Suda kenal dengan Bandura? Belum? Kenalan dulu dong. Kali ini, kita akan membahas tentang Observational Learning dari Albert Bandura untuk pembentukan perilaku. Simak yuk!
Selalu berawal dari sebuah kuliah. Belajar bersama mahasiswa memang bikin jadi kaya. Nah, Selasa kemarin, aku menemani mahasiswa belajar observational learning dari Albert Bandura di kelas Psikologi Belajar. Seperti biasa, tak perlu terlau banyak dan berumit-rumit, mari kita belajar pembentukan perilaku dengan observational learning Albert Bandura.
Kenapa harus belajar tentang observational learning? Mengamati atau mengobservasi adalah bentuk belajar dasar kita. Sejak kita anak-anak, kita belajar dengan mengamati. Arti mengamati ini lebih luas, yaitu meliputi melihat dan mendengar plus merasa. Oh, jadi bukan cuma melihat ya? Iya, di obervational learning sendiri, mengamati adalah sebuah paket lengkap untuk dikode menjadi makna yang kemudian disebut sebagai hasil belajar. Karena interaksi kita dengan kenyataan memang bersifat lengkap, seperti foto sekali jepret, gambarnya lengkap, meliputi figur (objek utama) dan groud (latar belakang). Apa outputnya? Yang namanya belajar, pastinya luarannya yang paling bisa diamati adalah perubahan perilaku yang relatif menetap.
Observational learning juga penting buat orangtua atau orang yang lebih dewasa dalam memberikan contoh kepada anak. Karena anak belajar dari perilaku kita, maka dengan memahami observational learning, maka kita bisa membantu belajar anak. Selain itu, kita juga bisa lebih berhati-hati dengan perilaku kita, karena anak mengamati dan akan mencontohnya.
Sebelum masuk kepada pembentukan perilaku ala observational learning Bandura, kita perlu pahami dulu, apa itu objek amatan. Objek amatan atau yang biasa disebut dengan model adalah segala sesuatu yang bisa diamati dan menjadi tempat anak untuk belajar. Televisi, radio, perilaku, kata-kata dan lain sebagainya, yang bisa diamati oleh anak, adalah objek amatan. Nah, bagaimana proses perilaku anak terbentuk dari mengamati objek amatan?
1. Atensi
“Cinta sejak pandangan pertama”, pernah dengar kalimat itu? Pasti pernah, karena berusan aku tuliskan. Sesutu yang kita baca, berarti pada saatn bersamaan kita mendengarnya (umpan balik penuh). Ah, yang ini nggak penting. Kita kembali kepada atensi sebagai proses awal observational learning.
Secara mudah, atensi bisa diartikan perhatian. Di sekitar kita banyak objek yang bisa kita amati. Semua objek tersebut saling bersaing merebut perhatian kita. Jika objek tersebut menarik buat kita, maka kita akan lebih memperhatikannya dibanding objek yang lain. Apa kriteria menarik? Kalau yang ini sifatnya subjektif. Pada anak-anak, objek yang mendatangkan rasa nyaman atau senang. Pada orang dewasa sama sih, tapi lebih diperkaya dengan rasionalisasi, sehingga tidak hanya menyenangkan, tetapi mungkin sudah memperhitungkan soal menguntungkan.
Berbicara soal objek amatan yang berebut atensi, objek bergerak lebih mudah untuk diperhatikan oleh anak. Diantara obejek bergerak tersebut, manusia lebih mudah menarik perhatian. Kok bisa? Manusia itu bisa bergerak sekaligus punya struktur atau pola bulls eyes (lingkaran konsentris atau memusat). Karena itu, wajah manusia lebih menarik perhatian anak. Ini adalah hasil penelitian dari Schaffer, ahli perkembangan.
2. Retensi
Objek yang sudah berhasil menarik perhatian akan dikode (indexing). Semakin kuat objek tersebut menarik perhatian anak, maka objek tersebut akan mendapatkan kode spesial.
Proses retensi ini sebenarnya kompleks. Pada proses pengodean, anak juga bisa melakukan justifikasi moral. Jika ia mengamati sebuah perilaku berbagi mendapatkan pujian atau hadiah, maka ia akan menjustifikasi bahwa perilaku berbagi adalah benar secara moral. Sebaliknya, jika merusak mainan diganjar dengan cubitan, maka anak akan menjustifikasi merusak mainan sebagai perilaku yang salah.
3. Produksi Perilaku
Reaksi atau proses elanjutnya dari atensi dan retensi adalah memproduksi perilaku. Jika anak sudah memahami sebuah keadaan atau objek, yang selanjutnya hal itu diartikan sebagai stimulus, maka anak akan siap membuat reaksinya. Apa bentuk rekasinya? Modelling. Anak akan menirukan perilaku yang mendatangkan emosi positif. Misalnya pada contoh anak yang berbagi tadi. Jika pujian atau hadiah berefek positif secara emosional, maka anak akan meniru perilaku berbagi. Begitu sebaliknya dengan contoh merusak mainan.
4. Motivasi
Selanjutnya, produksi perilaku akan diperkuat dengan motivasi. Pada tahap ini, terjadi lokomosi atau gerak. Anak sudah mendapat dorongan yang kuat untuk memilih dan melakukan sebuah tindakan.
Demikian pembahasan kita tentang observational learning Bandura. Semoga bisa bermanfaat, terutama untuk orangtua dan orang dewasa lain yang berada di sekitar anak. Karena yang perlu diingat, anak akan menirukan kita sebagai tempat untuk belajarnya.
Bagaimana Kamu menerapkan observational learning di rumah?
2 responses to “Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura”
Anak selalu belajar dari apa yang dilihat dan dapat dia tiru dalam melakukan sesuatunya. Salam kenal mas.
Sukses selalu
Salam wsiata
Salam kenal juga 🙂