Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
Maret 21, 2012 . by rudicahyo . in Parenting . 0 Comments
Memberikan kasih sayang kepada si kecil itu penting. pasti sudah pada tahu kalau yang satu ini. Yang kemudian perlu di-manaj adalah bagaimana dan seberapa kasih sayang itu harus kita berikan. Karena setiap kasih sayang menimbulkan ikatan, menciptakan ketergantungan.
Berlanjut di hari kedua pergantian pengasuh buat @bintangABC. Hari kedua tidak lebih baik dari hari pertama, dan syukurlah tidak lebih buruk hehehe. Lho tentang apa? Iya tentang proses adaptasi anak dengan pengasuh barunya.
Hari pertama langsung meledak dengan tangis bertubi-tubi. Melihat ibunya, @cantiknyacantik, menggeber motor, ia menangis sejadi-jadinya. Dengan berat tetapi harus, ibunya tak menoleh dan terus berlalu. Padahal dari gasnya yang tidak stabil, aku tahu ibunya Bintang tak rela begitu saja meningalkan drama hehe.
Hari kedua setali tiga uang. Lagi-lagi drama itu aku saksikan lagi. Sampai rasanya tidak ingin berangkat kerja dibuatnya. Tapi ada yang beda di hari kedua. Katanya Bintang sudah mulai mau bermain dengan bude pengasuhnya. Meskipun itu ketika ibunya sudah datang dari bekerja. Yang beda lagi, ketika bude pengasuh mau pulang, dijemput anaknya, Bintang merengek. Entah karena ingin ikut naik motor atau karena memang tidak ingin ditinggal bude pengasuhnya. Mudah-mudahan yang kedua.
Emang agak aneh ya berharap anak membangun ikatan dengan orang lain. Bukannya karena ingin mengalihkan tanggung jawab memenuhi kasih sayang ke orang lain, seperti yang sudah terjadi di masyarakat modern, tapi karena menurutku memang sudah waktunya Bintang mendapat pelajaran tentang orang lain. Hehe, tapi memang lagi butuh juga sih, karena Bintang ditinggal bekerja.
Kalau tidak karena butuh, tentu yang lebih baik adalah tetap memegang penuh tanggung jawab menyayangi sampai masa 2-4 tahun mendatang. Itulah idealnya pilihan orang tua akan anaknya. Hanya saja, tidak bisa yang ideal selalu didapatkan.
Berkenaan dengan hal itu, aku merenung di setiap jalan dan kesendirian, apa yang menyebabkan Bintang ekstrim menangisnya. Tapi sebelum membahas tentang hal itu, aku juga mengamati seperti apa tangisan Bintang.
Seandainya Bintang menangis, mungkin aku tidak akan terlalu khawatir dibuatnya. Bintang tidak menangis tetapi marah, sakit hati. Tangisan itu bermanfaat untuk katarsis. Artinya, ketika menangis, ada ketegangan emosional yang diredakan. Berbeda dengan sakit hati atau kemarahan. Pernah marah? Iya, kemarahan jika dilayani, pasti akan membuatnya semakin menjadi-jadi. Dengan kata lain, setiap marah atau sakit hati, intensi emosinya bertambah.
Hasil perenunganku, Bintang sedang mengalami peralihan orang yang dekat dengan dia. Sebelumnya, pengasuh yang lama sudah pasti tidak mengalami persoalan ini, karena Bintang memang sejak bayi berada di tangannya. Semenjak belum mengerti banyak tentang dunia, bintang sudah ditimangnya. Tantangan berada pada pengasuh yang baru.
Tentu tidak butuh perenungan mendalam jika hanya bilang, Bintang sedang masa penyesuaian diri. Lebih dari itu semua, ada sesuatu yang khas dari Bintang, mungkin beberapa anak juga seperti dia, Bintang peka terhadap pengalaman denan penanda emosi tertentu. Contoh saja, Dulu waktu ibunya mengajari dengan bilang, “Hari Senin, Abe (panggilan Bintang) akan bermain bersama bude. Sama siapa, Nak? Bu….de”, tidak ada masalah dengan itu. Tapi setelah ditinggal sehari bersama pengasuhnya, ia langsung bereaksi ketika kata ‘bude’ disebut. Dia langsung merengek, memasang wajah sedihnya.
Dengan kondisi Bintang yang sensitif itu, aku merunung lagi, melanjutkan perjalanan perenunganku.Β Apa yang aku lakukan sepertinya perlu dibenahi. Aku dan ibunya langsung meninggalkan Bintang dengan orang itu, meskipun sebelumnya sudah pernah dipertemuka. Tapi pertemuan yang sangat singkat tidak cukup menghilangkan kehadiran kami, dan menghadirkan orang yang baru sama sekali.
Tentu saja tindakan ini menanamkan kesedihan, menoreh amarah. Pengalaman emosional ini dia tandai dengan nama ‘bude’, wajah ‘bude’, pelukan ‘bude’ dan mungkin yang lainnya. Karena itulah, setelah hari pertama itu Bintang jadi lebih sensitif dengan kata ‘bude’.
Seharusnya tidak berhenti sampai di sini. Aku harus mencocokkan kondisi dengan kemungkinan cara apa yang bisa aku gunakan. Cara yang pertama berhubungan dengan kesukaan Bintang dengan anak sedikit di atas baya, atau sedikit lebih dari umurnya. Berarti, aku harus bisa menghadirkan anak lain di rumah ini. Kalau mau bikin sendiri pasti butuh waktu hehehe. Lagian pasti umurnya akan di bawahnya. Stok di sekitar rumah juga sudah habis, mereka sudah larut dalam aktiviasnya masing-masing. Terpikir meminta bude membawa seorang anak ke rumah. Tapi miminta yang seperti ini sama saja bermain-main dengan kata ‘kemungkinan tipis’.
Ide yang kedua adalah meminta bude berada di rumah sampai agak malam, setidaknya sampai Bintang tidur. Sehingga seperti puzzle yang berpasangan, aku dan ibunya Bintang bisa ada irisan waktu dengan bude untuk bersama Bintang. Waktu yang beririsan ini ditujukan menyajikan pemandangan buat Bintang bahwa aku dan ibunya tidak berbeda dengan bude, aku dan ibunya menjalin hubungan yang lebih akrab dengan bude. Fakta sajian ini diharapkan akan menjadi contoh buat Bintang dalam membangun hubungan interpersonal dengan orang lain, di luar lingkaran kesehariannya selama ini.
Dari kondisi ini, paling tidak ada dua strategi yang bisa diterapkan untuk kasus yang sama. Pertama, kenali apa yang disukai oleh anak. Kalau Bintang, selain suka anak yang sedikit di atas umurnya sebagai teman, ia juga suka jika diberikan kebebasan untuk melakukan apapun. Artinya lebih baik banyak mengawasi daripada banyak mengekang. Lebih banyak menemani, bukan melarang.
Strategi kedua adalah dengan membuat masa transisi yang beririsan. Apa yang diiriskan? Sebenarnya ada dua realita, yaitu ruang dan waktu. Kalau pada contoh Bintang, irisan waktu yang bisa jadi strategi, yaitu waktu bersama aku atau ibunya dan waktu bersama bude pengasuhnya. Bagaiamana dengan ruang? Bintang tidak mengalami persoalan dalam hal itu.
Namun demikian, berkenaan dengan ruang, aku bisa berikan penjelasan dan contohnya. Irisan ruang ini jadi strategi transisi jika memang ada persoalan berkenaan dengan tempat pengasuhan. Dulu Bintang dirawat di rumah pengasuhnya yang lama. Untungnya tidak ada persoalan ketika Bintang harus berpindah ke rumah. Mungkin karena memang Bintang berada di dua tempat selama sehari semalam, yaitu di rumah sendiri dan di rumah pengasuhnya. Jadi tidak mengalami masalah soal tempat.
Bagaimana andai persoalan penyesuaian tempat terjadi? Jika kita tidak punya masalah dengan pengasuh lama, maka perpindahan anak bisa kita buat secara bertahap. Jika diibaratkan dengan fase katak, maka ada masa peralihan dari air ke daratan. Berarti, ada fase hidup di darat dan di air, seperti halnya katak.
Ternyata tidak hanya anak-anak, fase katak ini juga dialami oleh pekerja atau karyawan yang akan keluar dari pekerjaannya lho. Misalnya dia akan membuka usaha sendiri. Jika anak sukses dengan pola-pola penyesuaian seperti katak ini, maka akan memudahkan buat dia ketika dewasa nanti ada perubahan seperti halnya pada contoh pekerjaan tersebut.
Demikian kira-kira share pengalaman yang menghasilkan perenungan dan menciptakan pengetahuan.
Apa pelajaran yang bisa Kamu ambil dari pengalaman ini?
Tulisan Terkait: