Ketika Suami Bilang, “Lebih Cantik Istriku”, Percaya?
July 7, 2019 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Saya akan membagikan sebuah rahasia. Ssst jangan bilang-bilan! Pernah suami Anda bilang, “Lebih cantik istriku”? Anda percaya?
Sehabis jalan-jalan di mall, seorang istri membahas tetangganya yang barusan ketemu di mall. Si tetangga ini adalah seorang wanita yang cantik. Beberapa kali si suami memuji kecantikan wanita itu. Sampai suatu ketika suami bilang, “Masih lebih cantik istriku” setelah beberapa saat menatap wajah istrinya. Apakah Anda percaya ucapan suami Anda?
Ilustrasi di atas sebenarnya berlaku adil untuk ungkapan yang sama tentang pria yang macho dan si istri bilang, “Masih lebih gagah suamiku”. Berarti juga berlaku pertanyaan yang sama terhadap suami, apakah Anda percaya ucapan istri Anda?
Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, coba jawab dulu ketika konteks cerita di atas terjadi pada Anda! Atau malah pernah (bahkan sering) terjadi dalam rumah Anda?
Pertanyaan tersebut memang terkesan sangat provokatif. Tapi coba kita berefleksi jika kita pada posisi suami atau istri yang bilang bahwa istri atau suaminya lebih cantik dibandingkan orang lain yang siang tadi berpapasan dengan kita. Jadi tidak hanya memposisikan diri sebagai suami atau istri yang mendengarkan pasangannya mengatakan bahwa Anda lebih cantik atau ganteng.
Ketika seorang suami atau istri mengatakan “Lebih cantik istriku” atau “Lebih macho suamiku”, pada saat itu seorang suami atau istri yang mengatakannya dihadapkan dengan relasi legal dan kekuasaan. Secara ‘objektif’ (dalam tanda kutip) bisa jadi orang yang berpasasan dengan kita lebih cantik atau lebih macho dari suami atau istri kita. Namun akan lebih banyak merugikan kalau kita bilang “Dia lebih cantik (atau lebih macho) daripada Kamu”. Urusannya bisa panjang dan berdampak buruk selamanya.
Meskipun ada juga pasangan yang menganggap bahwa pernyataan pasangan yang berani bilang bahwa orang lain lebih cantik atau ganteng merupakan hal biasa dan bentuk kejujuran, namun tidak sepenuhnya demikian kejadian di dalamnya. Apa maksudnya ‘kejadian di dalamnya’?
Pada saat kita mengatakan bahwa orang lain lebih cantik/ganteng daripada pasangan kita, saat itu juga kita sedang menginvestasikan kekecewaan di benak pasangan. Siapa tidak ingin dibilang ganteng atau cantik oleh pasangannya? Siapa yang tidak ingin dibilang lebih ganteng/cantik ketika dibandingkan dengan orang lain oleh pasangannya? Jika kita berani mengatakan, maka bolehlah kita berharap dibilang objektif. Tapi itu cuma harapan kosong yang menyisahkan ‘kegetiran’ di hatai pasangan.
Sebaliknya, jika kita mengatakan bahwa pasangan kita lebih cantik/ganteng dibanding orang lain, dan pasangan kita bilang, “Gombal!”, pada saat itu kita investasi kesan positif, rasa menyenangkan bagi pasangan. Meskipun pasangan seolah tidak percaya ucapan kita, tapi dalam hatinya tetap berbunga-bunga.
Itu tadi adalah analisis permukaan saja. Coba kita cermati tentang relasi kuasa dan legalitas istri dan suami. Memuji orang lain (apalagi dibandingkan dengan pasangan) sama sekali tidak menguntungkan untuk dampak jangka panjang. Kita tidak punya relasi legal dengan orang yang kita puji. Maka memujinya tidak tiba-tiba membuat orang yang kita puji tersebut bersimpati, apalagi memujinya ‘di belakang layar’. Namun dampak langsung dapat kita tuai dari pasangan kita. Relasi kita dengan pasangan secara deyure terikat oleh legal formal pernikahan. Sementara di sisi defakto, dia pasangan yang hidup bersama kita, setiap hari akan bersua dan bercengkerama dengan kita. Mau setiap hari dipelototin dan sesekali ditapuk pake sendal dengan penuh kasih sayang?
Jadi, boleh saja kita tidak percaya dengan ucapan pasangan yang bilang “Lebih cantik istriku” atau “Lebih gagah suamiku”. Namun ketidakpercayaan kita tidak seratus persen menghilangkan apresiasi atas tindakannya tersebut. Meskipun dia belum jujur, tapi ketidakjujurannya itu adalah upaya yang berani dilakukan demi menjaga hubungan kita. Keberanian dari apa, keberanian menentang hati nurani yang memang mengatakan bahwa si dia lebih cantik/ganteng hehehe.
Pernah mengalami kondisi seperti ini? Bagaimana sikap dan tindakan Anda saat itu? Boleh dong di-share di sini. Tuliskan di kolom komentar ya..
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Pekerjaan atau Anak?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian