Menulis itu bisa untuk mengekspresikan perasaan. Tulisan juga bisa meredakan kegalauan. Ketika perasaan tercurahkan, maka bebannya terkurangi. Ini yang disebut katarsis dalam psikologi. Menulis punya efek yang sama untuk katersis. Bagaimana bentuk atau cara menuliskannya?
Pernah galau? Ah tak usah ditanya, sebagaian besar dari kita pernah galau. Ibarat kata, “Ndak galau, ndak gaul”, apa tho hahaha. Maksudnya, ya pasti pernah lah yang namanya galau. Hanya saja, apa yang kita lakukan dalam kegalauan?
Ada banyak cara yang digunakan untuk mengurai kepenatan, melepaskan diri dari beban, dan akhirnya menghilangkan kegalauan. Ada yang makan, jalan-jalan, ngobrol, nongkrong di cafe, membaca, menulis, main petasan, makan beling, bakar rumah #ups. Kalau Kamu ngapain?
Aku sih biasanya, kalau ndak ngobrol, ya nulis. Buat aku, menulis bisa menghilangkan penat. Hanya saja, setelah aku perhatikan, menulisku dulu dengan sekarang beda banget, meskipun dua-duanya bisa menolongku dari keruwetan. Kabarnya, menulis adalah metode tertua dan kreatif dalam menyembuhkan penyakit mental.
Menurut Dr Anjali Chabria, psikiater dan psikoterapis dari India, menulis dapat membantu seseorang yang sulit mengekspresikan diri. Banyak orang mengalami masalah rendah diri dan khawatir terhadap reaksi orang lain saat melakukan sesuatu. “(Menulis) ini melepaskan stres dan tekanan mereka yang mungkin dimiliki untuk menjaga pikiran, perasaan atau pengalaman,” kata Chabria (infokosmo.com).
Kalau dulu, ketika galau, aku tuliskan kegalauan itu. Sebelum blog ngetrend, aku menuliskan untuk keperluan pribadi. Ya semacam diary gitu, meskipun aku sendiri bukan orang yang suka menulis di buku harian. Boro-boro nulis, punya bukunya saja tidak pernah. Pas ada software semaca buku harian gitu, aku alihkan dari office-word ke software tersebut. Tapi lama-lama kembali juga ke word. Entah karena lupa password atau memang lebih nyaman nulis di word. Nah, menuliskannya membuat hati menjadi lega.
Bentuk tulisan yang langsung menuliskan pengalaman yang bikin galau ini, yang paling mudah dilakukan. Kita seperti curhat pada sehelai kertas sebagai pengganti orang yang tak selalu tersedia buat kita, atau malah tak punya.
Perkembangan selanjutnya, aku menulis dengan lebih disamarkan. Ketika galau, aku biasanya menulis essay atau cerita pendek. Essay atau cerpen tersebut kadang aku pajang di mading, atau ku terbitkan di buletin bersama teman-teman di kelompok study. Dari kegalauan karena sistem pendidikan, sosial masyarakat sampai persoalan pribadi, aku tuliskan dalam dua bentuk tersebut. Mungkin karena mulai dipublikasikan itulah yang membuatku tak lagi menuliskan kegalauanku secara terbuka.
Bentuk kedua ini lebih sulit, karena harus mencurahkan dalam bentuk yang berbeda, bentuk yang mewakilinya. Sulitnya, kita harus mengarangnya. Meski demikian, karangan ini tetap mengandung muatan emosi yang sama, yaitu emosi yang sedang kita lepaskan. Bedanya, kelegaan yang kita peroleh berasal dari publikasi. Banyak dibaca orang, berarti kita sedang berbagi ketegangan kepada banyak orang. Bentuk yang pertama efek leganya diperoleh karena tulisannya eksplisit, langsung menuliskan kegalauannya.
Di akhir-akhir ini, model penuangan dalam bentuk tulisannya berubah lagi. Ketika galau, aku bisa menulis apapun, tak harus berkaitan dengan kegalauan itu. Dalam bentuk yang ketiga ini, betul-betul terasa betapa menulis punya efek katarsis, melegakan ketegangan emosi yang sedang aku rasakan.
Bentuk yang ketiga inilah letak pembuktian, bahwa menulis itu sendiri adalah kegaitan untuk mengalirkan kepenatan, keruwetan yang kita rasakan. Apapun yang kita tulis, ketika menulis atau setelah melakukannya, kita menjadi legah.
Nah, itu tiga bentuk katarsis melalui aktivitas menulis yang bisa Kamu coba. Kamu lebih suka yang mana?
3 responses to “Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan”
Wow! Thank you! I constantly wanted to write on my blog something like that. Can I include a fragment of your post to my blog?
Of course. Thx for visiting
Hallo, kunjungan pertama langsung comment ^^~
Iya, banget! Menulis itu menyalurkan kegalauan.
Tapi ada juga tipikal yang kalau udah galau, malah nggak bisa mikir,
boro-boro kan disuruh nulis hehe.
Eh, kalau tulis-menulis itu apakah bisa dipaksa ya, Pak?
Beberapa teman ada yang bilang tidak bisa menulis.