Perilaku anak berkembang, bisa dibentuk atau diubah. Membentuk atau mengubah perilaku anak bisa dengan nasihat, perintah, larangan, atau ancaman. Tentu saja, bahasa positif mendatangkan perubahan positif pada diri anak.
Pernah bingung bersikap kepada anak yang sedang berniat melakukan sesuatu yang kita larang, misalnya anak mau bermain hujan, memakai pisau, pergi sendiri ke tempat berbahaya dan sebagainya? Pasti pernah.
Persoalannya, kita lebih sering sulit mengambil sikap atas tindakan mereka. Apalagi banyak yang mempersoalkan kata ‘jangan’ ketika hendak melarang atau mengarahkan anak. Kamu termasuk yang mengalami kesulitan ini?
Dalam salah satu konsultasi yang berkenaan dengan kata ‘jangan’, seseorang bertanya tentang cara menggunakan kata ‘jangan’ untuk menghilangkan perilaku anak yang tidak dikehendaki. Si ibu kesulitan untuk tidak menggunakan kata ‘jangan’. Secara otomatis, yang keluar dari mulutnya adalah kata ‘jangan’ atau yang semacam itu.
Aku menceritakan pengalamanku ketika melarang Bintang naik ke lantai atas sebuah toko perlengkapan bayi. Bagian atas toko belum dipakai, masih direnovasi. Aku bilang ke Bintang, “Mau ke atas? Ajak ibu dulu dong! Kasihan ibu kalau tidak diajak”. Ibunya memang sedang ada di bagian susu formula. “Ayo coba ajak ibu, dia mau atau tidak” demikian lanjutku.
Aku dan Bintang tidak jadi naik. Kami mencari ibunya di bagian susu formula. Untungnya, Bintang jadi lupa keinginannya ke lantai atas. Padahal, kalimat yang aku pilih tadi sudah aku siapkan untuk beberapa kemungkinan. Karena strategi ini pernah berhasil saat aku, Bintang dan ibunya di toko pakaian. Bintang ingin naik ke lantai atas yang hanya diperbolehkan buat karyawan.
Apa yang sudah aku persiapkan dengan mengatakan beberapa kalimat sakti (di atas) kepada Bintang?
Sebenarnya bisa saja aku menggunakan kata ‘jangan’. Namun aku lebih memilih, “Mau ke atas? Ajak ibu dulu dong! Kasihan ibu kalau tidak diajak”. Kalimat ini jelas lebih positif daripada menggunakan kata ‘jangan’ atau mengatakan ‘tidak boleh’, apalagi menakut-nakuti atau mengancamnya. Lebih daripada itu, kalimat yang aku pilih tersebut punya keunggulan, diantaranya:
1. Lebih positif
Kalimat “Mau ke atas? Ajak ibu dulu dong! Kasihan ibu kalau tidak diajak” memang tidak seketika menyelesaikan persoalan, karena pada kalimat tersebut tidak ada arahan yang membawa kepada keputusan. Kalimat tersebut masih membuka peluang buat anak untuk naik. Kalimat ini memang hanya langkah pembuka untuk kemungkinan yang terjadi berikutnya.
Sebenarnya ada pilihan lain. Coba bandingkan dengan, “Enakan di lantai bawah saja”. Apa bedanya? Kalimat yang aku pilih memberikan peluang kepada anak untuk membuat keputusannya sendiri. Sedangkan kalimat “Enakan di lantai bawah saja” mengarahkan anak pada pilihan kita. Ada judgment bahwa lantai bawah lebih enak.
2. Tidak langsung memutus keinginan anak
Kalimat “Mau ke atas? Ajak ibu dulu dong! Kasihan ibu kalau tidak diajak” tidak memutuskan keinginan anak. Hal ini karena kalimat tersebut memberikan peluang kepada anak untuk membuat keputusan yang lain.
3. Menguatkan diri anak
Bagaimana kalimat “Mau ke atas? Ajak ibu dulu dong! Kasihan ibu kalau tidak diajak” bisa menguatkan diri anak? Kalimat tersebut tidak mengecilkan keputusan anak untuk naik ke atas. Coba bandngkan dengan kalimat ini, “Kalau mau naik ke atas, ditemani bapak dan ibu dong!”. Kalimat “Mau ke atas? Ajak ibu dulu dong! Kasihan ibu kalau tidak diajak” menempatkan anak pada posisi yang berharga, karena anak yang mengajak ibunya. Kalimat yang kedua, anak diantar oleh ibunya. Nah, yang mana yang lebih menguatkan diri anak?
Bagaimana dengan kalimat, “Ayo coba ajak ibu, dia mau atau tidak”? Ini adalah kalimat tambahan yang sengaja aku katakan kepada Bintang. Kalimat ini aku katakan untuk mengantisipasi kalau Bintang ngeyel ingin mengajak ibunya naik ke lantai atas. Dalam kalimat tersebut, mengandung syarat yang harus dipenuhi sebelum Bintang mengajak ibunya naik ke lantai atas. Syaratnya ya ‘kalau ibunya mau’.
Demikian cara kita menggunakan bahasa positif untuk perubahan positif pada perilaku anak. Ada trik yang lainnya? Bagi dong! 🙂
3 responses to “Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak”
ane setuju banget, kadang anak paling suka meniru apa yang dilakukan orang tuanya
wah keren, sangat bermanfaat. kalau saya lihat dilingkungan desa saya. banyak yang belum mahami tentang hal ini. karena memang mungkin kurang informasi atau ketidak tahuan orang tua. Hem, memang anak itu seperti bibit. baik gaknya tergantung siapa yg ngerawat. 🙂
Betul, Mas