Psychology | Learning | Parenting | Writing | Education

 

Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi

Desember 17, 2015 . by . in Parenting . 0 Comments

Apa yang dipikirkan dan bagaimana berpikir, antara orangtua dan anak, pasti berbeda. Begitu juga bagaimana perasaan orangtua dan anak, terutama ketika mereka berinteraksi. Karena itu, penting mengelola emosi dalam pengasuhan. Berikut ini akan kita bahas tentang pencocokan prediksi.

Suatu malam, Ayah/Bunda/Kakak sedang asik membaca sambil rebahan di tempat tidur. Di samping ada si kecil yang sedang asik bermain dengan mobil-mobilan kecilnya. Dia menabrak-nabrakkan mobilnya satu sama lain, sehingga timbullah suara benturan-benturan. Apa yang Ayah/Bunda/Kakak rasakan?

Sebagian dari Anda mungkin merasa terganggu jika mengalami hal itu, karena mungkin Anda membutuhkan ketenangan dan konsentrasi ketika membaca. Ditambah lagi, mobil-mobilan yang Anda belikan ada kemungkinan mengalami kerusakan.

Lalu, apa yang Anda lakukan?

Ok, anggap saja Anda masih asik dengan bahan bacaan dan berusah mempertahankan konsentrasi. Ternyata, tiba-tiba mobil itu tidak ditabrakkan satu sama lain, tetapi mulai diarahkan ke wajah Anda. Memang tidak langsung menabrak Anda. Tapi sensasi mobil mendekati wajah pasti ditangkap dan bisa dirasakan oleh Anda.

Lalu apa yang Anda lakukan?

Apakah Anda akan memperingatkan anak akan tingkah lakunya, atau memarahinya?

Ok, anggaplah Anda memilih salah satu diantaranya atau bahkan bukan keduanya. Akan tetapi, kemungkinan besar kita merasa terganggu dan mungkin merasa jengkel dengan tingkah laku anak. Mari kita lihat kembali peristiwa tersebut, terlepas apapun tindakan yang kita pilih sebagai reaksinya.

Awalnya, anak menabrakkan mobil-mobilannya satu sama lain. Kenapa setelah itu anak mengubahnya menjadi mengarahkan mobil ke wajah kita? Sebenarnya apa motif anak mengubah perilakunya tersebut?

Coba kita tanya kembali kepada diri kita, bagaimana perasaan antara ketika anak menabrakkan mobilnya satu sama lain dengan ketika mengarahkan laju mobilnya mendekati wajah kita. Apa perbedaan perasaan kita? Antara kedua tindakan tersebut, lebih mudah mana dalam memancing reaksi kita?

Anak sengaja mengubah strateginya agar kita mengalihkan perhatian kepadanya. Coba ingat lagi, apakah bisanya Anda bermain bersama anak? Mungkin saja anak menginginkannya. Mungkin jika biasanya kita tidak bermain bersama mereka, malah mereka tidak akan tertarik memancing perhatian kita. Justru itu adalah bentuk perhatian anak kepada kita agar mendapat perhatian.

Jika kita berpikir sampai situ, seperti yang saya jelaskan di atas, berarti kita sudah mulai melakukan pencocokan prediksi. Prediksi apa dan mencocokkan dengan apa? Prediksi yang ada di benak kita bahwa anak ingin merebut perhatian kita dicocokkan dengan keinginan anak yang sebenarnya. Jika memang benar, perilaku anak adalah untuk mendapat perhatian kita, maka prediksi kita cocok.

Kecocokan ini masih belum kepada persoalan mengelola emosi kita. Mari kita kembali kepada reaksi yang akan kita ambil terhadap anak.

Hati-hati dalam membuat reaksi, karena mengelola emosi adalah seni (foto: kluarga.com)

Hati-hati dalam membuat reaksi, karena mengelola emosi adalah seni (foto: keluarga.com)

Reaksi kita yang sudah diprediksikan oleh anak hanya dua (seperti hitam dan putih), yaitu apakah ia akan berhasil atau gagal mendapat perhatian. Hanya itu. Namun apa reaksi kita? Kalau kita memarahi anak, berarti ada bagian dari prediksi anak yang benar, yaitu ia berhasil mendapatkan perhatian. Tapi tentang kemarahan, itu bersifat spekulatif. Anak belum tentu memprediksi perhatian kita dalam bentuk kemarahan. Ketidaksinkronan ini dapat memicu reaksi negatif dari anak. Kekecewaan, ketakutan, bahkan merasa jera untuk merebut perhatian kita. Coba bayangkan jika anak tidak berani lagi merebut perhatian kita. Pasti sangat tidak asik. Kita akan merindukannya.

Kita boleh saja bereaksi apapun atas perilaku anak. Namun pastikan, apakah reaksi tersebut sampai batas anak bisa memprediksinya. Dalam contoh di atas, anak memprediksi perilakunya akan memicu dua kemungkinan, dapat perhatian atau tidak dapat perhatian. Namun jika kita memarahinya, maka itu sudah masuk kepada salah satu jenis perhatian. Bagian jenis perhatian ini sangat spekulatif bagi anak. Jika di luar prediksinya, maka emosi negatif sangat mungkin muncul, dan ini potensial merusak hubungan orangtua anak.

Karena itu, jika kita akan membuat reaksi atas perilaku anak, apalagi yang membuat emosi kita terpancing, maka berhentilah sejenak. Pastikan bahwa reaksi kita masih berada dalam jangkauan prediksi anak. Perkirakan saja sendiri, karena kita sebagai orangtua, yang paling tahu bagaimana anak kita dengan berbagai kebiasaannya. Namun demikian, memang ada pedoman untuk mengetahui apakah reaksi kita berada pada rentang prediksi anak atau tidak. Untuk bagian ini, kita sambung di tulisan yang lain saja.

Apakah Ayah/Bunda/Kakak sudah melakukan pencocokan prediksi untuk mengelola emosi dalam pengasuhan?

Tag: , , ,

Artikel tentang Parenting Lainnya:

by

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach


 

Post a Comment

Your email is never published nor shared. Required fields are marked *

*
*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>