Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?


Mimpi, setiap orang pasti mengalaminya. Mimpi itu seperti mosaic, pernak-pernik yang saling terkait. Setidaknya seperti itulah mimpi. Bagaimana psikologi menganalisa mimpi? Simak yuk!

Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?

Pernah bermimpi? Sudah pasti pernah ya. Banyak perbincangan yang dikaitkan dengan mimpi, mulai dari pembahasan ilmiah sampai tentang primbon dalam mengartikannya. Meskipun fenomena sehari-hari, mimpi tetap misteri buat kita. Apakah Kamu juga merasa demikian? Ingin tahu misteri di balik mimpi kita? Nah, kali ini akan kita bicarakan tentang bagaimana analisa mimpi dengan psikologi.

 

 

Tulisan ini diawali oleh beberapa tweet yang beredar di lini masa @rudicahyo. Berikut ini ada beberapa tweet (sudah lama sebenarnya) tersebut:

Kelemahan dari sebuah mimpi, ia tak menampilkan hal-hal detail. Misal, mimpi saling tukar nomor hape. Kita gak tau apa merk hapenya. (@dikiumbara)

mimpi juga rasa yang mematerial jadi visual (@macankampyus)

Itu adalah dua pernyataan tentang mimpi yang aku peroleh dari lini masa @dikiumbara dan @macankampyus. Kata kunci yang aku dapatkan dari kedua tweet tersebut adalah: tidak menampilkan secara detil, material dan visualisasi.

Berbicara tentang mimpi memang menarik. Mimpi itu misterius, berwajah tanggung dan ambigu. Wujudnya kadang kabur dan melompat-lompat, namun ada juga yang teratur dan punya alur. Ketidakjelasan inilah yang membuat mimpi selalu menarik untuk dikaji.

Apa yang kita lihat atau alami di mimpi, juga mendatangkan reaksi yang berbeda-beda. Ada yang tersugesti untuk meyakininya sebagai kebenaran, ada juga yang menganggapnya seperti lampu-lampu hias teman tidur.

Bagi yang meyakini kebenarannya juga punya reaksi berbeda. Sebagian langsung merasakan emosi sebagai dampaknya, misalnya senang dan berbunga-bunga atau sedih dan gundah gulana. Sebagian yang lain menghubungkannya dengan kebenaran di masa lalu atau untuk meramalkan apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang.

Sebelum menuju kepada dampaknya, lebih baik kita selami mimpinya dulu. Karena pengetahuan kita tentang mimpi akan membuat kita punya reaksi yang sebanding dengan pengetahun tentang mimpi tersebut.

Mimpi itu seperti goresan-goresan sketsa dan warna. Jika analoginya lukisan, maka akan sangat sulit, karena elemen dari lukisan itu menyatu dan sukar dipisahkan kembali. Kalau kita pakai perumpamaan puzzle, maka sepertinya bagian-bagian mimpi punya porsi yang sama, padahal tidak demikian kenyataannya. Bukankah di permainan puzzle itu rata-rata setiap kepingnya punya luas yang sama?

Tidak demikian kondisi sebuah mimpi. Mimpi tidak punya porsi yang sama di setiap bagiannya. Terdapat penekanan di bagian tertentu dan mengabaikan yang lain, sehingga warna atau bentuknya lebih jelas daripada bagian yang lainnya. Inilah yang menyebabkan @dikiumbara mengatakan bahwa mimpi tak menampilkan gambarnya secara detil. Karena itu, analogi yang pas untuk mimpi adalah mosaic.

Mosaic terdiri dari kepingan-kepingan beraneka warna yang lebar kepingannya tidak selalu sama. Namun demikian, mosaic selalu bisa membentuk gambar yang sama, meskipun kepingannya dikurangi atau ditambah. Pembuatan gambar yang sama secara utuh tersebut dijahit oleh persepsi, prasangka atau asumsi. Sedangkan pembentuk ketiga hal tersebut adalah pengalaman dan imajinasi. Inilah yang membuat mimpi punya arti, bisa dihubungkan dengan kenyatan atau kadang orang percaya bisa dipakai untuk memprediksi.

Contoh Kasus

Seorang teman, sebut saja Anty, bercerita tengan mimpinya. Dia bermimpi kakak iparnya yang ada di kampung meninggal. Sang kakak meninggal dunia karena banyak menghisap gas beracun dari pabrik senjata yang didirikan mertuanya. Sementara dia dan suaminya mendapatkan kabar terlambat. Pada waktu dapat kabar pun, datang ke kampungnya juga terlambat.

Hasil ngobrol panjang dengan Anty, ternyata ada cerita di balik mimpi itu. Kakak iparnya adalah seorang yang bekerja melebur emas. Zat-zat kimia dari uap ‘air keras’ hampir tiap hari dihirupnya. Hal ini dicemaskan oleh Anty.

Sementara itu mertuanya bekerja sebagai pedagang yang sukses dan hidup kaya. Pekerjaannya pun relatif aman, tidak mengandung bahaya. Beda dengan pekerjaan kakak iparnya.

Setiap kali ada kabar dari kampung, Anty dan suaminya selalu mengulur waktu untuk mencari tahu. Berbagai alasan selalu muncul, sampai kadang pada dua hari berikutnya baru menelpon keluarga di kampung. Contoh saja musibah yang menimpa kakak iparnya baru-baru ini. Tangannya terbakar karena semburan api ketika bekerja. Anty baru menghubungi sore esok harinya. Hal ini sebenarnya tidak disukai oleh dia sendiri, tetapi dia selalu melakukannya.

Mimpi tersebut mengandung kepingan-kepingan. Gambar-bambar visual tersebut adalah peristiwa yang diingat dan perasaan yang intens disimpan. Kata @macankampyus, perasaan tersebut me-material jadi visual. Kakak ipar yang dicemaskan karena pekerjaannya bahaya, musibah yang menimpanya, mertua yang bekerja lebih aman dan kaya, serta kebiasaan menunda untuk kontak, adalah kepingan-kepingan yang dijahit oleh persepsi dan emosi.

Anty merasa kasihan dengan kakak ipranya. Perasaan kasihan ini disimpan. Ditambah lagi adanya pembandingan dengan kondisi mertua yang sudah mapan. Meski kasihan, pada prakteknya lebih sering mengabaikan. Ini tidak disukai oleh Anty sendiri. Hal ini juga jadi tabungan emosi yang intens. Pabrik senjata mertua timbul dari ketidaknyamanan melihat gap antara kondisi pekerjaan mertua dan kakak ipar. Semua dijahit jadi satu gambar utuh.

Mimpi Anty lebih melekat pada fakta pengalaman. Karena itu, mimpi ini adalah tampilan dari peristiwa-peristiwa di masa sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa porsi kepingan mimpi lebih banyak menggunakan data (yang telah berlalu).

Beda lagi dengan mimpi yang lebih banyak menggunakan imajinasi. Hal ini memang tipikal. Orang yang mimpinya banyak memanfaatkan pengalaman sebagai bahan bakunya, biasanya orangnya adalah sensing. Ini merupakan preferensi yang menunjukkan kecenderungan seseorang memperoleh pengetahuan dengan cara indrawi.

Jika orangnya lebih intuitif, atau lebih banyak menggunakan imajinasi sebagai sumber pengetahuan, maka mimpinya juga akan lebih imajinatif. Biasanya, tampilan mimpinya lebih abstrak, tak karuan bentukanya, sampai mimpi yang lucu seperti film animasi. Tentang intuitif dan sensing, baca pembahasan tentang MBTI.

Untuk mimpi yang lebih banyak menggunakan bahan baku imajinasi, biasanya dihubung-hubungkan dengan kenyataan yang belum ada. Dengan kata lain, mimpi tersebut digunakan untuk memprediksi.

Tiap orang punya kadar yang berbeda dalam meramu bahan baku mimpi. Bisa saja orang diawali oleh pengalaman, tetapi dikelola dengan imajinasi. Atau mungkin juga ada orang yang memang berimajinasi tinggi, sehingga mimpinya sulit sekali dikaitkan dengan kenyataan. Bagiamanapun, meski dengan porsi yang tidak sama, dalam mimpi, kedua hal tersebut selalu punya peran.

Apapun yang kita endapkan dalam ketidaksadaran, selalu punya cara menampakkan diri saat kita lengah. Iya, waktu tidur, melalui mimpi.

Demikian ulasan tentang mimpi. Bagi yang ingin berbagi mimpinya atau mengomentari tulisan ini, boleh dituliskan di bagian komentar.

Ingin diskusi dengan saya? Silahkan follow twitter saya, @rudicahyo

 

______________

Tulisan ini pernah di-posting di alterblog saya, mosaic-learning.blogspot.com


One response to “Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?”

  1. Artikel yg bagus . Aq setuju dg anggapan bahwa ada hubungan antara mimpi dg kondisi psikologi atau pengalaman seseorang. Artinya sesuatu yg menjadi bahan pemikiran yg inten d alam bawah sadar seseorang akan menyeruak dlm bentuk mimpi.

    Ayah saya pernah bermimpi :
    Bahwa dia seolah olah bersama ku tergesa gesa ingin naik kapal yg akan berangkat dan takut terlambat. Dlm perjalanan ketika naik mobil selalu menemui masalah misalnya sopir nya yg kasar dan ongkos yg mahal. Ketika sampai d pelabuhan hampir naik k kapal tiba tiba tiket ayah hilang sedangkan milikku ada. Dicari cari nggak ketemu sedang aku terus berangkat.

    Itu inti mimpinya. Klu mimpi itu dikaitkan dg topik yg dijelaskan d artikel itu kyaknya ada titik temu dg kondisi emosi dan asumsi yg ayah simpan selama ini dlm pemikiran (alam bawah sadarnya).
    Ayah ku selalu mengkhawatirkan ku dan masa depan ku. Dia kadang memikirkan dan memiliki harapan besar utk mendampingiku menjalani kehidupan ku k arah kesuksesan d masa depan ku. Dia kadang resah dan cemas memikirkan bagaimana bila dia tdk mampu utk “mendampingiku” misalnya dlm membiayai pendidikanku ataupun tdk mampu berbuat yg terbaik utk mnghantarkan aku k tujuan idealnyA.

    Mungkinkah mimpi ayah tadi adalah sebenarnya cerminan ataupun refleksi dr imajinasi atau emosi seperti yg selama ini dia khawatirkan atau dia simpan d alam bawah sadarnya itu.?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *