Musik adalah salah satu hal yang disukai anak. Karena disukai, kenapa kita tidak memanfaatkannya untuk bermain dan belajar bersama anak? Kali ini kita akan membahas, bagaimana cara belajar dengan lagu.
Dua hari yang lalu (Kamis, 25/10), aku menjadi panitia tunggal untuk acara orasi ilmiah bertajuk, “Mendidik dengan Musik”. Acara ini lebih menyerupai seminar atau kuliah umum.
Sebagai panitia, aku tidak banyak berada di dalam ruangan. Rugi banget ya.. Sekali aku masuk di hampir pertengahan sesi. Bagus juga sih cara Miss Hita memandu proses belajar. Terlihat piawai menerapkan ilmunya sebagai pendidik dan pemilik sebuah sekolah musik.
Aku baru bisa masuk lagi di setengah jam menjelang acara bubaran. Sisa waktu ini adalah sesi tanya jawab. Ada beberapa pertanyaan menarik. Ada yang tanya tentang lirik lagu, perlukah diubah untuk kebutuhan yang lebih positif. Contoh waktu itu adalah lirk “Siapa tahu apa rasai cabai? Pedas pedas pedas, aku tak suka”. Menurut seorang peserta, pedas itu juga perlu dikenal oleh anak. Selain itu, anak juga tidak dilarang jika memilih suka pedas.
Pertanyaan yang lain adalah soal sulitnya anak untuk diajak bernyanyi. Karena anak punya banyak perhatian. Misalnya saja pada lagu Burung Hantu. Anak-anak tidak mudah begitu saja diajak mengatakan “uhu…uhu…uhu..” saat guru mengatakan “…. terdengar burung hantu, suaranya merdu”. Nah bagaimana menarik perhatian anak?
Pertanyaan yang lain adalah tentang menggunakan lagu sebagai cara belajar membaca. Seorang peserta pernah menggunakan kosa kata pada potongan-potongan kertas untuk belajar membaca. Mereka mengajak anak untuk bernyanyi. Misalnya belajar membaca “ma-ma”. Pertanyaan dari teman penanya, kenapa anak-anak hanya bisa mengucapkan, tetapi tidak tahu maknanya?
Pertanyaan-pertanyaan ini dijawab oleh kedua pembicara sesuai dengan bagian dan kompetensi masing-masing.
Di sesi pertanyaan kedua, aku mencoba nimbrung, karena pertanyaan-pertanyaan di sesi sebelumnya sangat menarik. Aku tidak ingin bertanya, hanya berbagi pengalaman bersama @bintangABC.
Bintang sekarang sudah bisa bernyanyi lagu Bintang Kecil secara lengkap, meskipun sesekali butuh diingatkan kata atau suku kata awal tiap bait. Misalnya dia mengatakan “Bintang kecil, di langit yang biru..”. Kalau dia berhenti bernyanyi, aku membantunya dengan mengatakan, “Am…”. Barulah ia meneruskan dengan “Amat banyak….”.
Artinya, Bintang sedang belajar struktur dari lagu tersebut. Struktur apa? Struktur kalimat. Ia belajar rangkaian kata dalam kalimat. Bintang tidak belajar fungsi. Bisa saja Bintang ditingkatkan kepada belajar fungsi, tapi aku belum melakukannya dalam lagu Bintang Kecil.
Bagaimana belajar fungsi? Belajar fungsi berarti belajar makna dari apa yang diucapkan. Belajar semantik (makna) dan pragmatik (penggunaan) merupakan belajar fungsi bahasa. Jika ingin menggunakan lagu Bintang Kecil untuk belajar fungsi, anak bisa diajak langsung ke luar rumah dan menyanyikan lagu tersebut di bawah taburan bintang di langit. Ketika menyebut kata ‘bintang’, kita bisa menunjuk langit. Begitu juga ketika menyebut, ‘langit’. Demikian seterusnya. Ini biasanya diterapkan untuk anak usia 0-3 tahun (tahap enactive).
Untuk anak yang lebih besar (usia 3-8 tahun), boleh menggunakan gambar. Karena realita sudah mulai bisa digeser kepada hal yang mewakilinya, tetapi tetap memiliki kesamaan. Ini disebut sebagai tahap iconic. Untuk anak di atas 8 tahun, barulah bisa mengacu pada makna katanya secara langsung. Pada tahap ini (symbolic) anak sudah bisa berpikir dengan simbol-simbol yang tidak sama dengan benda atau sesuatu yang dituju.
Untuk mudahnya, aku mencontohkan lagu “Satu satu, aku sayang ibu”. Waktu itu aku menggantinya dengan “Satu satu, aku sayang mama”. Secara tidak langsung, ini menjawab pertanyaan peserta, bolehkan lirik lagu diubah.
Pada lagu tersebut, kita bisa mengajak anak belajar mengenali definisi anggota keluarga atau peran anggota keluarga. Untuk mengenalkan definisi anggota keluarga, boleh saja guru menggunakan gambar ibu, ayah dan kakak sambil bernyanyi. Untuk anak pada tahap enactive, boleh dengan bermain peran. Seorang guru menjadi ibu, guru yang lain menjadi ayah dan ada teman yang lebih dewasa menjadi kakak. Saat menyanyi, guru yang memandu menunjuk orang-orang tersebut.
Level belajar bisa ditingkatkan kepada fungsi pragmatik. Kita bisa mengenalkan emosi yang terkandung dalam lirik lagunya. Misalnya saja, “Satu satu, aku sayang ibu/mama”. Bisa jadi tidak hanya menunjuk orang yang menjadi ibu, tetapi bisa memeluknya berbarengan dengan kata ‘sayang ibu’. Ini memang harus tepat timing-nya. Selain tepat waktunya, juga perlu disertai dengan ekspresi seorang anak yang sangat sayang pada ibunya, untuk memberi tekanan emosi yang menyertai kata-kata pada lirik lagu.
Demikian kira-kira pengalamanku ketika ikut dalam Seminar “Mendidik dengan Musik”. Meski tidak ikut secara penuh, aku berharap pengalamanku bersama Bintang, yang aku bagi kepada peserta, bisa bermanfaat.
Bagaimana Kamu menggunkaan lagu untuk mendidik anak?