Larangan terhadap anak dapat menghentikan aktivitasnya, itu pasti. Tapi ternyata, hal itu dapat menginterupsi berpikirnya. Untuk itu, diperlukan pilihan kata yang tepat untuk melarang anak.
Suatu ketika Bu Ani datang ke mall untuk mengajak anaknya berbelanja. Namun sebelum masuk pintu ke super market, ada tempat persewaan mainan yang menarik perhatian anaknya. Anaknya berlari dan berbelok ke arah persewaan mainan tersebut. Ibu Ani langsung berteriak, “Tidak boleh bermain!”.
Pola seperti yang dialami Bu Ani sering aku temui di tempat perbelanjaan atau di mall. Tempat umum membuat orangtua berhati-hati berkenaan dengan banyak hal, sehubungan dengan tindakan anaknya. Tempat umum ada banyak fasilitas, banyak orang lain, yang memungkinkan anak berbuat sesuatu atas hak orang lain. Maka orangtua yang peduli terhadap anaknya dan orang lain, akan sangat mungkin melakukan hal yang sama seperti Bu Ani.
Ternyata Bu Ani sudah berusaha untuk tidak menggunakan kata ‘jangan’. Tentang, mengapa kata ‘jangan’ dihindari, dapat dibaca di sini. Sedangkan, mengapa kata ‘jangan’ boleh digunakan, bisa dibaca di sini. Dan bagaimana penggunaan kata ‘jangan’, bisa dibaca di sini. Namun kali ini, kita tidak sedang membahas kata ‘jangan’, meskipun tetap ada kaitannya dengan hal itu.
Kata ‘jangan’ memang menjadi alternatif kesekian dalam mencegah aktivitas anak. Begitu juga dengan kata sejenis, misalnya ‘tidak’ atau ‘tidak boleh’. Kata-kata seperti ini menandai bahwa kita telah masuk kepada lingkaran kemauan anak. Maksudnya, kita dibawa oleh anak untuk berkutat pada tindakan yang ingin ia lakukan. Akibatnya, kita dapat berpikir lebih sempit, dan melupakan alternatif aktivitas yang lain.
Ketika Bu Ani bilang, “Jangan bermain!”, maka kita masuk dialog yang sempit, yaitu berfokus kepada bermain sebagai topiknya. Dengan mengatakan “Jangan bermain!”, Bu Ani sangat mungkin melupakan topik lain yang menjadi tujuan awal dia datang ke mall, yaitu berbelanja. Memang, melupakan di sini bukan berarti menghapus dari memori. Melupakan berarti menanggalkan topik tersebut dan berfokus pada lingkaran topik ‘bermain’ yang diciptakan oleh anak. Hal inilah yang membuat anak justru melakukannya, karena pada waktu itu, ia tidak mendapatkan alternatif pilihan yang lain.
Bagaimana melarang anak secara efektif dengan ilihan kata yang tepat? Mari kita bahas beberapa alternatif caranya,
1. Gunakan kata negasi sebagai alternatif terakhir
Kata negasi adalah kata yang menidakkan, misalnya ‘jangan’, ‘tidak’, atau ‘tidak boleh’. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, melarang dengan kata negatif justru mempersempit alternatif aktivitasnya. Kita masuk dalam lingkaran topik yang diciptakan anak. Kalaupun terpaksa atau terlanjur menggunakan kata-kata negasinya, maka segeralah diikuti alternatif cara berikutnya.
2. Memperluas waktu
Apa yang dimaksud dengan memperluas waktu? Kalau kita ambil contoh kasusnya Bu Ani, maka kita dapat memperluas waktu dengan mengatakan, “Bermainnya tidak sekarang”, “Hari ini belanaja dulu”, “Hari ini belanaja saja”. Namun kita perlu memastikan, apakah kita bisa memenuhi keinginan anak di lain waktu atau tidak. Jika dapat memenuhi, maka kita pastikan, apakah akan di penuhi nanti, di hari yang sama (misalnya setelah berbelanja), atau di hari yang lainnya. Jika bisa dipenuhi di hari yang sama, kita bisa bilang “Sekarang belanja dulu” atau “Mainnya setelah berbelanja”.
3. Memperluas tempat
Selain dengan memperluas waktu, kita bisa memperluas tempat dalam melarang anak. Seperti pada memperluas waktu, memperluas tempat dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan alternatif tempat. Pada kasusnya Bu Ani, dia bisa bilang, “Mainnya tidak di sini” atau “Kita ke sini untuk berbelanja”. Seperti pada memperluas waktu, kita harus perhatikan pilihan kata yang tepat sehubungan dengan kesanggupan kita memenuhi keinginan anak di lain tempat.
4. Memperluas waktu dan tempat
Alternatif cara yang ini dilakukan dengan menggabungkan perluasan waktu dan perluasan tempat. Tentu saja cara ini lebih komplit, tetapi perlu memperhatikan dua hal, yaitu perhitungan tempat dan waktu. Artinya, jika kita memperhatikan pemenuhan keinginan anak di lain waktu, berarti sekaligus juga mempertimbangkan kesanggupan untuk mencari tempat alternatifnya. Dengan cara menggabungkan, kita bisa mengatakan kepada anak, “Sekarang saatnya berbelanja, mainnya di taman aja ya!” (pada kasus Bu Ani).
Pemilihan kata yang tepat tidak hanya berguna dalam melarang anak melakukan keinginannya, tetapi juga membuat ide anak tidak mati. Jika kita mengatakan “Jangan bermain!”, maka pada saat itu, ide bermain menjadi terinterupsi. Selain tidak nyaman, ide ini diblock oleh kata-kata kita. Ketidaknyamanan karena berhentinya ide, ditambah blocking gagasan, membuat anak mengevaluasi keinginan. Memang, hal ini berguna pada saat itu. Tetapi jika anak mengkodenya, maka keinginan bermain (contoh kasus Bu Ani) akan ditandai sebagai larangan. Jika dilakukan secara intens, maka ide ini terhalau dari pikiran anak. Coba bandingkan dengan alternatif cara yang sudah dijelaskan di atas.
Demikian kira-kira pembahasan tentang seni melarang anak dengan pilihan kata yang tepat. Semoga bermanfaat.
Punya pengalaman tentang melarang anak? Boleh deh di-share di sini..
4 responses to “Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat”
artikel yg menarik. nice share, om rudi..
Terimakasih Mas Teguh
mas, ada 2 pertanyaan:
1. kenapa pilih gambar yang ibunya keliatan paha mulusnya? :))))
2. maksud kalimat kedua dari terakhir ” Jika dilakukan secara intens, maka ide ini terhalau dari pikiran anak” itu gimana ya?
apakah anak nantinya akan menggeneralisasi bahwa “bermain” itu tidak boleh dilakukan olehnya, dimanapun ia berada?
thank’s
1. Waduh, soal gambar itu, aku cuma fokus ke anaknya. Ndak sadar soal ibunya. Ok, akan diedit. Terimakasih telah mengingatkan. Eh, tapi kan kita belum tahu, jangan-jangan itu bapaknya wkwkwkwk
2. Jika terus-terusan anak terbiasa dikenai kata jangan untuk melarang tindakannya, maka idenya akan terinterupsi. Jika terus menerus terinterupsi, maka ide itu akan dilabeli oleh anak sebagai ide yang dilarang. Tindakan selanjutnya, bisa melabeli secara moral, melabeli secara emosional. Jadi ketika ide itu muncul, yang ada di benak anak adalah larangan atau sesuatu yang tidak menyenangkan.
Soal generalisasi bisa saja terjadi, tapi kemungkinan itu kecil. Selain generalisasi, anak juga diimbangi kemampuan melakukan diskriminasi stimulus (mengode stimulus secara spesifik)