Apa Itu Paradigma Penelitian?


Dalam penelitian, ada yang disebut dengan paradigma. Apa itu paradigma penelitian? Mari kita belajar dengan cara yang sederhana!

Kebanyakan mahasiswa sudah bingung ketika dihadapkan pada paradigma penelitian. Apa yang mereka bingungkan? Biasanya mahasiswa ini dihadapkan pada persoalan kesesuaian antara paradigma yang digunakan dengan objek penelitian yang akan dikaji. Ini sudah persoalan tingkat lanjut.

Sebenarnya kalau dirunut-runut, ternyata akar permasalahannya adalah ketidaktahuan, apa itu paradigma penelitian. Namun pertanyaan yang sering dilontarkan mahasiswa adalah “Paradigma apa yang cocok aku gunakan dalam penelitianku ini?”. Kamu juga mengalami persoalan yang sama?

Menurut Egon G. Guba, “A paradigm may be viewed as set of basic beliefs (or metaphisies) that deals with ultimates or principles” (Guba 1988). Dengan demikian, dapat dikatakan, paradigma adalah cara pandang atau kreangka dalam melihat dunia atau kenyataan. Paradigma diterima sebagai keyakinan yang benar atau kebenarannya dipercaya. Karena itu, paradigma tidak perlu divalidasi atau bersifat self validating.

Berdasarkan pengertian paradigma di atas, bicara tentang paradigma, tidak tepat jika kita mengatakan ‘menggunakan’. Karena paradigma sebenarnya melekat pada diri orang, pada diri peneliti. Paradigma tidak seperti bongkar pasang alat, tidak seperti gunting atau pisau untuk memeotong. Artinya, gunting ini bisa diletakkan atau tidak terpakai ketika tidak ada yang dipotong. Paradigma itu seperti kaca mata yang sepaket dengan mata orang yang bersangkutan. Jika kaca mata orang ditukar, kalau minus, plus atau silindernya beda, maka pasti tidak sesuai dengan orang tersebut. Tapi jika sama, maka mereka bisa saling menyesuaikan.

Ambil contoh saja Freud. Pernah dengar nama ini? Jika belum pernah dengar, pasti sudah pernah baca. Lho kok tahu? Ya ini kan sudah aku tulis, jadi Kamu pasti pernah baca hahaha.

Freud adalah salah satu tokoh fenomenal di psikologi. Beliau ini termasuk salah satu tokoh genial besar selain Darwin dan Einstein. Freud yang melahirkan teori psikoanalisa.

Nah, Psikoanalisa sudah melekat, menjadi bagian dari diri Freud. Ketika ia meneliti atau melakukan terapi, pasti sudut pandang psikoanalisa yang digunakan (kata ‘digunakan’ memang sulit tak digunakan hehe). Kalau ada kejadian atau fenomena tertentu, secara otomatis Freud akan melihatnya dari kaca mata Psikoanalisa. Ia akan menganalisanya dari dialog antara id, ego dan superego. Jika memandang perkembangan orang, maka ia mengajinya dari perkembangan psikoseksual.

Misalnya, jika suatu saat ada anak yang terlambat datang masuk kelas, maka guru atau dosen yang menggunakan paradigma Psikoanalisa Freud, akan memandangnya sebagai bentuk konflik dalam diri. Ada defends mechanism atau mekanisme pertahanan diri dari anak tersebut yang gagal ditutupi, misalnya rasa tidak suka terhadap mata pelajaran atau gurunya.

Beda lagi jika kita mencomot tokoh yang bernama Skinner. Beliau ini adalah salah satu tokoh psikologi yang beraliran Behaviorisme. Segala perilaku adalah pengondisian, artinya bisa dibentuk dan dipelajari. Orang melakukan aktivitasnya karena ada stimulus, dan diarahkan atau dibentuk melalui sebuah mekanisme penguatan.

Jika contoh anak yang terlambat tadi digunakan lagi, maka guru atau dosen yang menggunakan sudut pandang Skinner, akan menganggapnya sebagai reaksi atas tidak adanya penguatan. Atau bisa jadi ada mekanisme penghambat yang melemahkan kekuatan stimulusnya untuk menghasilkan respon datang tepat waktu. Dengan kata lain, ada proses belajar dalam pembentukan perilaku terlambat tersebut.

Nah, seperti itulah paradigma. Sudah melekat pada diri peneliti. Namun demikian, karena mahasiswa biasanya belum memiliki kaca mata apapun (apalagi mahasiswa yang tidak berkacamata hahaha), maka istilah ‘menggunakan paradigma’ jadi sah-sah saja. Artinya, mahasiswa mungkin saja menggonta-ganti paradigma yang ia gunakan dalam penelitiannya. Karena itulah, mahasiswa perlu belajar metodologi agar mengetahui berbagai variasi paradigma. Untuk selanjutnya, ia bisa memilih paradigma yang sesuai dengan objek penelitian yang akan dikaji.

Kiranya sekian dulu perkenalan kita dengan paradigma penelitian. Mudah-mudahan bermanfaat,

So, apa paradigma dalam penelitian yang akan/sedang Kamu lakukan?


6 responses to “Apa Itu Paradigma Penelitian?”

  1. hallo Pak Rudi..

    saya mau tanya. saya sedang membuat skripsi, hehe. saya sedang mencari pengertian dan perbedaan dari beberapa hal terkait penelitian :

    1. Metode Penelitian, Pendekatan Penelitan, Jenis Penelitian, bedanya apa ya?

    2. Desain Penelitian, dan instrument penelitian, beda juga kah? hehe

    terimakasih jawabannya 🙂

    dalam skripsi saya, ya

    • 1. Pada dasarnya semua istilah tersebut mengacu kepada cara. Metode biasanya dipake untuk menunjukkan teknis, misalnya metode penggalian data, metode analisis data dan sebagainya. Untuk pendekatan dan jenis bisanya dipakai pada konteks yang lebih general, misalnya jenis penelitian eksploratif, deskriptif dsb. Untuk Pendekatan juga sama, tapi biasanya diapakai untuk membendakan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Kadang ada yang mengatakan jenis penelitia, misalnya kualitatif deskriptif. Itu berarti sekaligus menyebutkan pendekatan dan jenis.
      2. Desain itu berhubungan dengan prosedur atau rancangan. Misalnya saja pada penelitian eksperimen, ada desain eksperimen. Berarti bagian tersebut menjelaskan tentang langkah-langkah atau prosedur eksperimen. Instrumen itu berarti alat. Misalnya menyebutkan instrumen penggalian data dengan kuesioner dsb.

      Semoga bisa menjelaskan yang dimaksud

  2. mau nanya pak,
    lantas dalam ranah penelitian,bagaimana membedakan antara paradigma dengan teori?

    • Paradigma itu disebut atau tidak, pasti hadir pada diri peneliti. Bersifat self-validating dan tidak tergantikan. Meskipun memiliki makna yang bersesuaian, saya lebih mengartikan perspektif sebagai alat/tools. Karena alat, perspektif bisa diganti-ganti sesuai dengan kebutuhan atau objek penelitian. Penampakannya dalam draft penelitian tergantung panduan laporannya. Kalau di tempat kami, memang ada bagian tersendiri yang disebut dengan perspektif teoritik. Tapi tidak ada tempat khusus buat paradigma

  3. Assalamualaikum pak.. saya mau tanya. Saya punya tugas penelitian tentang pengaruh kenaikan harga dan permintaan konsumen akan dagibg segara terhadap daya beli masyarakat. Tolong beri gambaran paradigmanya.. terimakasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *