Kekuatan pikiran kita dapat membentuk orang lain. Ternyata tidak hanya keyakinan pada diri sendiri yang bisa membuat perubahan, tetapi keyakinan kita atas orang lain juga punya efek yang sama. Bagaimana bisa?
Tomino adalah seorang warga yang tinggal di sebuah RT (Rukung Tetangga). Orang ini jarang ketemu dengan orang lain. Dia hanya ketemu sekali dengan pejabat RT waktu pertama kali mengurus surat domisili. Ketika ada kegiatan warga, semaca kerjabakti, rapat, atau sejenisnya, Tumino tidak pernah ikut. Hal ini membuat Tumino disebut sebagai tetangga yang pemalu. Itu baru awalnya.
Karena sering tidak terlibat dalam kegiatan warga, entah karena memang malu atau banyak pekerjaan yang harus dilakukannya, Tumino mulai banyak dibiarakan, terutama oleh para warga yang doyan ngumpul. Dalam obrolan yang terus-menerus membicarakannya, terciptalah sebuah istilah, Tumino dikatakan sebagai orang yang sulit bersosialisasi. Itu baru awal kisah.
Tidak kalah dengan bapak-bapak, kumpulan ibu-ibu pun membicarakan Tumino. Pembicaraan di kalangan ibu-ibu lebih seru lagi, karena waktu untuk ngerumpi memang lebih banyak dibanding bapak-bapak. Kalau bapak-bapak lagi ngumpul, pasti sedang ada kegiatan. Sesekali saja mereka bersantai atau sekedar main bola. Dari keseruan di tengah obrolan ibu-ibu, tercetuslah istilah baru, Tumino adalah orang yang tidak bisa bersosialisasi. Mulai terjadi pergeseran, dari sulit bersosialisasi menjadi tidak bisa bersosialisasi.
Sementara itu, istri tumino yang lebih bisa bergaul dengan para tetangga, berusaha membantu sang suami. Bukan dengan mendorongnya untuk mendekat ke arah warga lainnya, tetapi berusaha melindunginya. Dengan cara apa? Kalau tidak ikut kerja bakti, maka si istri mengantarkan makanan untuk warga yang kerja bakti. Memang ada aturan, bahwa yang berhalangan ikut kerja bakti, harus memberikan cemilan atau minuman buat yang kerja bakti.
Satu sisi terjadi pergeseran justifikasi kepada Tumino, mulai dari pemalu, sulit bersosialisasi, sampai tidak bisa bersosialisasi. Saking santernya pembicaraan tentang dia, pastinya omongan warga sampai kepada Tumino, baik dengan cara menjalar dan langsung datang ke telinganya, atau dari istrinya. Sementara di sisi lain, istrinya terus melindungi. Kedua sisi ini semakin membuat Tumino mempertahankan kebiasaannya. Tumino semakin sulit memulai berhubungan dengan warga yang lain.
Dalam hati kecil Tumino, sebenarnya ingin bergabung dengan warga, meski hanya sekali saja, misalnya di kerja bakti bulanan. Hanya saja, Tumino kesulitan memulainya. Omongan warga yang sudah semakin santer membuat ia semakin kikuk. Jangankan ikutan kegiatan warga, bertemu dengan tetangga saja sudah salah tingkah. Kian hari, Tumino semakin banyak menyembunyikan diri. Pergi ke tempat kerja dengan mobil. Pulang pun langsung masuk ke rumah, dan tak lagi menongolkan batang hidungnya.
Adakah tetangga Kamu mengalami hal yang sama? Atau mungkin kita adalah orang yang sedang atau pernah mengalaminya? Mungkin juga anak kita?
Apa yang terjadi pada Tumino? Yang terjadi pada Tumino ini adalah sebuah tekanan yang terinternalisasi. Dikatakan terinternalisasi, karena tekanan itu dari luar dan kemudian diyakini. Keyakinan akan anggapan orang lain kepada diri ini akhirnya benar-benar membentuk diri Tumino. Terjadi spiral menurun, dimana kondisi negatif semakin menjadi negatif. Jika ini diteruskan, dari hari ke hari, Tumino akan semakin tertekan.
Kejadian seperti ini tidak hanya bisa terjadi pada orang dewasa. Anak-anak kita juga sangat mungkin mengalami hal yang sama. Anggapan kita kepada anak yang mungkin mulai bergeser dari istilah ‘kesulitan’, ‘tidak bisa’, ‘tidak bisa apa-apa’, sampai ‘bodoh’. Jika ini terjadi dan semakin kuat keyakinan kita kepada anak tersebut, maka kenyataa positif menjadi sulit diterima. Misalnya, suatu saat anak bisa mengerjakan PR nya. Sangat mungkin, bukannya memuji, malah yang terbersit di pikiran kita, “Masak sih?”, “Mustahil!”, “Ini keajaiban dunia”, dan sejenisnya. Atau dengan pola yang lain, ‘keliru’, ‘salah’, sampai ‘nakal’.
Jadi, kenyataan yang berawal dari keyakinan ini tidak hanya terjadi pada diri kita sendiri, tetapi juga bisa terjadi pada orang lain. Kalau biasanya kita tahu, bahwa apa yang kita pikirkan dan yakini akan membentuk diri kita, sekarang keyakinan kita akan seseorang dapat membentuk diri orang tersebut. Kekuatan pikiran kita dapat membentuk orang lain. Bagaimana menurutmu?
2 responses to “Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain”
inspiratif banget 🙂
Terimakasih 🙂