Pendidikan dan Sikap terhadap Tantangan Kerja
June 21, 2014 . by rudicahyo . in Pendidikan . 0 Comments
Tingkat pendidikan yang ditempuh seseorang, sudah pasti mempengaruhi cara berpikir dan bertindak dalam kehidupan, termasuk pilihan tindakan ketika menyikapi tantangan pekerjaan. Bagaimana pengaruhnya?
Belakangan ini lagi kumat isengnya. Keisengan itulah yang membuatku mencoba bereksperimen dengan dua tim yang memiliki komposisi yang berbeda, terutama komposisi tingkat pendidikan. Aku ingin melihat pola tindakan ketika kedua tim dengan tingkat pendidikan yang berbeda, diajak untuk menjalankan (mengawali) bisnis. Komposisi tersebut dapat dilihat di tabel berikut,
Dari tabel tersebut dapat dilihat, perbedaan utama adalah pada tingkat pendidikan. Sementara itu, ada sedikit perbedaan pada usia. Berdasarkan pada tujuan eksperimen, perbedaan usia tidak terlalu signifikan. Sementara itu, perbedaan yang lain adalah status tempat tinggal. Awalnya sempat terganggu dengan perbedaan ini, karena perbedaan ini bisa menimbulkan perbedaan daya juang dalam memulai bisnis. Orang yang di rumah bersama orangtua,Β dapat diasumsikan kurang daya juang jika dibandingkan dengan yang kos atau kontrak.
Sehubungan dengan status tempat tinggal, aku ngobrol dengan kedua tim (secara terpisah tentunya). Setelah aku konfirmasi kepada tim, ternyata keduanya pernah tidak tinggal di rumah. Artinya, tim A pernah kos, ketika mereka menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Bedanya, ketika tim A tidak bekerja lagi, dia memilih kembali ke rumah orangtuanya. Sedangkan tim B, ketika mereka memutuskan untuk keluar dari tempat kerja, mereka tidak kembali ke rumah. Ini bisa jadi data tambahan. Mungkin saja pilihan kembali ke rumah orangtua atau tetap tinggal terpisah, juga dipengaruhi oleh lamanya anggota tim tinggal bersama orangtua selama mengenyam pendidikan. Yang pendidikannya SMP dan SMA, sudah keluar dari rumah lebih lama. Sedangkan yang pendidikannya S2, masih tinggal bersama orangtua ketika kuliah. Apakah ini juga pengaruh dari pendidikan yang mereka tempuh? Entahlah, kita abaikan dulu bagian ini.
Aku bergabung dalam kedua tim dengan seminim mungkin mengintervensi. Aku berusaha memperlakukan kedua tim secara sama. Keduanya aku ajak untuk memulai sebuah bisnis, tanpa ide. Artinya, tidak ada gagasan apapun tentang bisnisnya. Aku hanya menstimulasi kedua tim sampai keduanya setuju untuk menjalankan bisnis. Sebenarnya ada perbedaan respon ketika aku ajak. Tim B memang lebih cepat merspon setuju membuat bisnis dibanding tim A. Secara keseluruhan, perjalanan tim A dan tim B dalam membuat bisnis adalah sebagai berikut,
Sampai sini, aku tidak akan melakukan analisis terhadap eksperimen iseng ini. Biar lebih seru, bagaimana kalau Kamu saja yang menganalisa? Silahkan buat analisa atau simpulan dari hasil eksperimen ini, dengan menuliskan pada komentar di bawah posting ini.
Artikel tentang Pendidikan Lainnya:
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Pembubaran RSBI Wujud Kemerdekaan Pendidikan
- Bolehkah Guru TK Mengajari Membaca?
- Sebagai Guru, Sudahkah Kita Berdiri Di Atas Sepatu Siswa?
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- PENDIDIKAN Kita Melestarikan Budaya Verifikasi Benar dan Salah?
- Apakah Pendidikan Kita Membangun Karakter?
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Perlukah Anak Melakukan Les Privat Selain Belajar di Sekolah?
- Apakah Pendidikan Kita Sudah Kontekstual?
- Tantangan dalam Membudayakan Membaca Pada Anak
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Seperti Apakah Perubahan Diri Kita setelah Belajar?
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Pelajaran Berharga dari Film Soekarno
- Pendidikan Kita Menciptakan Jarak dengan Kehidupan?
- Mengembalikan Keseleo Pendidikan
- Ingin Belajar Efektif? Jangan Menggunakan Cara Kerja Foto Kopi!
- Makna Belajar, Mana yang Lebih Utama, Kualitas atau Jumlah?
- Menjadi Guru adalah Jalan Pedang
- Film Rekomendasi untuk Hari Guru
- Apakah Kamu Mendidik atau Mendikte?
- Pay It Forward: Dengan Inspirasi, Guru Membuat Perubahan
- Berhala Sistemik Dunia Pendidikan
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Pengembangan Diri yang Paling Murni
- Pendidikan Indonesia di Nomor S(ep)atu
- Bukan Stratifikasi, tapi Diferensiasi Pendidikan
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Profesi Guru, Antara Idealisme dan Industri Pendidikan
- Pemimpin itu Pendidik
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Kenali Pengujimu, Persiapkan Ujian Skripsimu!
- Warisan Unas: Ketika Kejujuran Menyisakan Penyesalan
- Ujian Nasional (Unas), Harga Mahal Sebuah Kejujuran
- Matematika, Persoalan Epistemologi atau Etika?
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- Bagaimana Memberikan Pendidikan Seks yang Sesuai untuk Anak?
- Bagaimana Membangun Budaya Membaca pada Anak?
- Pro Kontra Penghapusan Status RSBI
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- Apa Catatan yang Harus Diperhatikan Jika Guru Menghukum Murid?
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Belajar Hafalan, Membentuk Generasi 'Foto Kopi'
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Pendidikan Karakter dan Kebahagiaan Murid