Surat Balasan untuk Takita: Berbagi Kisah Dahsyatnya Bercerita


Meksi aku tak mendapatkan cerita secara rutin, bahkan tidak ada kebiasaan bercerita di rumahku, cerita membuat perubahan dalam kehidupanku. Karena itu, aku berbagi cerita ini untuk Takita dan anak Indonesia tentang dahsyatnya bercerita.

Ayo Kak, #dukungTakita dengan membalas suratnya. Klik gambar di atas!

Di keluargaku, sebenarnya tidak terbangun kebiasaan bercerita atau mendongeng. Hanya sekali waktu nenek atau kakek bercerita tentang pengalaman masa mudanya ketika Belanda menjajah Indonesia. Karena keasyikan, maka aku sering menagih cerita kepada kakek atau nenek. Meskipun ceritanya diulang-ulang, aku suka suasana yang terbangun antara aku dan kakek atau nenek ketika mereka bercerita.

Karena jarang mendapatkan cerita, maka ketika awal-awal SD (madrasah tepatnya), aku tergolong orang yang jarang sekali berbicara. Untunglah, menginjak kelas 3 atau 4, aku mulai punya teman-teman dekat yang sering berbagi cerita.

Dari situ saja rasanya ada banyak yang berubah dari kehidupan sehari-hariku. Aku jadi lebih suka ketemu dengan teman-teman, berbagi cerita, lebih berasa ceria. Aku jadi sering ke rumah teman-teman untuk berbagi cerita. Mungkin ini jadi pengobat kehausan akan cerita, minimal kerinduan berinteraksi dan berkomunikasi secara intens.

Budaya Bersaing di Awal Kehidupanku

Mulai dari TK, aku terbiasa dengan sekolah yang sudah diberikan banyak pelajaran di dalamnya. Karena itu, di usia taman kanak-kanak,  aku sudah bisa membaca, baik tulisan latin maupun arab. Tidak hanya membaca, menuliskannya aku juga bisa.

Disamping budaya yang membuat aku cepat belajar, ada juga kebiasaan untuk berkompetisi. Mulai dari TK, aku beberapa kali diikutkan lomba. Yang sering adalah lomba cerdas cermat. Sesering itu ikut lomba, sesering itu pula aku dan tim kalah hehehe. Karena kebiaaan ini, terbangunlah budaya kompetisi.

Sebenarnya, aku tidak suka dengan budaya kompetisi. Aku lebih suka menikmati beraktivitas sendiri dan menikmati hasilnya. Namun budaya berkompetisi ini sudah menjadi bagian dari hidup. Karena tidak suka, maka ada perasaan dilema. Jika kalah atau prestasinya rendah, rasanya malu, gengsinya turun. Tapi jika berusaha mengejar, perasaan ini tidak suka.

Karena aku belajar di madrasah, maka aku belajar lebih banyak daripada teman-teman yang sekolah di SD, karena pelajarannya memang lebih banyak. Selain pelajaran umum, aku juga belajar mata pelajaran agama dan bahasa Arab.

Begitu masuk SMP negeri, aku merasakan bebanku lebih ringan. Karena itulah, dengan mudah aku ranking paralel di kelas 1. Dulu pakai sistem catur wulan. Jadi aku selalu ranking di cawu 1, 2 dan 3.

Memasuki kelas 2 aku mulai bosan menjadi juara cieeee. Aku ingin sama seperti teman-teman dekatku. Aku ingin menjadi manusia biasa. Namun catur wulan 1 kelas 2, aku tetap saja menjadi juara. Semakin resahlah rasanya.

Masuk caturwulan 2 kelas 2, aku sengaja tidak belajar selama masa ujian. Aku ajak teman-teman main ke rumah buat nonton film, mendengarkan musik, atau ngobrol-ngobrol. Ketika ujianpun, aku lebih banyak tidak membaca soal ujiannya, tetapi langsung mengisinya.

Hasil ujian diumumkan. Malang nian nasibku, karena hasil catur wulan 2 membuat aku turun dari ranking 1 menjadi ranking 2. Tentu saja ini merugikanku. Lho kok bisa? Karena sudah ketahuan tidak belajar, turunnya ranking tanggung pula. Jadilah aku dimarah-marahin. Mungkin kalau orangtua tahunya aku belajar, meskipun turun, mereka tidak akan marah. Tapi karena mereka melihatku tidak belajar, maka meledaklah kemarahan mereka. Aku merasakan ini sebagai tuntutan.

Dari peristiwa ini, aku mulai dilanda stress hebat. Kadang aku menyendiri, berjalan sendiri sambil melamun. Sampai suatu ketika, bertemulah aku dengan seorang tante. Sebut saja Berty. Ia adalah seorang pencerita yang hebat menurutku.

Awal Mula adalah Cerita

Aku bertemu Tante Berty. Keasyikan ngobrol ngalor ngidul, ceritalah aku tentang kemalangan yang sedang aku rundung. Tante Berty mengangguk paham. Ia menarik nafas sejenak dan mulailah kata-kata meluncur dari mulutnya.

Dia bertanya, apakah aku pernah tahu cerita balapan antara kura-kura dan kelinci. Tentu saja aku tahu cerita itu. Nah, kata Tante Berty, cerita itu ada lanjutannya.

Tante Berty bercerita. Setelah kura-kura menang dalam lomba lari, ia dikenal sebagai hewan yang punya kehebatan dalam berlari. Awalnya ini tidak jadi persoalan. Hal ini jadi masalah ketika olimpiade para hewan akan diselenggarakan sebentar lagi. Banyak yang menjagokan kura-kura untuk ikut perlombaan lari. Stresslah kura-kura, karena sebenarnya berlari sama sekali bukan keahliannya.

Siput, sahabat kura-kura yang mendengarkan curhatnya, meminta kura-kura mencatat kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Si siput juga membantu mencatat keunggulan kura-kura.

Hasilnya, dari daftar kelebihan kura-kura, si siput menyarankan kura-kura untuk ikut perolmbaan yang menjadi keahliannya. Kura-kura daftar perlombaan menyelam dan terjun bebas. Kura-kura, dengan dibantu siput, mengumukan ke warga, bahwa kura-kura ingin mencoba cabang olah raga baru. Karena berita ini santer diumumkan, maka orang-orang sudah tidak lagi memperhatikan tentang keikutsertaan kura-kura dalam lomba lari. Mereka lebih melihat kura-kura sebagai atlit menyelam dan terjun bebas.

Kura-kura berhasil memenangkan perlombaan menyelam dan terjun bebas. Dari situ, kura-kura mulai dikenal dengan keahlian barunya. Para hewan tidak lagi menuntut kura-kura untuk berlari, tetapi mengelu-elukan kemampuannya menyelam dan terjun bebas. Kura-kura tidak stress lagi.

Aku lega mendengarkan cerita dari Tante Berty ini. Ketika suasana sedang enak, aku menceritakan dongeng kura-kura kepada bapak ibu. Waktu itu aku tidak tahu kekuatan cerita. Yang jelas, bapak ibuku berubah drastis. Mereka tidak lagi menuntutku untuk selalu juara atau bisa dalam banyak hal yang bukan keahlianku.

Sejak saat itu, aku jadi senang dengan dunia cerita. Memang sih, belum punya wadah untuk menyalurkannya, sampai aku bersama Kak @bukik, Kak @zulsdesign, ditambah lagi Kak @maya-Myworld, Kak @dwikrid dan Kak @imammtq waktu itu, membuat @IDcerita.

Kebiasaan Bercerita Mempercepat Perkembangan Bahasa Anak

Sekarang kebaisaan bercerita itu aku terapkan untuk @bintangABC, anakku. Sebenarnya, support ini diperkuat dengan usaha ibunya untuk membelikan buku cerita bergambar buat Bintang.

Ibunya juga pinter milih cerita yang sederhana dan gambarnya menarik. Sampai-sampai Bintang punya cerita favorit, yaitu “Pinguin Ingin Terbang”, yang kemudian bertambah lagi dengan cerita “Pak Kuda Ulang Tahun”. Ia sering membongkar buku cerita di lemari dan meminta untuk dibacakan. Dan cerita yang selalu ingin diulang-ulang adalah dua cerita tersebut.

Banyak cerita yang telah disimak oleh Bintang. Malah sepertinya sudah waktunya beli buku cerita lagi atau membuat cerita sendiri yang banyak. Nah, ini tantanganku untuk membuat cerita yang cocok buat anak seusia Bintang, 20 bulan.

Yang membuat aku heran, bintang berkembang sangat pesat dalam berbahasa. Kosa katanya banyak sekali. Bahkan dia bisa mengucapkan kalimat dengan 3 kata sebelum waktunya. Sekarang malah banyak kata-kata yang tak terduga, yang belum pernah aku ajarkan. Mungkin berasal dari teman atau pendampingnya di Club Junior.

Tidak hanya bahasa verbal, Bintang juga piawai bermain ekspresi dan gestur. Malah ia bisa memanfaatkannya untuk bermain peran. Kadang ia mengabil tas, menentengnya, menyalamiku dan ibunya. Dia bilang, “Dada. Sampai besok”.

Selain itu, kemampuannya berpura-pura atau tricky juga meningkat. Entah ada hubungannya dengan bercerita atau tidak, yang jelas sekarang ia selalu punya cara agar tidak segera diantarkan ke Junior Club. Begitu juga kemampuannya mengambil alih ketika belajar mengenali nama hewan atau warna. Ketika ia ditanyai warna atau nama hewan dan bisa menjawab, ia akan melakukannya. Tapi ketika tidak bisa, ia balik yang bertanya dengan gaya, dialah yang memberi pertanyakan atau tebakan.

Ayo dukung Takita dengan follow @KataTakita dan tulis surat balasan untuknya

Demikian kira-kira kisahku sehubungan dengan bercerita. Mudah-mudahan kisah yang semi curcol ini bisa diambil hikmahnya. Bagaimana dengan cerita Kamu tentang pengalaman bercerita?


2 responses to “Surat Balasan untuk Takita: Berbagi Kisah Dahsyatnya Bercerita”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *