Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
March 10, 2013 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Kompleksitas kehidupan kita itu sebenarnya berawal dari hal yang sederhana, logika geometri adalah salah satunya. Hidup kita yang kompleks ini berawal dari logika titik, garis, bidang dan ruang. Menarik bukan?
Punya pacar atau calon pasangan hidup? Pasangan hidup kita disukai orang lain? Orangtua kita merestui, tapi tidak dengan orangtuanya? Itu adalah salah satu bentuk kompleksitas sehari-hari. Tentu masih banyak lagi, misalnya tentang pertemanan. Kita sering berkumpul dengan teman dekat, kemudian diartikan kita adalah gang. Karena dikira sebuah kelompok, maka orang lain enggan mendekat, merasa dirinya adalah orang luar. Orang luar tersebut semakin kebingungan karena merasa pacarnya direbut oleh teman-teman gangnya. Ini juga bentuk kompleksitas. Pernah mengalami? Pasti!
Kehidupan kita yang beragam ini sebenarnya berawal dari sesuatu yang sederhana. Kita berkembang secara phylogenic dan ontogenic. Secara phylogenic, kita berkembang dari sesuat yang diwariskan secara genetik, sedangkan secara ontogenic, kita berkembang secara lebih cepat dari proses interaksi. Kedua model perkembangan itu membuat kita jadi mahluk yang kompleks secara personal maupun sosial.
Dari sononya, kita memang dikodratkan dengan dua keberadaan, sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Karena ditakdirkan dengan dua kecenderungan tersebut, maka diri kita berkembang dalam pribadi dan interaksi sosial. Nah, perkembangan inilah yang mengikuti logika geometri, yaitu titik, garis, bidang dan ruang.
Logika ini tidak hanya melahirkan kompleksitas kehidupan, tetapi juga berimplikasi pada lahirnya berbagai teori tentang manusia yang hidup sebagai pribadi dan dalam kontek sosial. Kita sudah pasti tahu bahwa ada ilmu yang disebut Antropologi, Psikologi, maupun Sosiologi. Ini adalah contoh ilmu-ilmu yang membahas tentang kompleksitas manusia yang berawal dari logika geometri. Mari kita bahas satu per satu.
Logika Titik
Sebagai mahluk individu, kita adalah sebuah titik. Kita hidup dengan diri kita. Dulu, sebelum banyak manusia ada di dunia, atau interaksi antar orang masih begitu jarang, maka orang hidup dengan dirinya. Orang lebih banyak berhadapan dengan alam daripada orang lain. Karena itulah, kehidupan menyendiri tanpa ikatan adalah cirinya. Mencari ilmu pun lebih banyak bersemedi daripada pergi ke sekolah.
Sampai sekarang, logika titik ini juga terpelihara. Ilmu-ilmu modern atau posmodern, seperti Psikologi Timur juga mengembalikan manusia ke dalam dirinya. Diri adalah sumber ilmu tertinggi. Karena itu, metode yang digunakan juga bersifat reflektif, berkaca ke dalam. Karena itu sifatnya lebih spiritual. Nah, ilmu apa yang kita kenal mengikuti logika titik?
Logika Garis
Garis adalah kumpulan titik-titik yang saling berhimpitan dengan jumlah yang tidak terbatas. Karena bersambungan, maka titik ini membentuk garis. Garis ini mulai menghubungkan satu orang dengan orang lainnya. Pengetahuan atau pemahaman dibangun dengan interaksi, melalui dialog. Jika orang ingin mendapatkan pengetahuan atau ilmu, mereka melakukan interaksi dengan orang lain.
Logika ini mulai menggeser kita dari kecenderungan individual menuju ke sosial. Apa ilmu yang berkembang sebagai implikasi dari logika garis? Secara umum kita bisa sebut Sosiologi atau Psikologi Sosial. Kalau yang lebih spesifik apa ya?
Logika Bidang
Bidang itu titik-titik yang saling dihubungkan oleh garis. Boleh juga dikatakan sebagai kumpulan titik dengan jumlah tak terhingga, yang membentuk permukaan yang melebar ke segala arah dan tak terhingga. Mengikuti logika bidang, artinya interaksi tidak hanya terjadi antar dua orang. Interaksi pun berjalan bisa secara langsung atau tidak langsung. Misalnya interaksi antar ayah dan ibu, pasti mempengaruhi anak. Ayah dan ibu yang harmonis dibandingkan dengan yang sering ribut, juga membentuk anak secara berbeda, karena interaksi mereka mempengaruhi titik yang lain, yaitu anak. Teori Ekologi dari Bronfenbrenner adalah contoh yang mengikuti logika ini.
Logika Ruang
Runag dapat diartikan himpunan semua titik, garis dan bidang dalam ruang berdimensi tiga yang terletak dalam bagian tertutup beserta seluruh permukaan yang membatasinya. Artinya, dalam logika ruang terjadi multiple interaction. Logika keempat ini memang yang paling kompleks. Ineraksi tidak hanya terjadi antar titik dalam bidang datar, tetapi juga bisa terjadi dengan berbagai titik lain yang ada di ruang tersebut. Kita bisa menembus ruang dan waktu untuk saling berinteraksi.
Implikasinya, dalam konteks pengembangan pengetahuan dan ilmu, seseorang bisa menciptakan atau memperolehnya dari orang lain yang tak harus melakukan interaksi secara langsung. Kita bisa melompati orang yang ada di dekat kita, semisal guru atau teman. Kita bisa belajar atau bekerjasama dengan orang lain di luar sana, bahkan tanpa harus mengenalnya. Dengan dunia maya yang berkembang pesat melalui internet, kita bisa belajar atau bekerja bersama orang yang tidak pernah ketemu. Dunia semakin dilipat sepertinya ya?
Begitulah kompleksitas kehidupan yang berawal dari logika geometri. Coba renungkan kembali. Jika menemukan kebenaran dari logika geometri dalam kehidupanmu, silahkan berbagi di sini!
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Pekerjaan atau Anak?