih kecil ini, bagaimana reaksi kita?
Ada juga sih orangtua yang ‘pandai mengapresiasi’. Pandai mengapresiasi di sini berarti pandai menjaga perasaan anak, sehingga mengatakan, “Wah, bagus sekali!”, “Pintar sekali anak, Mama” dan sebagainya. Apakah itu benar-benar mengapresiasi? Ok, tak mengapa, itu masih lumayan, meskipun belum benar-benar mengapresiasi dari hati.
Terlepas dari apresiasi tersebut, tak jarang kita dibuat tertawa oleh ulah anak yang bangga menunjukkan hasil karyanya. Aku kadang ngakak diajak Bintang menyaksikan hasil gambarnya. Dia menyeret tanganku dengan bangga, sambil mengatakan “Lihat Pak, ini cacing!” hahaha. Pernah juga dia melukis di kanvas. Sebenarnya kanvas itu sudah ada gambarnya, dan memang diperuntukkan untuk aktivitas mewarnai. Bintang bikin gores-goresan tak karuan. Ku unggah hasil karyanya di path. Banyak yang tertawa ngakak melihatnya. Aku menyebutnya Masterpiece ala @bintangABC.
Kali ini kita tidak sedang membicarakan tentang apresiasinya. Tentang apresiasi dapat dibaca pada posting yang lain, Manfaat Apresiasi untuk Anak. Sekarang kita coba bayangkan lagi saat kita ngakak melihat ulah anak yang kadang jauh di luar jangkauan pikiran kita. Itulah yang menunjukkan imajinasi anak sedang bekerja.
Anak punya kapasitas yang sama besarnya antara imajinsi dan mengingat sejarah. Artinya, anak tidak hanya mampu mengingat pengalaman atau kejadian yang sudah mereka alami atau saksikan. Anak juga memiliki kemampuan untuk membentuk, mengonstruksi sesuatu di benaknya. Inilah yang disebut imajinasi.
Sayangnya, imajinasi anak lama-lama diingkari. Orang dewasa yang lebih banyak berkutat dengan pengalaman, cara berpikir yang rasional dan logis, membuat imajinasi anak kurang diakui. Contoh kecil saja soal apresiasi. Ketika kita melihat dari sudut pandang kita, imajinasi anak yang ia tuangkan dalam karya, lebih sering sulit mendapat apresiasi dari orang dewasa. Kita sudah lama meninggalkan masa-masa seumuran anak kita, sehingga cara berpikirnya pasti sudah beda. Jika kita tak terbiasa menggunakan sudut pandang anak, maka imajinasi kita yang tidak imajinatif juga akan menindas imajinasi anak yang alamiah.
Karena imajinasi adalah potensi alamiah, maka seharusnya juga berkembang sebagaimana potensi berpikir empiris dan logis. Bahkan orang mengatakan, yang ilmiah itu adalah yang empiris, logis dan sistematis. Hal ini tentu saja berbeda dengan ciri-ciri imajinasi yang abstrak, lebih sering tidak logis, dan bersifat acak. Karena cirinya bertolak belakang, maka imajinasi dianggap tidak ilmiah. Hal ini juga turut menyumbang matinya imajinasi anak seiring bertambahnya usia. Padahal, untuk mengaitkan antar segala yang nyata itu dibutuhkan perantara. Perantara inilah imajinasi. Bahkan fakta hanya akan menjadi cerita biasa jika tidak dikonstruksi dengan imajinasi. Imajinasi adalah lem perekat yang ajaib.
Apa sih pentingnya berimajinasi? Kenapa imajinasi harus tetap dikembangkan?
1. Imajinasi memperluas dunia anak
Ajahn Brahm, seorang biksu terkenal dari Thailand, penulis buku “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya” pernah menceritakan seorang anak cerdas yang mengatakan, “Mata adalah benda yang paling besar di dunia, karena apapun bisa masuk di dalamnya ketika kita melihat”. Namun menurut Brahm, ada jawaban yang lebih genius, yaitu pikiran. Pikiran tidak hanya mengolah apa yang pernah dilihat, tetapi juga menciptakan apa yang lebih pernah disaksikan. Itulah imajinasi. Inilah yang membuat dunia anak begitu luas. Rasa ingin tahu berpadu imajinasi adalah pembentuk pengetahuan yang dahsyat.
2. Imajinasi menyuplai energi bagi anak
Kita terbiasa berhadapan dengan kenyataan dengan satu banding satu. Artinya, kita memikirkan apa yang kita saksikan. Kemampuan asosiatif yang paling alami dimiliki oleh anak-anak. Ketika anak menyaksikan sesuatu, mereka langsung mengingat yang lain. Misalnya melihat bantal berderet, ia ingat kereta api. Asosiasi yang tinggi bersifat lentur. Kelenturan ini seperti tarian pikiran. Orang yang menari dengan hati yang riang mengikuti gerak, sebenarnya sedang membuka diri bagi masuknya energi dari berbagai arah. Begitu juga dengan pikiran yang menari. Anak-anak memiliki pikiran yang menari-nari.
3. Imajinasi menjaga anak tetap kreatif
Karena imajinasi bersifat lentur, yang kemudian membuat anak memiliki daya asosiasi yang tinggi, maka hal inilah yang membuat anak-anak kreatif. Jika kita menyaksikan anak mengangkat piring tinggi-tinggi dan mengatakan bahwa ufo telah datang dari langit, maka saat itulah ia sedang berkreasi. Mungkin orang dewasa berpikir, “Halah, pikirng kok dianggap ufo. Itu penciptaan macam apa?!”. Memang, piring bukan ufo. Semu orang pasti tahu itu. Dan piring yang dianggap ufo juga bukan penciptaan yang spektakuler. Tapi kebiasaan yang berimajinasi dengan cara seperti ini, membuat anak menjaga potensi imajinasinya. Jika kita memutus imajinasi anak, apalagi jika dilakukan secara intens, maka siap-siaplah anak akan menjadi tidak imajinatif. Artinya, daya penciptaannya akan rendah (atau bahkan mati).
Demikian pembahasan tentang pentingnya imajinasi. Apa ya pentingnya imajinasi yang lainnya? Share di sini yuk!
7 responses to “Kenapa Imajinasi Anak Itu Penting?”
[…] dengan anak yang sudah besar, seusia SD, kebanyakan orangtua lebih mudah memberikan apresiasi.Baca selanjutnya…if (typeof(addthis_share) == "undefined"){ addthis_share = […]
Artikel yang sangat bagus. Sebagai calon Ayah, saya mendapat pelajaran yang sangat berharga tentang apresiasi kita terhadap anak. Sukses selalu Mas Rudi… Salam kenal!
Terimakasih. Salam kenal juga, Calon Ayah 🙂
Setuju nih, sebagai orang tua kita perlu mendukung imajinasi anak
Berpikir kreatif membantu membangunkan kreativitas.
halo mas saya mau nanyak ni mas, kira2 cara untuk mengembang kan imajinasi untuk remaja dengan buku itu bisa gak mas?
klo bisa menrut ahli siapa mas ?
lagi buat tugas akhir ni mas bingung nyari referen si tanks mas
Bisa, novel yang lebih banyak menonjolkan hal-hal imajinatif sangat bisa membantu, semial Harry Potter, Eragon, dll.