Setiap bagian kecil dari rancangan pembelajaran kita seharusnya utuh dan punya makna. Karena itu, ayo kita buat desain belajar yang lebih dari aktivitas saja, tetapi punya kontribusi untuk pencapaian tujuannya.
Meski sudah hampir seminggu berlalu, pasti untuk pengalaman menyenangkan karena melibatkan passion akan sulit terlupakan. Pengalaman apa itu? Terlibat dalam pembelajaran mahasiswa, penciptaan cara kreatif untuk memandu atau memfasilitasi mereka.
Begini ceritanya. Senin yang lalu, 5 Maret 2012 aku masuk di kelas Psikologi Humanistik. Kali itu kami membahas tentang sejarah humanistik. Wah, ngomong sejarah sebenarnya bunuh diri. Bagaimana tidak, nginget nama jalan aja susah, menghafal tahun sulit, bagaimana bisa mengajarkan sejarah hehe.
Memang bukan untuk dihafal sih sejarah yang satu ini. Yang terpenting pada belajar sejarah kali ini adalah tentang spirit atau garis peristiwa yang kemudian melatarbelakangi lahir dan berkembangnya humanistik.
Biasanya aku ceritakan proses terjadinya pembelajaran, agar kita semua bisa saling belajar dari proses tersebut. Tapi kali ini akan aku ceritakan sedikit dan aku perbanyak pembahasannya. Untuk selanjutnya, diharapkan kita semua punya cara untuk menarik prinsip dalam mendesain proses belajar dengan penemuan yang aktif.
Siang itu di mendung yang menggulung, bikin hati sendu dan menggalau #cieee, kelas humanistik dimulai dengan membicarakan apa luaran atau output yang akan jadi capaian mahasiswa saat itu. Ini yang disebut AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Ku).
Pentingnya mensosialisasikan AMBAK adalah untuk menentukan fokus, memperjelas misi pembelajaran. Dengan AMBAK sudah diketahui lebih dulu oleh murid atau mahasiswa, segala aktivias selama proses diarahkan untuk mencapai hal tersebut. Pada waktu itu, tujuannya adalah belajar sejarah untuk mengetahui bagaimana humanistik lahir.
Awalnya aku ajak mahasiswa untuk mengumpulkan modal yang dimiliki. Lho modal apa? Emangnya mau bikin usaha? Karena ini pertemuan pertama yang mulai masuk kepada substansi belajar, maka aku ajak untuk mengumpulkan modal pengetahuan tentang humanistik. Pengetahuan yang dimaksud tidak harus teoritis atau dari buku, tetapi bisa juga dari pengalaman sehari-hari mahasiswa.
Untuk apa mengetahui modalitas? Pertama, untuk mengetahui dasar pengetahuan yang sudah dimiliki mahasiswa tentang humanistik. Kedua, modalitas ini akan jadi pijakan untuk proses belajar selanjutnya.
Bagaimana caranya? Mahsiswa aku minta mengelurkan sehelai kertas dan menyiapkan alat tulis. Dalam waktu kurang lebih 1 menit, mahasiswa aku minta membuat daftar kata kunci tentang humanistik. Mereka dipersilahkan menuliskan apa saja yang terlintas di benak, selama menurut mereka itu ada kaitannya dengan humanistik.
Setelah waktu habis, mahasiswa aku minta menghitung, berapa banyak kata kunci yang telah mereka daftar. Waktu itu aku tanya yang dapat di atas 10 kata kunci. Ternyata beberapa orang mendapatkan sampai 20 kata. Tentu saja kita perlu mengapresiasi yang seperti ini. Applause dipersembahkan untuk mereka.
Aku minta mahasiswa menandai kata-kata yang menurut mereka bersifat teoritis dan kata-kata yang sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa kok dilakukan hal ini? Pertama, untuk mengapresiasi pengetahuan mahasiswa, baik yang teoritis maupun yang berasal dari pengalaman hidupnya. Kedua, untuk mengetahui komposisi pengetahuan dari teori dan yang berasal dari pengalaman hidup. Artinya, setiap anak itu unik dan membawa pengetahuannya masing-masing ke kelas. Dan yang ketiga, pastinya ini akan digunakan untuk proses selanjutnya.
Mahasiswa aku minta untuk mebentuk kelompok dengan jumlah 5-6 orang tiap kelompok. Karena sudah menjadi kelompok, maka kata kunci tentang humanistika jadi milik bersama kelomok. Berarti tiap kelompok memiliki kata kunci yang banyak.
Dalam kelompok mereka membuat pertanyaan. Mereka mengelola kata kunci milik kelompok menjadi 10 pertanyaan, 5 pertanyaan dari kata kunci yang teoritis dan 5 lagi dari kata kunci yang berasal dari kehidupan sehari-hari. Ini dimaksudkan agar ada keseimbangan antara pembelajaran dari teks dan dari realita.
Kenapa kok bikin pertanyaan. Pertanyaan bersifat terbuka. Ini adalah awal pencarian, karena dengan pertanyaan orang akan mencari jawaban. Pertanyaannya tentang apa? Nah, berarti butuh panduan, pertanyaan apa yang harus mereka buat.
Aku meminta mereka membuat pertanyaan berdasarkan elemen-elemen dalam belajar sejarah, yaitu: zeit geist (semangat jaman), anteseden (later belakang), tokoh, konsep, kontribusi dan kritik. Seputar itulah 10 pertanyaan yang akan mereka bikin.
Sekedar pengetahuan, kita perlu tahu sekedarnya, apa makusd dari elemen-elemen sejarah. Zeit geist atau semangat jaman adalah atmosfir yang sedang terjadi waktu itu disebuh tempat atau negara. Kejadian, peristiwa atau atmosfir di sekitar yang memungkinkan lahirnya humanistik. Anteseden adalah penyebab langsung yang membuat humanistik lahir. Tokoh adalah para ilmuwan yang ada di Psikologi Humanistik. Konsep adalah teori yang ada atau dilahirkan oleh tokoh. Kontribusi ialah sumbangan humanistik terhadap keilmuan psikologi dan kehidupan. Kritik adalah kekurangan atau kelemahan dari teori.
Setelah waktu berjalan 15-20 menit, usai sudah mahasiswa membuat pertanyaannya, mereka menukarkan dengan kelompok yang lain. Mereka memutar lembar pertanyaannya dari satu kelompok ke kelompok berikutnya. Nah, aktivitas selanjutnya adalah mencari jawaban dari pertanyaan milik kelompok lain tersebut.
Kalau hanya menjawab pertanyaan, kurang menantang. Apalagi berbicara tentang sejarah, yang terpenting adalah ceritanya. Karena itu, cara menjawab pertanyaan tersebut dengan membuat cerita.
Selain untuk membuat tantangan, bercerita juga membuat sejarah jadi lebih nyata. Bahkan mahasiswa bisa membuat cerita dengan sejarah yang sangat personal tentang tokoh humanistik. Mereka bisa menuliskan tentang masa kecil tokoh, tentang percintaannya, tentang sekolah dan cara tokoh bermain dengan teman-temannya dan sebagainya. Menarik bukan?!
Cara membuat ceritanya dibantu dengan story board. Apa itu? Story board adalah lembar bantu untuk membuat cerita yang terdiri dari petak-petak yang disusun dan di dalamnya mengandung elemen cerita, yaitu tema atau topik cerita, tokoh, setting tempat dan waktu, serta alur.
Setelah story board terisi dengan deskripsi elemen-elemen cerita, mahasiswa membuat draft cerita mereka dalam kelompok. Setelah selesai, mereka akan menceritakannya. Dan bagian ini akan terjadi Senin minggu depan. Jadi, tunggu cerita selanjutnya.
Mudah-mudahan di dalam cerita pengalaman ini kita temukan rasionalisasi yang melahirkan prinsip-prinsip bagaimana memanajemeni kelas. Apa pelajaran yang bisa Kamu ambil untuk pembelajaran yang akan Kamu pandu?
4 responses to “Membuat Desain Belajar yang Optimal”
nyoba tak praktekkan ndek kelasku….
Selamat mencoba, Mas 🙂
[…] Membuat Desain Belajar dengan Elemen-elemen yang Bermakna […]
Mantab ini, Master *salaman*