The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan ‘Kepala’ dan ‘Hati’
September 14, 2014 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
The Philosophers (After The Dark) adalah film cerita psikologis fiksi sains yang bercerita tentang kelas Filsafat di sebuah Sekolah Internasional di Jakarta. Film ini bercerita tentang pergulatan pemikiran melalui pemecahan kasus yang disajikan oleh guru.
Saat jalan-jalan ke toko DVD, aku melihat sebuah dvd dengan cover bergambar beberapa orang yang sedang berdiri dan dilatarbelakangi oleh Candi Prambanan. Setelah aku amati, kok ternyata bukan film Indonesia, tapi justru film Hollywood. Wah, ini pasti menarik. Aku lihat para aktor dan aktris yang membintanginya, ternyata salah satunya dari Indonesia, yaitu Cinta Laura. Tahu Cinta Laura kan? Ini yang bikin aku tambah tertarik. Maka aku belilah The Philosophers tersebut.
Ternyata The Philosophers sudah tayang di sebuah kompetisi, Neuchatel International Fantastic Film Festival pada 7 Juli 2013. Dan ternyata, film ini sudah digarap sejak 2011. Ku pikir, aku sudah melewatkan film ini begitu lama. Ternyata (sudah 3x ‘ternyata’ nih), film ini baru tayang di Indonesia pada 12 Juni 2014. Jadi, ya ndak ketinggalan banget lah.
The Philosophers disutradari oleh John Huddles. Film ini shooting di Indonesia, yaitu di 4 tempat, yaitu Jakarta, Pulau Belitung, Candri Prambanan dan Gunung Bromo. Film ini dibintangi oleh aktor dan aktris Hollywood yang juga membintangi film Harry Potter, yaitu Bonne Wright (Ginny Weasley) dan pemain serial Spy Kids, Freddie Stroma (Cormac McLaggen). Film ini juga dibitangi oleh aktris Indonesia, Cinta Laura.
The Philosophers menceritakan 20 remaja yang mengikuti kelas Filsafat di Sekolah Internasional. Mereka berasal dari berbagai nergara dengan seorang guru, Mr. Zimit, yang dibintangi oleh James D’Arcy. Para siswa ini mendapatkan ujian dalam bentuk eksperimen. 20 siswa tersebut berada dalam situasi kiamat (apocalypse). Ada sebuah bunker yang dapat menyelamatkan mereka selama satu tahun lamanya, hingga kondisi di luar membaik. Sayangnya, bunker tersebut hanya dapat menampung 10 orang, sehingga mereka hasu memilih. Setiap orang punya status profesi masing-masing yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan.
Banyak analisa yang diberikan terhadap film ini. Ada yang mengatakan bahwa film ini bercerita tentang multikulturalisme, karena siswa di sekolah tersebut berasal dari berbagai negara. Ada juga yang menyoroti sisi cinta dan regenerasi. Meskipun aku tidak sepenuhnya sependapat, tapi tidak ada salahnya menganalisa dari berbagai sudut pandang dengan berbagai cara.
Menurutku, bagian cinta dan percintaannya hanya sisi sentimentil personal dalam film ini. Di akhir sang guru mengakui membuat kasus percintaan untuk menyudutkan salah satu muridnya. Sang murid mendapatkan kartu yang menyatakan bahwa dia gay. Tapi persoalan percintaan digencet habis-habisan, bergeser ke problem reproduksi dan regenerasi. Ini memang begitu mencerminkan karakter si guru yang berusha tampil logis dan rasional.
Ada bagian analisa yang mungkin luput dari sorotan para pengamat film, yaitu tentang pertarungan antara otak kiri dan otak kanan atau otak analitik dan otak kreatif. Boleh juga dibilang peperangan antara kepala dan hati. Di bagian akhir paragraf sebelumnya, aku telah menyebutkan karakter yang menonjol dari sang guru, yaitu berusaha tampil logis dan rasional. Sedangkan dalam kisah di film ini, guru tersebut menjadi dalang alias pengendali cerita. Karena itulah, guru tersebut selalu mengarahkan pemilihan pada kebutuhan-kebutuhan logis pasca bencana, dan tidak memperhatikan kebutuhan emosional selama berada di bunker. Ini juga bagian yang menunjukkan, ketika ‘kepala’ bekerja keras memikirkan masa depan, ‘hati’ mengajak kita menikmati hari ini dan di sini.
Di 2 eksperimen awal, otak analitik selalu dimenangkan. Namun ketika seorang siswa, Petra (Shopie Lowe), berinisiatif mengambil peran sebagai penentu, ia memilih para siswa yang mendapatkan peran profesi yang lebih cenderung ke otak kanan. Hasilnya, para siswa tersebut bisa survive selama satu tahun di dalam bunker.
Ketika para siswa keluar dari bunker, sang guru tetap bersikukuh, mencoba mendebat. Ia mempertanyakan, apa yang bisa dilakukan oleh mereka untuk membangun lagi dunia pasca kiamat. Salah seorang siswa yang menjadi penentu, dapat memberikan penjelasan yang khas orak kanan. Dan pada akhirnya, ketika sang guru tetap bersikeras, siswa penentu tersebut mengatakan, “Kami akan hidup sebagaimana kami diciptakan, sebagaimana kami dikehendaki” (kata-katanya tidak letterlijh, tapi kurang lebih seperti itu).
Demikian analisis  film The Philosophers (After The Dark). Ada pendapat?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Pekerjaan atau Anak?
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan