Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya


Media sosial sudah menjadi bagian hidup sehari-hari. Hampir semua orang punya akun di media sosial. Beraneka nama akun hilir mudik, mulai dari yang apa adanya maupun yang sama sekali berbeda dengan yang mpunya. Apakah hal ini akan mempengaruhi pembentukan diri kita?

Bicara Media Sosial. Sumber Gambar: blog.thoughtpick.com

Punya akun facebook atau twitter? Pasti pada angkat tangan, kalau saja setelah kalimat tanya tersebut aku tambahkan, “Yang punya angkat tangan!”. Pernah juga aku dengar seorang teman yang tidak aku kenal (nah, teman apa ini namanya?) berkata, “Apa twittermu?” Terus teman yang ditanya jawab, “Ndak punya”. Nada bicaranya langsung ngegas, “Jaman gini, ndak punya twitter?!”. Kalau saja orang itu ngomongnya ke aku, pasti aku bilang, “Twitter itu punyanya Jack Dorsey” haha.

Iya, hampir semua orang punya akun twitter maupun facebook. Meskipun banyak macam media sosial lainnya seperti instagram atau youtube. Namun belakangan ini kedua media sosial yang pertama pertama disebut tadi begitu familiar dalam komunikasi perkenalan kita sehari-hari. Twitter atau facebook sudah seperti kartu nama saja.

Berbicara soal nama akun, twitter adalah media yang paling variatif macamnya. Kalau aku amati, paling tidak ada 3 jenis nama akun.

Pertama adalah akun terbuka. Ini adalah istilah yang aku berikan buat akun yang menuliskan nama pemiliknya apa adanya. Andai menuliskan tidak seperti aslinya, paling yang dilakukan pemilik akun hanya menyingkatnya.

Kedua adalah akun badan. Diberi nama akun badan karena akun ini memang seperti badan. Pemiliknya menggunakannya sebagai alat yang di luar dirinya. Contoh dari akun jenis kedua adalah akun lembaga, organisasi atau perusahaan.

Ketiga adalah akun pencitraan. Akun jenis ketiga ini yang sering kita bahas, karena unik. Contoh akun pencitraan adalah… ah, ndak enak kalau sebut nama. Hayo langsung ngaku aja deh yang pakai akun pencitraan..hehe.

Yang akan kita obrolkan kali ini adalah akun pencitraan. Akun punya karakternya masing-masing. Hal ini bisa kita lihat dari nama maupun isi tweet-nya. Sedangkan di sisi lain, yang punya aku juga punya kepribadian. Perkawinan keduanyalah yang melahirkan pencitraan.

Pencitraan ini seperti cara kita melakukan pertahanan diri. Di psikologi disebut defense mechanism. Tiap dari kita menggunakan mekanisme pertahanan diri. Salah satu fungsinya adalah kita gunakan ketika kita ingin menyampaikan maksud, tetapi kita ingin aman dari efek yang ditimbulkannya.

Media sosial itu bermata dua, satu sisi bisa menjadi topeng, di sisi lain justru tempat paling aman untuk jujur. Sering kita jumpai akun yang tidak menuliskan nama pemiliknya, menggunakan nama samaran. Dengan demikian, ia lebih leluasa untuk ngomong banyak hal yang ia inginkan. Nah, di sisi lain, ini akan membantu yang punya akun untuk jujur. Akun pencitraan punya keunikan ini, paradoks antara memasang topeng dan menampakkan diri yang sesungguhnya.

Apa efeknya jika kita menggunakan akun pencitraan? Apakah kita akan menjadi orang lain? Apakah kepribadian kita akan terbelah?

Memang ada dua kecenderungan ekstim yang akan terjadi, menjadi orang lain atau malah menguatkan pribadi pemiliknya. Lagi-lagi paradoks akun pencitraan terjadi di sini.

Bagaimana mungkin kita menggunakan karakter lain, tetapi kita tetap menjadi diri sendiri? Sangat bisa, karena membuat akun dengan segala isi yang kita rancang, itu berarti menempatkan sosok diri di luar diri kita. Bisa jadi diri yang kita buat itu adalah diri kita yang sebenarnya, yang selama ini terkekang karena berbagai sebab, misalnya norma atau khawatir dengan pandangan orang. Sebaliknya, akun yang kita buat tersebut nggak kita banget.

Kedua model akun pencitraan tersebut (diri yang sesungguhny tetapi ditopengi atau bukan diri sama sekali), membuat kita berada di dua kepribadian. Kejadian yang mungkin, kita bisa terbawa di salah satunya, terbelah menjadi dua, atau tetap aman hidup dengan keduanya.

Efek pertama, orang terbawa di salah satu akun. Ini dapat dilihat dari hidup matinya akun. Tak jarang aktivitas akun menurun dengan sendirinya. Lama-lama akun tersebut mati, karena tidak sesuai dengan pemiliknya, atau pemiliknya tidak bisa menyesuaikan diri dengan akunnya.

Efek kedua adalah keterbelahan kepribadian. Hal ini bisa terjadi ketika diri dan akun sama kuat dan terjadi secara bergantian. Tak jarang hal ini membuat pemilik akun bingung menempatkan diri pada dua situasi yang berbeda. Misalnya ia punya akun yang sosoknya keras, padahal dia sendiri lembut dalam kehidupan sehari-hari. Nah, bagaimana jika tiba-tiba pemilik akun kumpul dengan teman-teman dunia mayanya. Jelas berbeda antara orang dan akunnya.

Jika keterbelahan mendatangkan kebingungan, itu malah masih wajar. Bisa dibilang masih sehat buat pemilik akunnya. Bagaimana jika dia tidak bingung, tetapi sering mengalami peralihan kepribadian tanpa kendali kesadarannya. Apalagi jika peralihannya terjadi di sembarang waktu dan tempat.

Efek ketiga, pemilik akun tetap dengan kepribadiannya, sementara akunnya punya karater sendiri. Keduanya seperti dua orang yang berbeda. Jika berinteraksi dengan orangnya, maka kepribadian orangnya yang berperan. Namun jika kita berinteraksi lewat media sosial, maka karakter akunnya yang bermain. Jadi akun dan pemilik adalah dua mahluk yang berbeda. Kesadaran pemiliknyalah yang mengontrol.

Sumber Gambar: www.thefundraisingauthority.com

Demikian obrolan tentang jenis akun dan efek penggunaan akun pencitraan. Kamu punya akun pencitraan? Apa efek yang Kamu rasakan?


4 responses to “Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya”

  1. klo ane kayaknya model akun terbuka semi-pencitraan, hhe..

    efeknya.. ane kayaknya lebih talkative di medsos, tapi aslinya tetep pendiem, hha..

  2. kalo yang sering gonta-ganti avatar ato upload foto editan yg jauh beda dari sebenarnya itu termasuk yang mana? bahkan rela mengorbankan hubungan interpersonal-nya demi sebuah akun sosmed-nya 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *