Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
June 30, 2019 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert), Psikologi Populer . 0 Comments
Dalam tes psikologi atau psikotes, ada aspek potensi yang berkaitan dengan sikap kerja, yaitu kecepatan kerja dan ketelitian kerja. Bagaimana membuat kinerja optimal dengan memperhatikan kontribusi kedua aspek tersebut?
Sebelum membahas tentang kinerja optimal, sebelumnya aku akan berbagi cerita. Beberapa waktu yang lalu ada seorang klien yang meminta untuk diberikan pelatihan dengan beberapa target luaran, yaitu handling difficult people, communication skill, public speaking, creative problem solving, dan productivity management. Diantara target-target tersebut, saya tertarik untuk membahas productivity management dalam tulisan ini.
Awalnya saya bertanya kepada klien, apa maksudnya ‘productivity management’. Berdasarkan penjelasan klien, ternyata garis besarnya berkenaan dengan pembuatan skala prioritas dalam pekerjaan dan kehidupan. Ujung-ujungnya mengarah kepada keseimbangan antar semua urusan, termasuk antar pekerjaan dan keluarga (work life balance).
Kenapa saya memilih membahas tentang output ‘productivity management’ terlebih dahulu? Hal ini karena saya teringat dengan klien saya yang lain, yang saat itu menghendaki pelayanan berupa konseling karier. Klien saya ini adalah para siswa SMK yang hendak memetakan bakat, minat serta kesesuaiannya dengan profesi yang akan dipilih.
Saat sesi konseling, ada aspek psikologis yang dites dari para siswa tersebut, yaitu aspek kinerja. Dalam aspek tersebut terhadapat sub-aspek kecepatan kerja dan ketelitian kerja. Kedua sub-aspek ini diletakkan dalam satu aspek (kinerja) bersama dengan aspek ketahanan kerja dan keajegan kerja. Saya memilih menggunakan sub-aspek kecepatan kerja dan ketelitian kerja sebagai cantolan (anchor), karena kedua sub-aspek yang lain akan ikut dipengaruhi oleh kedua sub-aspek tersebut. Sebenarnya satu sama lain saling mempengaruhi. Tapi khusus untuk strategi pengoptimalan kinerja yang akan saya bahas ini, kedua sub-aspek (kecepatan kerja dan ketelitian kerja) itulah yang akan menjadi acuan. Jika kedua aspek tersebut terkelola dengan baik, maka ketahanan kerja dan keajegan kerja bisa disiasati.
Mari kita fokuskan kepada sub-aspek (selanjutnya bisa disebut dengan aspek saja) kecepatan kerja dan ketelitian kerja. Berdasarkan hasil tes, posisi keduanya bisa sangat berjauhan. Artinya, nilai atau angka yang dihasilkan dari tes bisa punya gap yang jauh. Dengan demikian, ada kemungkinan seseorang memiliki kecepatan kerja yang tinggi tetapi ketelitian rendah atau mempunyai ketelitian kerja yang baik tetapi lambat. Hal ini dapat menjadi masalah.
Baca juga:
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
Jika seseorang terlalu cepat dalam bekerja tetapi kurang teliti, maka hasil kerjanya akan banyak secara kuantitas tetapi jelek secara kualitas. Dengan kata lain, orangnya terburu-buru dan cenderung ceroboh. Sebaliknya, jika ketelitian tinggi tetapi kerjanya lambat, maka orang tersebut cenderung peragu dan takut salah. Orang terakhir ini akan bermasalah jika dihadapkan dengan batas waktu (deadline) kerja yang pendek.
Untuk optimalisasi kinerja, keuda aspek (kecepatan kerja dan ketelitian kerja) harus seimbang. Keduanya tidak harus sama, tetapi paling tidak berdekatan atau gapnya tidak terlalu jauh.
Bagaimana mungkin bisa disiasati jika memang itu adalah kondisi atau kecenderungan seseorang? Bisa. Kita dapat mengatur komposisi waktu yang kita miliki untuk sebuah pekerjaan atau tugas.
Contoh saja ketika kita mempunyai tugas dengan alokasi waktu seminggu atau tujuh hari, maka kita akan memecah modal waktu tersebut dalam kategori cepat dan teliti. Kita pecah alokasi waktu tujuh hari dengan komposisi kerja cepat selama 4 atau 5 hari dan bekerja secara cermat dalam 3 atau 2 hari sisanya. Kenapa kita mengatur dengan komposisi seperti ini?
Kebanyakan orang yang bekerja lambat karena sepanjang waktunya lebih banyak digunakan untuk mengoreksi daripada menyelesaikannya. Sebaliknya, orang yang ceroboh lebih berorientasi cepat selesai dan enggan mencermati hasilnya. Keduanya harus dijaga seimbang. Karena itu komposisi 4:3 atau 5:2 dapat diterapkan.
Saat melakukan komposisi 4 atau 5 awal, maka hendaknya kita bekerja dengan secepat-cepatnya. Target utama dalam komposisi 4 atau 5 adalah selesai, bagaimanapun kondisi hasilnya. Dengan kata lain, orientasi pertama adalah kuantitas. Pada saat komposisi ini, pikiran kita harus berdisiplin untuk menyelesaikan secepat-cepatnya. Pikiran kita tidak boleh tergoda oleh bisikan setan kualitas, yang selalu bilang, “Eh beneran tuh kerjaan udah bagus?”, “Jangan-jangan ada yang salah lho!” dan semacamnya. Kita harus menutup ‘telinga’ dari bisikan-bisikan ini. Baru di komposisi 3 atau 2, kita memberikan kesempatan setan kualitas untuk berbisik sepuasnya. Karena pada saat itulah kita melayani mereka. Di komposisi kedua ini, kita mencecek atua mengoreksi hasil kerja kita. Kita harus benar-benar membandingkan dengan standar. Bila perlu, hasil kerja kita bisa melampaui standar secara kualitas.
Demikian strategi untuk membuat kinerja optimal, yaitu dengan mengatur komposisi aspek kecepatan dan ketelitian kerja. Apakah Kamu pernah menerapkan strategi serupa? Atau Kamu punya strategi jitu lainnya? Boleh di-share di sini, agar kita berbagi ilmu dan saling mengoptimalkan kinerja.
Artikel tentang Inspirasi (Insert), Psikologi Populer Lainnya:
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Mengubah Keburukan Menjadi Kebaikan adalah Menciptakan Resonansi
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Menjadi yang BAIK, Tanpa Syarat
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- CARA MUDAH Manajemen Waktu dalam Menghadapi Deadline
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Agar Nikmat Melimpah, Kita Membutuhkan Rasa Syukur yang Sesungguhnya
- 3K, Bahan Bakar untuk Lokomotif Kehidupan Kita
- Ingin Memiliki Daya Saing? Jadilah Diri yang Original
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Pemilu Usai, Saatnya Berbuat untuk Negeri Ini
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Bagaimana #senja Bisa Menjadi Sumber Kebahagiaan?
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- Sholat Tarawih, Perjuangan Membentuk Karakter
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Manusia Dikendalikan Sistem Ciptaannya?
- Corona, Perpecahan Keyakinan yang Melelahkan dan Melemahkan
- Mempertanyakan Kekuasaan Tuhan
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Persepsi Tanpa Komunikasi Bisa Menjadi Prasangka
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Ketika Tidak Dipercaya, Bagaimana Cara Menciptakan Perubahan?
- Cerita: Menolong Nubi
- Perbuatan Baik Dapat Kembali Memurnikan Hati
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Inspirasi dan Menjadi Diri Sendiri
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis