Ada kondisi dimana orang dikatakan tidak sadar. Tidak sadar ini dapat berarti hilang kesadaran atau tidak menyadari akan sesuatu. Lalu apa itu kesadaran?
Ini Hari Rabu dimana aku harus memberikan kuliah Psikologi Humanistik di jelang sore. Ini Hari Rabu dimana aku juga sedang tak enak badan. Bagaimana Hari Rabu dengan badan tak enak mengajarkan tentang kesadaran di Mata Kuliah Psikologi Humanistik?
Mata Kuliah Psikologi Humanistik diberikan kepada mahasiswa dua kali dalam seminggu. Biasanya aku mengampu pada hari Senin. Akan tetapi, karena Di Hari Senin aku lebih memilih tetap berada di dalam laboratorium bersama mahasiswa praktikum, maka aku bertugar dengan teman dosen, @airberbisik.
Karena badan sedang tak enak, maka persiapan sederhana tak bisa dielak. Malamnya kepala tak mau diajak kerjasama, sehingga mengandalkan waktku pagi seusai dobel kuliah, Filsafat Manuisa dan Teori Psikologi Perkembangan sampai jelang setengah dua.
Ternyanya rentang waktu itu tak seefektif dugaanku. Lagi-lagi otak yang mampet hanya mau diajak untuk menarik di atas keyboard atas nama twitter hehe. Sudah berusaha membaca, tetapi kepala semakin menolaknya.
Semua ku biarkan mengalir. Aku lebih memilih duduk di sofa dan memrosotkan punggung hingga setengah tidur posisiku. Berharap sekalian tertidur dan bangun tahu-tahu sudah jam tiga hahaha. Lewatlah sudah mata kuliah yang tersisa sore itu, Psikologi Humanistik.
Tapi tidur sepertinya tak memungkinkan. Ya, ku tunggu saja sampai waktu mengajar datang menjelang.
Namun demikian, tak berarti aku sama sekali tak tahu apa yang akan terjadi di perkuliahan. Setidaknya aku tahu capaian kuliah hari itu di desain yang sudah direncanakan. Hari itu, mahasiswa akan belajar tentang 1) Kritik Psikologi Humanistik terhadap aliran Psikologi sebelumnya. 2) Pemahaman dan kesadaran, 3) Kesadaran deskriptif dan mendeskripsikan kesadaran, 4) Analisis terhadap kesadaran. Berbekal tujuan atau output yang ditargetkan itulah aku melenggang 10 menit sebelum waktu yang seharusnya.
Hari ini tidak ada ide metode yang macam-macam dalam belajar. Macam-macam gimana? Biasanya aku menggunakan teknik fasilitasi kreatif agar mahasiswa mampu menemukan sendiri pemahaman dan skill-nya. Kali ini aku cuma ingin share, sedikit ceramah dan banyak ngobrol dengan mahasiswa.
Kalau aku perhatikan, dari empat capaian yang direncanakan, tiga yang terakhir membahas tentang kesadaran. Karena itulah, perkuliahan kali itu aku tekankan pada kesadaran. Untuk bagian yang pertama, sudah sering dibahas di beberapa mata kuliah, seperti Sejarah Aliran Psikologi, Psikologi Umum atau di Psikologi Kepribadian.
Kritik Psikologi Humanistik terhadap aliran Psikologi sebelumnya sudah pasti ditujukan untuk Psikoanalisa dan Behavioristik. Karena sudah sering mereka baca, maka aku serahkan isinya kepada mahasiswa. Ada yang mengatakan bahwa aliran Behavioristik bersifat elementaristik, memandang manusia tidak utuh, hanya sebagai perilaku dan sebagainya. Begitu juga Psikoanalisa yang dikatakan terlalu melihat manusia negatif, melulu mengutamakan ketidaksadaran dan sebagainya.
Nah, bagian yang sepertinya penting selanjutnya adalah tentang kesadaran. Berdasarkan desain, maka akan aku berikan satu persatu. Karena tidak dilakukan dengan membaca buku terlebih dahulu, maka ini adalah ilmu hati yang bersandar pada kekuatan intuisi hehe.
1. Pemahaman dan Kesadaran
Menurutku, kesadaran itu lebih identik dengan tahu. Bukannya ketika kita tahu sesuatu, kita dikatakan sadar? Itu menurut biasanya orang awam mengatakan. Dan itu ada benarnya. Lha terus bagaimana dengan paham?
Iya, paham memang lebih tinggi daripada sekedar tahu. Atau bisa juga dikatakan, paham diawali dengan tahu sebagai dasarnya. Yang tidak pernah kita tahu adalah paradoks tahu dan paham dalam konteks kesadaran.
Ketika kita berusaha memahami, maka kita mulai lebih dari sekedar tahu. Jika kita melihat sebuah benda, misalnya meja, maka kita mulai tahu. Ketika kita berusaha memahami, maka kita membuat konsep tentang meja. Benda itu menjadi lebih definitif. Misalnya, meja adalah benda terbuat dari kayu atau besi mempunyai kaki dan bisa digunakan untuk meletakkan benda serta melakukan aktivitas yang membutuhkannya untuk tatakan. Jika kita yang membuat pemahaman menemukan benda yang berbeda tetapi masih sesuai dengan definisi meja, maka kita menyebutnya meja.
Lebih dari itu semua, ketika kita membuat pemahaman yang lebih dari sekedar mengenali sesuatu, maka kesadaran kita sedang bergeser. Kita sudah terpisah dengan sense terhadap benda yang sedang kita hadapi. Dalam bahasaku, kesadarannya dipindahkan kepada objek lain, mungkin objek yang lebih imajiner. Dalam bahasa yang lebih awam, orang tersebut mulai tidak sadar.
Usaha memahami dilakukan dengan memadukan apa yang kita alami di alat indera dengan pengalaman masa lalu atau imajinasi masa depan. Memadukan dengan berbagai hal ini berarti mencabut benda dari pengalaman sensori pertama. Pada saat itu, orang awam menyebutnya mulai tidak sadar.
2. Kesadaran deskriptif dan mendeskripsikan kesadaran
Ketika aku minta mahasiswa mendeskripsikan kesadaran, mereka mengalami kesulitan. Karena memang sulit mendefinisikan kesadaran. Ada yang bisa menggambarkan kesadaran?
Sulitnya menggambarkan atau mendefinisikan kesadaran ini berhubungan dengan yang sudah kita bahas sebelumnya. Kesadaran berhubungan dengan tahu. Ketika tahu, orang yang sadar itu mengalami sesuatu secara sensori, alat inderanya mengetahui sesuatu. Ini bararti, kesadaran tidak pernah lepas dari realita yang disadari. Kesadaran tidak pernah kosong. Akan lebih mudah bukan jika kalimat “Sadar akan….”, di bagian titik-titiknya ada isinya. Nah, seperti itulah mendefinisikan kesadaran, tak pernah lepas dari objek yang diacu. Jika objeknya dihilangkan, maka kesadaran itu sendiri diragukan keberadaannya.
Kesadaran yang dihubungkan dengan tahu atas pengalaman sensori inilah yang disebut sadar oleh orang awam. Ketika sudah tidak deskriptif lagi, sudah mulai konseptual, bahasanya sudah mulai abstrak, maka kesadaran mulai hilang. Kalau aku sendiri lebih suka menyebutnya kesadaran yang beralih.
Dengan demikian, mendeskripsikan kesadaran memang sulit, tapi agar lebih mudah, kesadaran harus mendeskripsikan sesuatu. Mendeskripsikan kesadaran memang tidak mudah, tetapi menggambarkan kesadaran deskriptif menjadi lebih mudah.
3. Analisa terhadap kesadaran
Bagian yang ketiga ini pasti berisi tulisan yang paling sedikit. Kenapa? Karena analisa tentang kesadaran sudah dilakukan pada poin pertama dan kedua di atas.
Demikian kuliah Psikologi Humanistik tentang kesadaran kali ini.
Buat Kamu yang punya pengalmaan atau pandangan sendiri tentang kesadaran, yuk di-share di sini!
3 responses to “Kamu Menyebutnya Kesadaran”
[…] kita kemarin membahas tentang kesadaran, sekarang kita akan membahas tentang gerak kesadaran. Salah yang menentukan gerak tersebut adalah […]
Kalau dari sudut pandang Islam,
kesadaran disederhanakan menjadi pengakuan kehambaan seorang manusia terhadap Rabb-nya, dilisankan dalam syahadat, dan diaktualisasikan dalam perkataan dan perbuatan,
🙂
Nah, yang ini juga sangat sependapat