Meskipun orangtua tahu manfaat dari atmosfir egaliter bagi perkembangan anaknya, namun tidak semua orangtua mampu membangun atmosfir egaliter dalam keluarga. Apa kendalanya?
Pasti sebagian besar orangtua, termasuk kita, tahu bahwa budaya atau atmosfir egaliter di rumah, memiliki banyak manfaat. Membayangkan atmosfir egaliter antara orangtua dan anak saja sudah sangat menyenangkan, apalagi jika kita tahu dampak positifnya bagi anak.
Namun agar tidak salah paham, sebelumnya perlu baca dulu “Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga”. Hal ini penting, karena banyak orangtua enggan membangun atmosfir egaliter karena dinilai memiliki dampak negatif bagi pribadi anak-anaknya. Padahal, egaliter dapat membentuk kepercayaan diri pada anak.
Kembali kepada kendala membangun atmosfir egaliter. Apa saja kendala yang sangat potensial menyulitkan kita membangun atmosfir egaliter di rumah?
1. Status alamiah orangtua dan anak
Posisi orangtua dan anak sangat alamiah menjadi kedala membangun atmosfir egaliter di rumah. Orangtua secara alamiah lebih tua daripada anak, lebih tinggi dan besar (baik secara fisik nyata maupun secara abstrak dan khiasan). Dan status orangtua dan anak itu sendiri sebagai posisi yang tak terbantahkan. Orangtua melahirkan, membesarkan dan merawat anak. Ini juga turut membentuk cara pandang orangtua terhadap anak. Karena kondisi ini, tidak mudah untuk menjadi egaliter antara orangtua dan anak.
2. Orangtua merasa lebih…
Kendala ini berhubungan dengan kendala nomor 1. Namun dalam kendala ini, ‘merasa lebih…’ lebih diartikan kepada konsekuensi dari kondisi alamiah, seperti yang disebutkan di poin 1. Dengan posisi orangtua yang lebih tua dan hidup lebih lama, maka mereka dapat merasa lebih tahu, lebih mengerti, lebih dewasa, lebih berpengalaman dan sebagainya. Ini juga turut berpotensi menjadi kendala dalam membangun atmosfir egaliter di rumah.
3. Gengsi sebagai orangtua
Kendala nomor 3 ini berhubungan dengan kendala nomor 1 dan nomor 2. Dengan posisi sebagai orangtua dan merasa memiliki pengetahuan dan lebih kaya pengalaman, mereka sering memiliki gengsi yang tinggi. Akibatnya, sering bersikukuh membela egonya, enggan bertanya meskipun sedang tidak tahu, lebih suka menasehati dan berceramah dan sebagainya. Perilaku dan perlakuan seperti ini adalah indikasi bahwa dalam keluarga tidak tumbuh atmosfir egaliter.
4. Khawatir anak akan ngelunjak
Hal semacam ini yang sering dikhawatirkan oleh banyak orangtua ketika disarankan untuk membangun atmosfir egaliter. Mereka khawatir anak-anaknya tidak menghormati mereka. Nah, kalau yang seperti ini berarti belum memahami makna egaliter secara benar. Silahkan baca di “Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga”.
5. Ketidakpedulian
Kendala yang ke-5 ini berlawanan dengan keempat kendala sebelumnya. Ketidakpedulian maksudnya adalah pola asuh yang mengabaikan, membiarkan, dan cenderung pasif. Ini yang biasanya disalahartikan sebagai egaliter oleh banyak orangtua, seperti yang dikhawatirkan di poin 4. Justru yang seperti ini bukan egaliter. Antara satu anggota keluarga dengan anggota yang lain tidak saling melengkapi, seperti indikator-indikator keluarga egaliter di “Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga”.
Itu tadi 5 kendala yang berpotensi menyulitkan kita dalam membangun atmosfir egaliter dalam keluarga. Mungkin saja, dari pengalaman Ayah/Bunda/Kakak ada penyebab-penyebab lainnya. Silahkan dibagi di sini ya…