Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
April 6, 2012 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 2 Comments
Kadang kita punya banyak input ide yang membuat pusing dalam realisasinya. Karena itulah berbagai ide itu harus dimoderasi. Bagaimana melakukan eksekusi ide yang jumlahnya banyak?
Sore jelang pulang kantor, dicegat oleh mahasiswa yang sedari kemarin sms-nya belum juga aku balas. Karena ketemu, aku tanya saja, ada perlu apa. Ternyata ini mahasiswa yang dulu pernah konsultasi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Mahasiswa itu, sebut saja Uli, akan mengadakan workshop entrepreneur untuk anak-anak di panti asuhan. Ketika mengadakan survey kecil sebelum workshop dilakukan, ia mendapatkan bahwa keterampilan yang sudah dimiliki anak-anak panti asuhan ternyata beraneka ragam. Ada keterampilan menulis, sepak bola, menggambar, membuat kerajinan tangan dan sebagainya.
Di sisi lain, pengasuh panti asuhan menginginkan anak-anak punya keterampilan menulis. Untungnya sebagian besar memang menuliskan di lembar survey bahwa keterampilan yang sudah mereka miliki adalah menulis.
Hal ini selaras dengan poin yang menanyakan tentang keterampilan apa yang dibutuhkan, yang ingin mereka pelajari. Sebagian menjawab, menulis. Meskipun muncul juga keinginan untuk mengembangkan bakatnya dalam bidang sepak bola, menggambar, menari dan bermain musik.
Nah, ini yang dibingungkan oleh Uli. Bagaimana melakukan moderasi antara harapan pengasuh panti asuhan dan beraneka ragam keterampilan yang dimiliki anak-anak serta harapan mereka. Ini masih ditambah lagi proposalnya telah menyatakan bahwa arah intervensi programnya adalah kepada entrepreneurship.
Bagaimana memoderasi keterampilan menulis dan keterampilan lainnya, dihubungkan dengan program entrepreneur?
Aku menyarankan untuk melakukan workshop “pengembangan diri anak panti asuhan untuk meningkatkan keterampilan entrepreneurship melalui metode life story”. Apa itu?
Pertanyaan yang lebih tepat adalah, bagaimana ide itu bisa muncul? Yang paling jelas terlihat adalah, ide ini mempertimbangkan 4 hal: keinginan Uli untuk mengadakan workshop menulis, harapan pengasuh panti asuhan juga ingin anak-anak punya keterampilan menulis, keterampilan dasar yang dimiliki dan harapan anak-anak bervariasi, serta proposal Uli yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan entrepreneurship.
Keinginan Uli sebagai penyelenggara program dan pengasuh panti asuhan sebagai tuan rumah sudah sinkron. Berarti kemampuan yang jadi salah satu luaran workshop adalah menulis. Karena itu bagian ini harus tetap dipegang.
Dari variasi keterampilan dasar anak-anak yang menjadi sasaran, ternyata sebagian besar juga menunjukkan kemampuan menulis yang paling banyak. Ini modalitas yang juga harus dipegang. Namun bagaimana dengan anak-anak yang kemampuan dasarnya selain menulis? Bagian ini yang kemudian harus dikelola dengan menjadikan menulis sebagai caranya.
Karena itulah muncul ide workshop pengembangan diri. Pengembangan yang dimaksud di sini adalah pengembangan kemampuan atau keterampilan yang sudah dimiliki dan diharapkan akan dimiliki. Ketika sudah bisa diidentifikasi kemampuan yang menjadi keunggulan dan ingin dikembangkan, maka kemampuan tersebut akan menjadi tema untuk dituliskan.
Memilih menulis sebagai jembatan pengembangan diri adalah langkah cerdas. Menulis adalah cara menemukenali kemampuan diri, sekaligus mengembangkannya. Apa yang akan ditulis? Cerita tentang diri, cerita tentang kehidupan.
Tidak jarang kemampuan yang dimiliki tak bisa dikenali, atau kemampuan tersebut hanya reka-reka yang sebenarnya tidak terjadi di dunia nyata. Penemuan diri dengan cara menuliskan pengalaman dan impian sebagai cerita akan mempermudah kita dalam mendesain rencana kehidupan.
Konkretnya, keterampilan anak-anak panti asuhan yang beraneka ragam itu akan dipolakan, sehingga ditemukan kemampuan yang paling kuat pada diri mereka. Ini disinkronkan dengan kemampuan yang ingin mereka kembangan di masa yang akan datang. Jika semua sinkron, maka setidaknya inilah yang menjadi passion mereka.
Ambil contoh saja mereka yang punya keterampilan sepak bola dan ingin mengembangkannya, maka mereka bisa menulis cerita tentang pengalaman paling berkesan atau paling hebat sehubungan dengan sepak bola. Begitu juga dengan kisah yang ingin mereka ciptakan tentang diri mereka di masa depan sebagai pemain bola. Jadi sekali dayung tiga gunung terlampaui. Mereka menemukan dan mengenali kemampuannya untuk pengembangan diri ke depan, serta punya kemampuan menulis.
Bagaimana ide itu bisa muncul? Secara konseptual kita bisa berpikir menggunakan logika ruang atau spasial. Ada 4 ruang yang sudah bisa dipetakan, yaitu ruang modalitas, ruang harapan dan ruang tujuan formal. Di ruang modalitas kita mendapatkan keterampilan dasar yang dimiliki calon peserta workshop. Di ruang harapan kita menemukan harapan pengasuh panti asuhan dan Uli sebagai pembuat program, yaitu peserta workshop punya keterampilan menulis. Di ruang tujuan formal, semua diarahkan untuk entrepreneurship.
Dari ruang-ruang logika itu, kita bisa tarik benang merahnya, apa yang paling banyak menghubungkan antar ruang. Iya, menulis adalah perantara yang paling kuat. Untuk mengakomodir calon peserta yang tidak mengisi ruang harapan dengan kemampuan menulis, maka kita harus membuat jembatan tambahan untuk menghubungkan keterampilan mereka dengan menulis.
Harapan yang tidak berkaitan dengan penulis, pada dasarnya melemahkan benang merah yang sudah mengokohkan keterampilan menulis sebagai targetnya. Karena dilemahkan, maka kemampuan menulis harus mengalah, ditarik ke belakang. Karena itu, menulis bukan jadi tujuan utama. Menulis diturunkan jadi metode yang memerantarainya.
Dengan workshop “pengembangan diri anak panti asuhan untuk meningkatkan keterampilan entrepreneurship melalui metode life story”, semuanya terakomodir dengan porsinya masing-masing. Jadi yang perlu diperhatikan dalam memoderasi ide adalah variasi input ide dan porsi masing-masing ide jika dibandingkan satu sama lain.
Bagaimana, apakah cerita ini dapat membantu dalam memoderasi berbagai idemu untuk direalisasikan?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
2 Trackbacks
[…] Berawal dari sebuah diskusi untuk memoderasi usulan kegiatan yang bertajuk Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Diskusi dengan salah seorang yang mengusulkan kegiatan tersebut menghasilkan kebingungan untuk memoderasi beberapa kepentingan. Proposal PKM berisi kegiatan entrepreneurship, sementara pihak panti asuhan yang menjadi sasaran kegiatan menginginkan anak-anak penghuni panti bisa menulis. Di sisi lain, hasil survey menunjukkan, hobi anak-anak panti tidak hanya menulis, ada yang menyulam, sepak bola, memasak, dan bela diri. Nah, bingung kan memoderasinya? Upaya memoderasi ini bisa dibaca di sini. […]
… [Trackback]…
[…] Read More here: rudicahyo.com/artikel/mosaic-learning/bagaimana-memoderasi-ide-untuk-direalisasikan/ […]…