Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Ingin Mengalir dalam Menulis? Lupakan Selera Pasar!

June 7, 2020 . by . in Belajar Menulis . 0 Comments

Mengalir dalam menulis menunjukkan kemampuan penulis. Menulis adalah jalan ekspresif untuk mengeluarkan isi pikiran. Namun apa yang kita rasakan saat tangan sudah siap menggoreskan pena, saat jari siap menjentikkan kata? Ya, berhenti, tak tahu harus bagaimana. Ingin mengalir dalam menulis? Lupakan pasar! Maksudnya?

Sebelum membahas tentang ‘Mengalir dalam Menulis’, aku ingin bercerita sedikit. Beberapa hari ini postingan diisi dengan tulisan yang reflektif dan tertuang begitu saja. Kadang tulisan itu lahir saat mata enggan terpejam dan kemudian membuka laptop. Awalnya tak tahu harus ngapain, tapi selanjutnya buka-buka aja browser dan tab meluncur ke blog. Ku biarkan saja jari ini memencet tombombol plus (+) yang artinya menambahkan kiriman tulisan. Lembar masih kosong. Biasanya untuk beberapa saat layar ku tatapi, tak bergeming. Tapi kali ini, tak menunggu waktu lama, ku biarkan saja pikiran mengembara dan jari ini bekerja. Hasilnya? Dapat dilihat di 4 atau 5 tulisan paling baru di rudicahyo.com.

Tulisan yang membahas tentang tulis menulis kali ini berisi tentang ingatanku saat berhubungan dengan tulisan atau aktivitas menulis. Aku teringat ada masa dimana aku begitu produktifnya menulis. Dalam satu bulan bisa menghasilkan sampai 21 tulisan. Itu di satu blogku sendiri, belum di beberapa blog yang aku berperan sebagai kontributor. Bahkan ada tulisan yang ku buat dalam 7 menit. Itu sengaja aku menulis dengan menghitung waktunya. Tautan nanti ku share setelah link tulisan diperbaiki. Maaf, ada persoalan di beberapa link tulisan lama.

Teringat lagi saat aku wawancara untuk menjadi seorang dosen di tempat aku bekerja sekarang. Seorang pewawancara menanyaiku tentang cita-cita. Aku menyebutkan bahwa salah satu cita-citaku adalah menjadi penulis. Pewawancara yang sekarang menjadi teman kerja ini mengatakan bahwa bukankah menulis membutuhkan suasana asketik. Aku mengamini pernyataan tersebut. Namun maksud dari pernyataan itu, sama saja dengan bertanya, apakah mungkin aku mendapatkan suasana asketik di kampus. Saat itu aku menjawab bahwa asketisme itu bisa diperoleh dimanapun, tergantung bagaimana kita berinteraksi dengan lingkungan. Jika kita berinteraksi secara spiritual, ya semua tempat dan waktu adalah asketik.

Belakangan ini melihat berseliweran banyak postingan status di facebook atau tweet di twitter, orang-orang menceritakan hasil kegiatannya saat mengikuti pelatihan menulis. Sudah pasti pelatihan menulis yang sering muncul di kalangan akademisi sepertiku adalah menulis jurnal atau naskah akademik yang bersifat ilmiah. Jujur, itu bukan keahlianku. Awal-awal menapaki hobi menulis, justru aku lebih banyak menulis fiksi. Nah, ketika aku diwawancari soal cita-cita dan aku menjawab menjadi penulis, sebenarnya yang ada di otakku adalah novelis.

Mengalir dalam Menulis

Writing trisno jalaran soko kulino (foto: relevance.com)

Terbitlah waktu itu di 31 Januari 2012, sebuah buku kumpulan cerita pendek berjudul Suara Bisu yang diterbitkan oleh nulisbuku.com. Sebagian kecil, keciiiil sekali, teman-teman memujinya. Namun sebagian besar lingkungan sudah pasti memandang sebelah mata. Ya, itu bukan naskah akademik. Yang berharga di lingkunganku adalah yang bersifat ilmiah. Cerpen-cerpen yang aku tulis itu sifatnya reflektif dan intuitif, sudah pasti tidak ilmiah. Itu kalau memang mengategorikan intuisi dan imajinasi sebagai tidak ilmiah lho ya.

Pasarku sebagai akademisi adalah lingkungan sains dan akademik, yang ditunggu-tunggu adalah karya ilmiah. Nah, dari sinilah aku mulai berhadapan dengan pasar. Sebagaimana dalam dunia dagang, pasar utama adalah orang terdekat kita. Mulai saat itulah otakku barada di pertemuan arus antara diri dan pasar. Diri di sini dapat berarti banyak hal, seperti cara berpikir (intuitif, imajinatif dan lain dan), atau gaya menulis (bertutur, ekspresif dan lain dan). Begitu juga dengan pasar,Β ketika kita memikirkan bagaimana reaksi pembaca terhadap tulisan kita, itu adalah arti luas akan pasar. Pasar yang paling mendasar adalah apa yang kita asumsikan di benak pembaca, bukan pembaca itu sendiri. Saat itulah menulis menjadi melambat.

Pikiran kita akan reaksi pasar yang tentu saja bersifat asumtif, membuat kita menahan diri untuk menulis. Kita benar-benar berpikir keras bagaimana kemauan pasar. Kita mulai mengurangi intensitas menulis karena sebagian besar waktu digunakan untuk berpikir, ya memikirkannya, pasar. Produktivitas kita jadi menurun karena kita sudah mulai membuat kategori, yang layak dan yang tidak layak. Kita mulai menghakimi diri sendiri dan sangat berhati-hati.

Baca juga,

Kehati-hatian dan memperhatikan (asumsi) pasar bukan berarti hal buruk. Ingat, aku tidak sedang berbicara tentang baik dan buruk. Aku hanya mengatakan penurunan produktivitas, paling tidak secara kuantitas, intensitas menulis. Karena itu, jika ada yang menyanggah bahwa tidak mungkin menulis tidak memperhatikan selera, keinginan, dari pembaca yang menjadi targetnya. Bukan, bukan begitu. Judul tulisan ini sudah membuat diksi ‘mengalir’, maka titik tekannya dalah pada kelancaran (fluency), produktivitas. Jadi, kalau kita ingin produktif dalam menulis, lupakan pasar, mulai menulislah!

Kalau memang pikiran kita menghantui bahwa pasar itu penting, sejenak jadikan ia tidak penting. Yang penting adalah menuangkan ide kita. Kalau memang tidak bisa ditepis bahwa pasar itu penting, maka selanjutnya serahkan pada sesi editing. Jangan-jangan yang dimaksud selera pasar hanya soal cara penyajian, bukan isinya. Kalaupun pasar judging our book just by the cover, ya itu karena mereka belum membaca. Jadi mereka belum punya kesempatan menikmati cara penyajiannya. Mereka hanya menghakimi berdasar tebak-tebakan akan isinya. Seperti halnya sebuah buku yang berisi kumpulan cerpen, maka bisa saja orang berpikir, “Owalah, cerpen paling yo ngono iku”. Nah, kita rugi sendiri bukan?! Maka dari itu, abaikan mereka dan tetap menulislah. Sudah siap mengalir dalam menulis?

0.00 avg. rating (0% score) - 0 votes
Tags: , , , ,

Artikel tentang Belajar Menulis Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>