Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
March 20, 2012 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 2 Comments
Pilar utama atau pondasi menjalani hidup dan memperoleh makna darinya adalah dengan memahami diri.
Hari ini kelas Psikologi Humanistik kembali digeber. Beberapa menit menjelang jam masuk kelas, aku intip desain, apakah yang harus aku sampaikan atau aku pandu kali ini.
Psikologi Humanistik dibagi menjadi tiga kelas, dua kelas di hari Senin dan satu lagi di hari Rabu. Karena hari ini Senin, maka ada dua kelas. Awalnya berniat ke kelas yang biasanya aku pandu, tapi karena todongan dari teman-teman mahasiswa dan anjuran dari salah seorang teman pengajar, maka aku memandu kelas yang tidak biasanya.
Tersiar kabar bahwa dosen yang kelas satunya sedang tidak ada di tempat dan akan telat sekitar 20 menitan. Karena mahasiswa masih tercecer di depan ruangan, maka bertemulah aku dengan penghuni kedua kelas itu yang sama-sama minta diajar. Akhirnya tetap harus memilih, aku masuk kelas yang tak biasa ku pandu.
Aku bilang kepada mereka, ada dua pertanyaan sehubungan dengan pemilihan kelas yang aku pandu. Pertanyaan pertama adalah, kenapa aku mengajar Psikologi Humanistik? Kalau itu sih sudah terjawab, ya karena harus mengajar. Pertanyaan kedua, kenapa aku mengajar Psikologi Humanistik di kelas ini? Karena aku tidak bisa mengelak telah diminta langsung oleh mereka yang di belakang sana. Aku merasa terhormat. Ini adalah bentuk apresiasi untuk mahasiswa yang dengan sadar lebih memilihku untuk mengajar mereka.
Aku bilang lagi kepada mereka. Sebenarnya aku mengajar di kelas ini atau kelas sebelah, sama-sama tidak menguntungkannya. Ups, nyaris salah paham. Maksudku, sama-sama tidak menguntungkannya buat mereka, mahasiswa. Kenapa? Karena aku baru 5 menit yang lalu melihat desain belajar hari itu hihi.
Di desain, aku melihat bahwa hari ini akan belajar tentang Fenomenologi. Aku bilang ke mahasiswa bahwa belajar Fenomenologi itu menantang. Hem, karena menantang, maka tantangan kalau dituliskan di sini tak akan begitu terasa. Makanya aku tidak akan membahas tentang teori, tapi akan aku ceritakan saja prosesnya.
Rincian bahan belajar yang ada di desain hari ini adalah tentang pendekatan Fenomenologi atas perilaku manusia, yaitu tentang bracketing dan intensionalitas. Juga mempelajari tentang holisme dan reduksionisme. Terdengar berat bukan? Karena itulah, aku tulis saja tentang prosesnya.
Mahasiswa aku minta mengeluarkan alat tulis dan kertas. Yang perlu mereka lakukan adalah membuat cerita yang terdiri dari 3 paragraf. Setiap paragraf paling tidak ada 6-7 kalimat. Cerita tentang apa? Ceritanya bertema AKU.
Kenapa cerita tentang AKU? Karena dalam setiap pembelajaran, aku tetap berpegang pada pembentukan manusia utuh dalam hidupnya. Ada 4 hal yang perlu dibentuk: pengenalan diri, pengelolaan diri, pengenalan lingkungan dan manajemen relasi. Nah, mengenali diri adalah pijakan yang pertama.
Dalam waktu 15 menit mereka membuat cerita tentang AKU. Ada yang judulnya AKU ada pula yang judulnya, “Aku adalah Pohon”, “Tentangku”, “Spontan” dan sebagainya. Ceritanya juga menarik. Ketika proses menulis, aku baca beberapa. Ada yang sangat sensing (indrawi), ada juga yang sangat intuitif dan imajinatif.
Setelah mereka selesai menulis ceritanya. Aku minta mereka bikin kelomok dengan jumlah 5-6 orang. Aku berikan kesempatan untuk membaca lagi, review apakah ceritanya sudah diyakini atau apakah ceritanya sudah boleh dibaca orang lain. Setelah yakin, merkea akan memutar ceritanya ke samping.
Setiap orang diberikan kesempatan membaca cerita temannya selama 2 menit. Ketika membaca, mereka boleh melakukan 2 hal, menambahi jika menurut mereka masih kuran atau memberi tanda yang, ehm… dalam bahasa mudahnya, “Bo’ong banget!”. Mereka memberikan tanda dengan mengurung atau menggarisbawahi bagian yang dinilai tidak sesuai tersebut. Mereka memberikan catatan terhadap hal tersebut. Salah satu dari anggota kelompok menjadi time keeper.
Setelah 1 putaran, cerita kembali kepada pemliknya, mahasiswa telah memperoleh AKU dialogis. Selain dalam diri mereka harus meyakini, menyadari sesadar-sadarnya tentang diri, ternyata ada beberapa hal baru atau berbeda tentang dirinya yang berasal dari lingkungan.
Aktivitas ini menggambarkan bahwa ada perubahan intensionalitas kesadaran. Pada tulisan sebelumnya, sudah kita bahas tentang “kesadaran akan…”, yaitu kesadaran yang berintensi, karena kesadaran tidak pernah kosong. Mahasiswa memainkan kesadaran pada ruang dan waktu. Mereka bisa menuliskan tentang dirinya atau menuliskan apa yang diasumsikan tentang dirinya. Mahasiswa yang menuliskan “Aku adalah pohon” pasti menggunakan waktu tertentu untuk memindahkan ruang, dari diri kepada pohon. Kesadarannya sudah beralih atau berpindah intensi. Orang awam mengatakan tidak sadar atau kesadarannya turun.
Karena kesadaran itu punya intensi, maka AKU itu mengada, bukan sekedar ada. Untuk mengetahui adanya, maka sesuatu tentang AKU harus dimasukkan dalam tanda kurung. Ini dilakukan dalam upaya melakukan reduksi agar keseluruhan bisa diketahui.
Lucu ya, reduksi digunakan untuk mengetahui keseluruhan? Iya, begitulah caranya, karena dengan mengetahui esensi dari sesuatu, maka kita perlu menempatkannya pada eksistensinya yang original.
Nah, dengan cerita tentang AKU, mahasiswa mengetahui dirinya, baik yang dipersepsikan atau yang dianggap sesungguhnya. Paling tidak, dari aktivitas tersebut mahasiswa mengetahui tentang kesadaran, intensi, bracketing, reduksionisme dan holisme.
Terakhir, karena diri itu mengada, dan tidak sekedar ada, maka mahasiswa boleh membingkai cerita tentang AKU. Barangkali saja ketika esok hari mereka membaca, diri sudah mulai berubah.
Bagaimana cerita tentang dirimu?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Pekerjaan atau Anak?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
2 Comments