Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas


Anak memang butuh diarahkan, karena anak masih belum matang membuat pilihan, terutama pilihan-pilihan strategis. Namun jika segala sesuatunya selalu didikte, maka keberanian dan kreativitas anak akan tumpul.

Saya terungat satu pengalaman anak saya ketika masih di PAUD. Dulu, ia memiliki cita-cita menjadi singa. Pada saat implek dan musim barongsai, ia ingin menjadi barongsai. Menurutnya, barongsai juga singa. Tapi tidak lama beberapa hari setelah itu, ia pulang dengan cita-cita yang tak lagi menjadi singa atau barongsai. Ia ingin menjadi polisi. Ketika saya tanya, kenapa ingin jadi polisi, ia menjawab, kata bu guru, singa bukan cita-cita. Saya cuma tersenyum saja, karena terlalu menurut saya, terlalu dini untuk memotong gairahnya. Sayang sekali memang.

Pengalaman itu cuma anteseden. Itu cuma bersifat analog saja, karena fenomena seperti tersebut berbeda dengan mendikte atau terlampau mengarahkan.

Oh ya, saya ingat lagi satu pengalaman. Suatu saat Bintang (saat ini ia sudah SD), membawa pulang pekerjaan rumah, yaitu tugas matematika. Sebenarnya bukan pekerjaan rumah yang diharuskan. Tapi Bintang menganggapnya seperti itu, karena ia suka mengerjakannya. Dia menggunakan satu cara tertentu, yang kemudian saya anggap tidak efektif untuk menyelesaikan hitungan tersebut. Tapi untunglah Bintang itu sudah terbiasa berargumen, jadinya ya ngeyel. Pasca dia ngeyel, saya tersadar bahwa saya terlalu mengarahkannya. Maka saya biarkan saja dia mengerjakan dengan caranya.

Sambil saya amati bagaimana ia mengerjakan, Bintang dapat menangkap wajah saya masih belum seratus persen lega. Lantas ia menjelaskan bagaimana cara kerja hitungannya. Saya tertegun. Ia menggunakan logikanya. Cara yang ia terapkan sesuai dengan dirinya, sesuai dengan nalar yang ia kembangkan sendiri. Hasilnya tetap sama, meskipun awalnya saya menilainya tidak efektif. Tapi ternyata itu efektif untuk mengembangkan pola berpikirnya. Justru ketika dia diberi kesempatan mengerjakan dengan caranya, dia lebih percaya diri, lebih berani, dan kreativitasnya menjadi berkembang.

Ilustrasi dari pengalaman tersebut menunjukkan bahwa mengarahkan hanya akan menjadikan anak mempersempit pilihan, dan akhirnya ia berpikir bahwa hanya ada satu pilihan. Dampak selanjutnya, ia akan menganggap cara yang lain tidak rasional. Akibatnya, ia menjadi tidak berani untuk mengambil cara yang lain. Mari kita jelaskan secara lebih rinci proses bagaimana mendikte dapat menumpulkan kreativitas dan keberanian anak.

Anak melakukan dengan caranya –> Anak disalahkan atas caranya –> Anak diarahkan kepada cara orangtua –> Cara orangtua dipakai oleh anak –> Cara orangtua dianggap benar dibanding cara yang lain –> Ketika menggunakan cara lain, ia takut salah –> Karena takut salah, cara tersebut menjadi tidak efektif –> Cara tersebut dianggap salah dibanding cara yang ditawarkan orangtua –> Anak menganggap hanya cara orangtua yang benar –> Anak cuma punya satu pilihan cara –> Anak tidak berani mengambil cara lain –> Inisiatif anak jadi tumpul –> Keberanian anak berkurang –> Ketakutan akan membuat anak tidak berani mencoba –> Kreativitas anak menjadi tumpul.

Demikian alur proses bagaimana mendikte anak dapat menumpulkan keberanian dan kreativitas anak. Bagaimana pendapat Ayah, Bunda, Kakak semua?


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *