Tips Fasilitasi Belajar: Menggunakan Contoh untuk Menjelaskan


Dalam proses pembelajaran, tidak jarang orang mengalami kesulitan menangkap materi atau konsep penjelasan. Untuk itu dibutuhkan cara yang memudahkan mereka. Salah satunya dengan menggunakan contoh untuk memudahkan fasilitasi belajar.

Buat teman-teman sekalian yang memiliki pekerjaan atau profesi dalam bidang yang memfasilitasi orang lain untuk memahami sesuatu, seperti guru, pelatih, mentor, dosen dan sebagainya, tentunya selalu terilbat dengan materi-materi yang harus disampaikan kepada orang lain. Orang lain ini yang menjadi sasaran informasi atau konsep yang kita sampaikan, bisa siswa, mahasiswa, peserta pelatihan, mentee, konselee dan sebagainya.

Tidak jarang kita dihadapkan pada kesulitan untuk membuat orang lain memahami materi dengan lebih mudah. Ada banyak cara yang dapat diterapkan, agar penjelasan kita mudah dipahami. Mulai dari mengubah istilah sulit menjadi istilah yang sangat familiar, menggunakan peragaan, praktik secara langsung, dan menggunakan contoh-contoh.

Kali ini kita akan membahas tentang penggunaan contoh dalam penjelasan. Contoh sendiri memiliki definisi sesuatu atau barang yang memiliki sifat yang sama dengan sesuatu atau barang lain, sehingga dapat digunakan untuk mewakilinya. Contoh juga dapat berarti sesuatu untuk ditiru. Contoh dapat berupa demonstrasi tentang bagaimana sebuah tugas atau pekerjaan dilakukan. Dengan kata lain, contoh adalah sesuatu hal yang lain dari yang kita sampaikan, tetapi dengan sifat yang lebih nyata bagi pendengarnya.

Sebelum kita membahas bagaimana memberikan atau membuat contoh atas penjelasan, mari kita kenali dulu, seperti apakah sifat contoh yang memudahkan orang dalam hal memahami dan mengingatnya. Meskipun sebenarnya, contoh juga dapat menjadi alat persuasif untuk meyakinkan orang lain terhadap pandangan kita. Lebih jauh lagi, contoh juga dapt menggerakkan orang lain untuk bertindak.

Membahas tentang memahami dan mengingat, kita tidak hanya berbicara tentang kerja kognitif, tetapi juga keterlibatan emosi di dalamnya. Kesan yang ditimbulkan oleh materi atau konsep yang disampaikan, tidak hanya berkenaan dengan isi, tetapi juga efek emosi yang ditimbulkannya, misalnya berbicara tentang cara penjualan yang menimbulkan motivasi untuk menjual, berbicara tentang konsep relasi yang memunculkna rasa penasaran untuk dapat menjalin hubungna dengan lawan jenis dan sebagainya. Karena itu, contoh yang kita gunakan seharusnya juga memiliki efek secara emosional. Berikut ini adalah sifat contoh yang efektif untuk fasilitasi proses belajar.

  1. Nyata

Sifat nyata dari contoh dapat diartikan familiar atau ada dalam kehidupan nyata. Jika contoh yang kita gunakan adalah di sekitar orang yang menjadi sasaran informasi kita. Jika peserta kita adalah siswa, maka kemungkinan contoh yang kita hadirkan adalah tentang keluarga, teman sepermainan atau sepantaran (peers). Karena itu, seoran fasilitator, guru, trainer, harus peka tentang kondisi real dari murid atau peserta training yang sedang ia fasilitasi. Selain itu, pengalaman kita juga dapat kita share sebagai contoh.

2. Lucu

Contoh yang lucu juga dapat menjadi pilihan untuk memudahkan orang lain memahami dan menyimpannya di memori. Untuk belajar membuat kelucuan, stand up comedy adalah salah satu sumber referensi yang dapat kita gunakan. Misalnya dengan menggunakan metode rule of three yang bisa digunakan oleh para comic. Menyebutkan dua hal yang normal dan sisanya adalah sesuatu yang tidak normal.

3. Ekstrim

Contoh yang ekstrim adalah contoh yang tidak wajar atau nyeleneh. Contoh semacam ini bisa nyata atau rekaan. Yang jelas, contoh ini digunakan untuk membuat peserta terlibat secara emosional dengan lebih kuat.

Bagaimana contoh dari penerapan ketiga sifat contoh di atas? Ada pidato menarik dari Presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu. Ia menyinggung soal stagnasi perguruan tinggi untuk mendukung akselerasi pembangunan, produksi dan sebagainya. Menurut Pak Presiden, perguruan tinggi harus peka terhadap perkembangan jaman. Mereka harus lebih berani. Keberanian tersebut dapat diwujudkan dengan membuka jurusan-jurusan baru yang lebih up to date, misalnya jurusan pemasaran digital, media sosial, bahkan jurusan meme.

Sepertinya Pak Presiden bermaksud lebih dari sekedar agar informasinya lebih mudah dipahami. Beliau ingin informasi yang ia sampaikan lebih persuasif, mempengaruhi keyakinan audience, yang pada waktu itu adalah para civitas academica. Bahkan bila perlu ditindaklanjuti dalam upaya yang lebih konkrit oleh pendengarnya.

Presiden menggunakan contoh yang normal pada awalnya dan bersifat nyata untuk kebutuhan perkembangan jaman dewasa ini, yaitu pentingnya jurusan digital marketing. Beliau kemudian memberikan contoh yang jauh lebih spesifik, yaitu jurusan social media, yang belakangan ini juga gencar pemanfaatannya, baik untuk hal yang positif maupun penyebaran hoax. Kalau mau berpikir rasional, kita bisa membayangkan bahwa di jurusan tersebut juga akan ada materi etik dan filtering atau menangkal hoax.

Pada contoh yang ketiga, Presiden secara sadar menggunakan contoh yang paling nyeleneh atau ekstrim. Ini sudah berkaitan dengan persuasi. Presiden seolah menunjukkan urgensi untuk mempertimbangkan jurusan yang paling konkrit dibutuhkan oleh perkembangan jaman, dengan menggunakan contoh ekstrim yang lucu. Ini jelas bukan disebabkan karena presiden tidak paham dengan akar dan pohon ilmu dalam membuat fakultas atau jurusan baru. Ini soal motifnya untuk menggerakkan orang lain untuk melakukan yang ia himbau. Ia sengaja memberikan contoh yang nyeleneh dan lucu. Dengan sendirinya, Pak Presiden sudah menggunakan rule of three yang biasanya diterapkan dalam stand up comedy.

Semoga pembahasan yang sedikit ini bermanfaat, terutama buat teman-teman yang profesinya berkenaan dengan bidang fasilitasi belajar. Atau jangan-jangan, teman-teman sudah sering menerapkannya. Kalau ya, boleh dong dibagi di sini, agar orang lain juga dapat belajar dari pengalaman teman-teman semua.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *