Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
July 22, 2020 . by rudicahyo . in Parenting, Pendidikan . 0 Comments
Keselarasan orangtua dan anak sangat penting. Setiap kali berinteraksi dengan anak, tentu orangtua mengharapkan interaksi yang selaras. Namun kadang orangtua terlibat perdebatan yang mengarah kepada kompetisi ego. Kompetisi ini mengaburkan keselarasan orangtua dan anak.
Sebelum membahas tentang keselarasan orangtua dan anak, aku punya cerita tentang Bintang. Sekolah dari rumah dimanfaatkan oleh Bintang untuk melakukan yang ia senangi, mempelajari yang ia inginkan. Salah satu yang sering menjadi keluhan para orangtua adalah penggunaan gadget oleh anak di kala sekolah dari rumah. Sebagian anak menggunakan hp karena waktu longgarnya kelewat banyak jika dibandingkan dengan saat dulu belajar di sekolah. Belajar dilakukan hanya ketika tugas diberikan atau kelas online dibuka. Selebihnya anak mempunyai waktu untuk mengeksplor banyak hal, dan salah satu yang potensial menarik perhatian mereka dalah hand phone.
Salah satu yang sedang dieksplor oleh Bintang berhubungan dengan gawai juga, yaitu game roblox. Sudah sewajarnya orangtua khawatir kalau anaknya banyak nge-game kala di rumah. Begitu juga denganku, yang kadang merasa sulit dalam melakukan tarik ulur antara mengijinkan dan membatasi. Karena gawai memang sangat menggiurkan dan menimbulkan keterikatan pada diri anak untuk menggunakannya dalam waktu yang berkepanjangan. Alhamdulillah, aku bersyukur, karena kesenangan Bintang dalam nge-game ini kemudian berkembang menjadi munculnya keinginan untuk mendesain game nya sendiri di roblox studio. Akhirnya bapaknya nyemplung juga, agar lebih bisa menandingi, eh mendampingi.
Ada beberapa diskusi (atau malah perdebatan) yang menarik ketika mengembangkan desain map untuk roblox nya Bintang. Pada saat diskusi tentang penyimpanan game, aku menjelaskan tentang penyimpanan hasil kerja di studionya, sebuah penyimpanan standar, seperti menyimpan file sehabis kerja dengan dokumen, powepoint, exel atau semacamnya. Tapi Bintang membahas tentang penyimpanan yang berbeda, yaitu menyimpan game sehabis dimainkan. Terjadilah eyel-eyelan karena perbedaan persepsi ini. Sampai sebuah kesalahan aku buat, yaitu menganggap Bintang belum paham soal penyimpanan kerja di studio yang aku maksud.
Ketika sudah bersitegang, baru sadar bahwa Bintang bahkan sudah mengetahui dua sistem penyimpanna yang berbeda itu. Dia menjelaskan, kalau simpan hasil kerja di studio ya tinggal simpan aja. Tapi kalau nyimpen permainan terakhir, harus pakai script. Langsung aku tercengang. Ternyata anak ini jauh lebih paham. Yang bikin dia ngotot adalah karena dia menyadari kalau aku menganggapnya tidak paham. Dia hanya ingin menjelaskan bahwa dia paham yang aku maksud, tapi itu tidak seperti yang ia maksud.
Baca juga,
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Selalu ada Cara Menghubungkan Anak dan Orangtua
Tapi aku bersyukur, karena perbedabatan pendapat antara kami belum sapai pada mengintimidasi atau membuat Bintang malah mutung (nyerah), terus menganggap dirinya tidak bisa. Jika ini terjadi, fatal akibatnya bagi kreativitasnya. Sebenarnya terjadi beberapa kali perdebatan di beberapa bagian, terutama soal penempatan script pada folder yang tepat. Ternyata Bitang lebih paham soal efek pergeseran tempat script disimpan. Tapi tetap saja perdebatan sengi terjadi. Aku cuma kawatir satu hal bahwa perdebatan ini hanya muncul karena, satu sisi bapaknya (aku) hanya tidak ingin didebat, sementara Bintang ngeyel hanya karena ia merasa dirinya dianggap tidak mengerti. Apa artinya?
Perdebatan semacam ini sering terjadi. Bahkan tidak jarang kita menempatkan diri kita pada posisi superior hanya karena kita merasa lebih tahu. Superioritas ini jika digunakan untuk mengintimidasi, akan membuat anak merasa salah, meskipun sebenarnya bisa jadi dia benar. Lebih parah lagi, jika superioritas dan inferioritas ini tidak lagi berpijak pada substansi debat, bergeser dari content debat menjadi ke aspek formalnya. Seperti yang aku sebutkan sebelumnya, satu sisi orangtua merasa dirinya tidak patut didebat oleh anak, sedangkan si anak mendebat gegara ia sadar bahwa dirinya diremehkan. Akhirnya perdebatan terjebak hanya meributkan aspek formal dari debat, bukan aspek substansial atau isi debatnya.
Padahal jika membali kepada substansi debatnya, kesepahaman itu lebih mudah dicapai. Kenapa demikian? Karena orientasi masing-masing pihak adalah objek. Objek debat itu lebih mudah diotak-atik. Sebagaimana layaknya barang, seorang anak dan orangtua dapat mengotak-atik barang tersebut bersama-sama. Seperti seorang ayah yang membetulkan sepeda bersama anaknya, karena objeknya ada di depan mereka maka pengelolaannya menjadi lebih mudah.
Hal ini berbeda jika dari objek bergeser kepada subjek dengan egonya masing-masing. Orangtua dan anak bersitegang lebih karena ‘luka’ pada ego masing-masing. Ego orangtua berusaha menguasai atau menindas ego anak dan sebaliknya anak berusah abertahan dengan cara menyerang ego orangtua atau melindungi egonya sendiri. Substansi debatnya jadi hilang, terlupakan, diganti dengan pembelaan harga diri yang tidak banyak berkontribusi pada kemajuan anak, terutama berkenaan dengan objek yang didebatkan.
Apakah Ayah, Bunda, Kakak, juga pernah mengalaminya?
Artikel tentang Parenting, Pendidikan Lainnya:
- Pendidikan Kita Menciptakan Jarak dengan Kehidupan?
- Pendidikan Indonesia di Nomor S(ep)atu
- Cara Tepat Memberi Bantuan untuk Anak
- Apakah Kamu Mendidik atau Mendikte?
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?
- Pendidikan dan Sikap terhadap Tantangan Kerja
- Kenapa Imajinasi Anak Itu Penting?
- Apakah Pendidikan Kita Membangun Karakter?
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Bahaya Ancaman Bagi Anak
- Jenis Kelekatan yang Terjadi pada Anak
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Bolehkah Memarahi Anak?
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Mengajari Anak Berpuasa dengan Lebih Bermakna
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Kenapa Kita Tidak Boleh Memotong Aktivitas Anak?
- Bukan Stratifikasi, tapi Diferensiasi Pendidikan
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Kenapa Orangtua Kesulitan Melakukan Pendidikan Seks Usia Dini?
- Berikan Alasan Realistis untuk Anak
- Bagaimana Bertanggung Jawab atas Keseriusan Anak?
- Pelajaran Berharga dari Film Soekarno
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Apa yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Anak Marah?
- Benarkah Anak Kita Mengalami Bullying?
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Warisan Unas: Ketika Kejujuran Menyisakan Penyesalan
- Pemimpin itu Pendidik
- Seperti Orang Dewasa, Anak Juga Mengenal Kesepakatan
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- 5 Alasan Fundamental Kenapa Membudayakan Membaca pada Anak Sangat Penting?
- Pay It Forward: Dengan Inspirasi, Guru Membuat Perubahan
- Bolehkah Guru TK Mengajari Membaca?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Membandingkan Anak Lebih Sering Tak Disadari
- 5 Kesalahan Orangtua yang Melukai Kepercayaan Diri Anak
- Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat
- 5 Langkah Mengetahui, Apakah Anak Kita Mengalami Bullying
- Seperti Apakah Perubahan Diri Kita setelah Belajar?
- Bagaimana Menemukan dan Mengenali Potensi Anak?
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- WAJIB TERUS DITUMBUHKAN Kesadaran Parenting sebagai Bentuk Pendidikan Pertama
- Hubungan Ayah Bunda dan Pengaruhnya Buat Perkembangan Anak
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- Pengembangan Diri yang Paling Murni
- Mengapa Kata JANGAN Dihindari Penggunaannya?
- 5 Dampak Ketidakpercayaan kepada Anak
- Pentingnya Anak Menyadari Potensi Diri
- Jati Diri Anak Terkubur oleh Determinasi Orang Dewasa
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- Bagaimana Mengatasi Temper Tantrum Anak?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Menjadi Guru adalah Jalan Pedang
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Apakah Pendidikan Kita Sudah Kontekstual?
- Dari Galau Hingga Oportunistik, Diawali dari Problem Pengasuhan
- Modal Dasar Pengasuhan
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Apa Dampak Pelayanan Berlebihan untuk Anak?
- Film Rekomendasi untuk Hari Guru
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Apakah Pribadi yang Suka Mengeluh itu Dibentuk?
- Semua Orangtua Punya Anak Kreatif
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Bagaimana Menjadi Orangtua yang Mengelola Larangan dan Perintah?
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Pujian yang Salah dapat Menjerumuskan Anak
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Tantangan dalam Membudayakan Membaca Pada Anak
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak
- PENDIDIKAN Kita Melestarikan Budaya Verifikasi Benar dan Salah?
- Kendala Membangun Atmosfir Egaliter dalam Keluarga
- Pendidikan Karakter dan Kebahagiaan Murid
- Apa Catatan yang Harus Diperhatikan Jika Guru Menghukum Murid?
- Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak
- Berhala Sistemik Dunia Pendidikan
- Cara Beli Buku Daily Parenting
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Bagaimana Anak Menjadi Temper Tantrum?
- Tips Mengubah Perilaku Anak dengan Memperbanyak Variasi Pilihan
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Dampak Reaksi Kekhawatiran yang Berlebihan terhadap Anak
- Apa Dampak Ketidakkompakan Orangtua Bagi Anak?