Sebagai people helper, seperti guru, dosen, konselor, fasilitator atau sejenisnya, dikatakan hebat kalau bisa menolong orang. Apa artinya? Dalam fasilitasi belajar, bukan kehebatan teori yang dibutuhkan, tapi kepiawaian kita memberikan apa yang dibutuhkan.
Kamu pernah kuliah/sekolah? Atau masih menjalaninya? Bagaimana dengan workshop atau training, pasti pernah mengikutinya kan? Apa yang membuatmu menyukai kegiatan tersebut? Itu semua adalah kegiatan fasilitasi belajar untuk membantu para pesertanya. Coba ingat kembali, fasilitasi belajar yang manakah yang menginspirasimu, membuat Kamu benar-benar berubah?
Hal ini mengingatkanku pada beberapa waktu yang lalu saat memfasilitasi belajar di sebuah sekolah. Aku berpartner dengan para akademisi. Eh, aku sendiri juga akademisi sih hehe. Akademisi abangan tepatnya haha. Karena buat aku, bukan soal akademisi atau praktisi yang terpenting, tapi kemanfaatan yang kita berikan. Lho kok jadi ngomentari akademisi dan praktisi sih. Tapi tidak apa-apa, karena pembahasan kita kali ini ada hubungannya dengan hal itu.
Di sebuah sesi pembelajaran kolaboratif yang memfasilitasi para guru, seseorang tampil mendahului. Acaranya bermaksud meningkatkan kapasitas guru agar lebih ok memandu belajar siswa berbakat. Ada hal menarik yang diam-diam aku perhatikan. Apaan tuh? *gaya Jaja Miharja*.
Ada kelebihan yang aku amati dari pembicara pertama ini. Boleh dibilang, ini adalah kelebihan seorang akademisi, karena sejauh ratusan mengamati proses perkuliahan sejak mahasiswa dulu, aku selalu menangkap kelebihan ini. Apa kelebihannya?
1. Teorinya padat banget
Setiap kali slide terpampang, teori lengkap terkembang. Tiap apa yang dituturkan, selalu ada referensi yang melatarbelakangi. Ini hebat. Teori yang digunakan oleh pembicara pertama ini begitu padat. Saking banyaknya teori yang harus disampaikan, waktunya sampai tidak mencukupi.
2. Menyampaikan semuanya
Ini berhubungan dengan poin pertama. Saking banyaknya yang ingin disampaikan, dan semuanya dikeluarkan, maka di bagian akhir semakin cepat, karena harus berkejaran dengan ketersediaan waktu.
3. Istilah yang digunakan khas
Apa kekhasan dari istilah yang digunakan? Seperti yang sering aku lihat di perkuliahan, istilahnya khas seorang akademis. Seperti apa itu? Coba aja buka buku biologi dan baca berbagai istilah berbahasa latin di situ. Keren ya? haha
4. Sistematis
Satu hal lagi yang aku pelajari dari pembicara ini, sistematis. Yang disampaikan begitu runtut. Ibaratnya, jika kalimat pertama adalah A maka penutupnya adalah Z.
Nah, itu beberapa yang aku pelajari dari pembicara pertama. Namun ada yang lebih menarik lagi. Ketika ada giliran buat peserta bertanya, ada dua model pertanyaan yang mucul. Sebagian besar tanya ‘how to’ alias bagaimana penerapannya dalam proses pembelajaran sehari-hari yang mereka pandu di sekolah. Sementara yang lain tanya dengan didahului, “Sebenarnya pertanyaan saya tidak ada hubungannya dengan materi ini sih..”.
Kenapa pertanyaan peserta jauh lebih menarik dari materi yang memang menarik perhatianku? Karena dari sekian kehebatan pembicara pertama ini, ia melupakan satu hal, kebutuhan dari peserta. Bisa dibilang, nyaris hebat hehe.
Materi yang dibawakan memang sangat penting, namun masih perlu diterjemahkan lagi kedalam ‘bahasa kebutuhan’ peserta. Dengan kata lain, materi yang bagus itu langsung hangus berkeping-keping ketika ternyata tidak menyentuh kebutuhan peserta. Bukan tidak sampai ke peserta. Mereka paham dengan yang disampaikan, tetapi bukan itu yang dibutuhkan.
Demikian kira-kira pengamatanku dari pengalaman fasilitasi belajar para guru.
Apa insight yang muncul dari cerita ini? Boleh dong dibagi, biar kita bisa saling belajar dan menginspirasi.