Political Framing: Ketika Kalimat “Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?” Menjadi Populer
November 9, 2023 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Political Framing, hati-hati dengan barang yang satu ini. Salah satu yang populer belakangan ini adalah kalimat dari Anies Baswedan yang mengatakan “Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?”. Apa sih uniknya kalimat ini?
Saya tidak pernah tertarik membicarakan politik, karena memang itu bukan keahlian saya. Bahkan saya cuma sekali posting yang berbau politik di rudicahyo.com. Namun saya tetap menyimak perkembangna politik, lebih-lebih kita memang sedang masuk tahun-tahun politik. Saya hanya tertarik pada bagian edukasinya, mengingat dampaknya bagi persatuan di akar rumbut begitu terasa. Bagian inilah yang menurut saya perlu diedukasi, agar kita menjadi masyarakat yang bijaksana menyikapi situasi ini. Tidak jarang framing dilakukan dengan cara mengutip, memotong video, atau mengedit foto dan dibumbui berbagai caption untuk menjelekkan orang atau pihak lain.
Belakangan ini kalimat dari Anies Baswedan yang menyatakan “Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?” dipotong hanya di bagian itu. Bahkan media meanstream sekalipun melakukan hal yang sama, videonya dipotong atau menjadikan kalimat itu sebagai headline beritanya. Tak bisa dibendung, dampaknya akhirnya terjadi di kalangan bawah yang mengonsumsi beritanya. Para pendukung Pak Anies banyak yang tidak terima, sedangkan para pendukung Pak Prabowo maupun Pak Ganjar menggunakannya untuk menyerang Pak Anies. Saya bukan pendukung salah satu paslon, tapi saya tidak setuju dengan model-model kampanye seperti ini.

Political Framing terhadap Perkataan Anies Baswedan tentang anak Palestina (foto: pikiran-rakyat.com)
Karena saya mencurigai pemenggalan kalimat dalam video tersebut sebagai framing untuk menjatuhkan orang lain, maka saya berusaha tabayyun untuk melihat video yang lebih panjang dan membaca berbagai media yang memberitakannya. Otak nakal saya ini justru menemukan hal menarik lain yang berbeda dengan bahan gontok-gontokan antar ketiga kubu. Saya menemukan di salah satu media menyatakan,, “Anies beralasan, langkah itu realistis untuk dilakukan lantaran upaya politik untuk mendamaikan Palestina-Israel sudah dilakukan dan berakhir gagal”. Saya menyoroti kata ‘realistis’. Saya coba bandingkan dengan media yang lain, tidak ada yang menggunakan kata ‘realistis’. Saya juga coba menyimak videonya, saya juga tidak mendengar kata ‘realistis’ dalam kalimatnya Pak Anies (koreksi jika saya salah). Ada apakah dengan media satu ini?
Kata ‘realistis’ yang digunakan oleh media tersebut justru bisa menjadi pembaca untuk menyerang Pak Anies lagi. Padahal Pak Anies tidak pernah mengatakan realistis. Itu hanya simpulan (yang kemudian bisa menjadi sebatas opini) dari media tersebut terhadap keseluruhan perkataan Pak Anies. Memang sih, simplifikasi yang dilakukan Pak Anies bisa membuat orang menyimpulkan seolah-oleh Pak Anies mengatakan bahwa itu realistis. Pembaca bisa menyerang Pak Anies seolah-olah beliau mengklaim bahwa gagasannya itu realistis. Pak Anies tidak pernah mengatakan itu. Bahkan diksi ‘realistis’ bisa menjebak media tersebut menyebarkan hoax. Apakah ini adalah bawah sadar dari media tersebut untuk mengarahkan opini publik? Entahlah..
Kalau saya pribadi sih lebih percaya Pak Anies adalah capres yang sangat logis. Bahkan mungkin satu-satunya capres yang paling logis diantara calon yang lain. Saya lebih percaya beliau adalah orang yang logis daripada realistis. Karena itu pula lah, beberapa ekonom dalam Sarasehan 100 Ekonom 2023 menanyatakan tentang eksekusi dan implementasi gagasan Pak Anies di lapangan. Salah satu penanya menanyakan tentang implementasi kartu pra kerja dengan menitikberatkan pada eksekusi di lapangan. Saya sangat memahami kekhawatiran beliau, karena saya sempat mengambil bagian di pelaksanaan program tersebut.
Jadi, untuk yang terakhir saya berpesan, hentikan framing yang saling menjatuhkan. Setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden punya keunggulannya masing-masing. Dan menurut saya, Pak Anies lebih tepat disebut logis daripada realistis.
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Pekerjaan atau Anak?
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Air Mata sebagai Emotional Release
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!