Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
May 31, 2019 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert) . 0 Comments
Hidup pasti penuh dengan liku dan haru, banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi. Namun jika kita mengeluh atas kondisi yang kita alami, maka saat itu juga kekebalan diri kita menjadi menurun. Benarkah keluhan dapat menurunkan kekebalan?
Pernah mengeluh? Pastinya. Sekali atau dua kali mengeluh itu wajar. Namun jika mengeluh menjadi kebiasaan, maka saat itu juga daya juang dan daya tahan kita akan menurun. Mengeluh juga dapat menurunkan energi resiliensi kita, yaitu kekuatan untuk pulih kembali. Bagaimana keluhan dapat menurunkan kekebalan kita?
1.Β Keluhan mengurung kita dalam masalah
Ketika kita mengeluh, pada saat itulah pikiran kita akan lebih fokus kepada segala kondisi negatif yang sedang kita alami. Ketika kita mengeluh, pada saat yang sama kita meyakini apa yang kita keluhkan. Keyakinan tersebut membuat kita semakin sulit beranjak dari masalahnya.
2. Keluhan mempersempit kemungkinan hadirnya solusi
Kita kadang memang membuat solusi berdasarkan persoalan. Karena solusi memang biasanya lahir sebagai cara untuk mengatasi masalah. Namun jika persoalan ini dikeluhkan, pada saat yang sama kemungkinan kita memunculkan solusi menjadi berkurang. Semakin kita lama berkutat dengan masalahnya atau mengeluh berkepanjangan, saat itu juga pikiran kita tertutup untuk solusinya.
3. Keluhan menciptakan setting dasar yang negatif pada pikiran kita
Jika kita tipe pengeluh, maka pada saat kita menghadapi persoalan, mode itulah yang akan kita aktifkan. Kita tidak terdorong untuk melihat sisi baiknya, tetapi lebih cenderung melihat dari sisi buruknya.
4. Keluhan membuat kita menjadi tukang sedih yang alamiah
Karena kita sudah terbiasa mengeluh, maka hal itu akan jadi setting dasar atau default kita ketika menghadapi berbagai kondisi. Jika sudah menjadi setting dasar, maka semua kondisi akan kita hadapi dari sisi muram. Akibatnya, kita akan menjadi pribadi yang cenderung sedih.
5. Keluhan membuat kita semakin rapuh
Semakin terbiasa kita mengeluh, pada saat itu pikiran kita jadi menutup diri dari keunggulan yang sebenarnya kita miliki. Kelebihan kita dianaktirikan dan lebih mengutakan sisi ketidakmampuannya. Karena keunggulan dianaktirikan, maka ia akan menjadi layu.
Lima dampak keluhan di atas pada akhirnya akan membuat kita kurang tanggung menghadapi persoalan. Kita akan mempersepsikan diri sebagai pribadi yang lemah. Ketika hal ini intens, maka kita akan mengidentifikasi diri sebagai orang yang lemah. Keyakinan ini akan menjadi kenyataan. Artinya, kita akan benar-benar lemah ketika menghadapi tantangan.
Sayangnya, kadang kebiasaan mengeluh dibentuk sejak dini. Orangtua mempunyai kebiasaan mengeluh atau mengondisikan anak menjadi pengeluh. Hal ini berbahaya, karena akan berdampak pada cara anak menghadapi kehidupan. Untuk pembahasan pembentukan kebiasaan mengeluh pada anak, akan diberikan pada tulisan selanjutnya.
Apakah Kamu tergolong pribadi yang pengeluh? Hati-hati dengan kekebalanmu!
Artikel tentang Inspirasi (Insert) Lainnya:
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Perbuatan Baik Dapat Kembali Memurnikan Hati
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Mempertanyakan Kekuasaan Tuhan
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Now and Here, Cita-Cita Tak Sampai
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- 3K, Bahan Bakar untuk Lokomotif Kehidupan Kita
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Menjadi yang BAIK, Tanpa Syarat
- Pemilu Usai, Saatnya Berbuat untuk Negeri Ini
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Niat Baik Meningkatkan Nilai Perkataan dan Perbuatan
- Dumbo Disney, Ketidaksempurnaan yang Luar Biasa
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Manusia Dikendalikan Sistem Ciptaannya?
- Persepsi Tanpa Komunikasi Bisa Menjadi Prasangka
- Inspirasi dan Menjadi Diri Sendiri
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Ketika Tidak Dipercaya, Bagaimana Cara Menciptakan Perubahan?
- Hijrah Membutuhkan Konsistensi
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Tak Ada yang Sulit Jika Ada Kemauan Belajar
- Menyatunya Hablum Minallah dan Hablum Minannas
- Bahaya Tagar Indonesia Terserah
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- CARA MUDAH Manajemen Waktu dalam Menghadapi Deadline
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- Mengubah Keburukan Menjadi Kebaikan adalah Menciptakan Resonansi
- Corona, Perpecahan Keyakinan yang Melelahkan dan Melemahkan
- Bagaimana #senja Bisa Menjadi Sumber Kebahagiaan?
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Penularan Kebaikan dan Keburukan untuk Diri Sendiri
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Agar Nikmat Melimpah, Kita Membutuhkan Rasa Syukur yang Sesungguhnya
- Ingin Memiliki Daya Saing? Jadilah Diri yang Original
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- Cerita: Menolong Nubi
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Bagaimana Menjadi Produktif? Begini Prinsipnya
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Bergerak dari Zona Masalah ke Zona Solusi
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Sholat Tarawih, Perjuangan Membentuk Karakter
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- Menyiasati Ruang dan Waktu untuk Produktivitas
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack