Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
January 17, 2014 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Setiap orang dapat larut dalam pekerjaan yang sedang dilakukan. Kita dapat melihat kondisi larut dalam pekerjaan ini dari sudut pandang yang lebih sederhana, yaitu pelibatan usaha (ikhtiar) dan pasrah (tawakal).
Pernahkan mengalami larut dalam pekerjaan? Bagaimana perasaanmu? Waktu bergulir tak terasa, kadang lapar dan hauspun tak dihiraukan. Pikiran dan tubuh kita hanya fokus terhadap apa yang sedang kita lakukan. Bekerja terasa begitu nikmatnya.
Jika kita berbicara tentang istilah ‘larut’, apa yang Kamu bayangkan. Apakah Kamu menyaksikan serbuk atau gula yang tenggelam dalam air dan menyatu bersamanya? Larut memang dapat diartikan sebagai penyatuan antara dua zat yang berbeda. Kedua zat tersebut seperti tak dapat dipisah. Dalam istilah kimia, keduanya bersenyawa. Karena ada perbedaan zat, maka penyatuan keduanya bersifat adesif, yaitu penyatuan antara dua partikel yang tidak sejenis.
Kita dan pekerjaan adalah dua hal yang berbeda. Kita subjek, sedangkan pekerjaan adalah objek. Kita pelaku, sedangkan pekerjaan adalan yang dilakukan. Jika dua yang berbeda ini menyatu seolah tak terpisahkan, maka kita sedang larut dalam pekerjaan. Bahkan kita tak perlu mengidentifikasi, apakah kita berada dalam pekerjaan atau pekerjaan yang berada pada diri kita. Sepertinya rumit, bukan?
Larut dalam pekerjaan atau aktivitas yang sedang dilakukan disebut juga dengan flow. Ini adalah teori dari Mihalyi Csikszenmihalyi. Flow sendiri adalah keadaan mental saat bekerja, di mana seseorang melakukan suatu kegiatan sepenuhnya, tenggelam dalam perasaan  dengan energi yang fokus, dan kenikmatan dalam proses kegiatan tersebut.
Sebenarya kita bisa membahasnya secara lebih sederhana. Berawal dari khutbah Jumat siang ini, yang membicarakan tentang ikhtiar dan tawakal. Pada khutbah tersebut dikatakan bahwa Alloh tak menciptakan seekor amfibipun, kecuali dengan rejeki yang sudah ditentukannya. Alloh membuat analogi seekor amfibi, sepertinya untuk memudahkan kita dalam memahami maksudnya. Contoh yang ekstrim membuat kita lebih mudah mengerti. Jika seekor amfibi saja diperhatikan rejekinya, bagaimana dengan manusia. Sudah pasti rejeki tiap orang sudah ada jalannya. Alloh memang berjanji, bahwa tidak perlu ada kekhawatiran akan rejeki bagi mahluknya yang total dalam menyerahkan diri.
Janji Alloh menunjukkan bahwa rejeki berhubungan dengan dua hal, usaha dan pasrah. Dalam janji tersebut ada paradoks antara dapat rejeki dari usaha dan diberi rejeki karena pasrah. Hal ini konsisten dengan janji Alloh yang lain, yaitu Ia tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum tersebut mengubahnya sendiri. Janji ini mencerminkan ikhtiar atau usaha yang menghasilkan rejeki. Berarti, Tuhan telah memberi rejeki dari dua hal yang sepertinya berlawanan, yaitu usaha (ikhtiar) dan pasrah (tawakal).
Dari pembahasan tersebut, kita bisa menghubungkan dengan totalitas kita dalam bekerja. Dengan usaha dan pasrah, kita bisa larut dalam pekerjaan. Karena itu, dengan mengelola dua konsep tersebut, kita bisa menjadi orang yang larut dalam pekerjaan atau tidak.
1. Usaha tanpa pasrah
Usaha tanpa pasrah menjadikan manusia seperti mesin yang bekerja tanpa jiwa. Jika sedikit saja kepasrahan hadir, maka dalam bekerja kita memiliki jiwa. Kepasrahan adalah bentuk pengakuan bahwa ada kekuatna lain di luar sana. Ada penentu atas apa yang kita lakukan. Jika tidak ada rasa pasrah, maka kita hanya menjadi pekerja yang mengobjekkan diri untuk diberi makan dari usaha kita.
2. Pasrah tanpa usaha
Pasrah tanpa usaha dapat menjadi fatalistik. Tawakal tidak sama dengan hal ini. Pasrah tanpa usaha adalah menyerah, bukan penyerahan. Menyerah itu berarti merelakan diri dikuasai kehampaan. Berserah diri, berarti punya intensi (kepentingan) yang ditujukan kepada sesuatu atua entitas di luar kita. Karena didasarkan pada intensi, maka ada kesadaran di dalamnya. Karena itu, berserah diri berbeda dengan menyerah.
3. Usaha, kemudian tawakal
Yang biasanya diajarkan kepada kita adalah ‘usaha, baru tawakal’. Setelah usaha dilakukan dengan sekuat tenaga, saat menunggu hasil, kita berserah diri. Jika kita punya pola seperti ini, maka sebenarnya kita sudah mendekati flow atau larut dalam pekerjaan. Dengan kita punya kebiasaan memasrahkan usaha, maka pada saat usahapun kita merasa yakin bahwa ada kekuatan lain yang turut berperan serta dalam usaha yang dilakukanya. Namun hal ini masih belum larut atau flow yang sesungguhnya.
4. Usaha dan tawakal terjadi bersaman
Jika usaha dan tawakal terjadi secara simultan, pada saat itulah flow atau larut dalam pekerjaan terjadi. Kekuatan Tuhan hadir pada saat kita melakukan. Larut sendiri sebenarnya bentuk pasrah dalam pekerjaan. Larut sesungguhnya adalah bentuk totalitas pelibatan hati dan pikiran. Hal inilah yang disebut larut dalam pekerjaan yang sesungguhnya.
Mana yang lebih baik? Kita tidak sedang membahas tentang baik dan buruknya. Selama usaha dan doa ada, maka itu tetap baik. Artinya, keduanya harus tetap ada, baik yang bergantian atau simultan. Hanya saja, di sini meberikan gambaran bahwa jika keduanya terjadi secara simultan, maka pada saat itu seseorang larut dalam pekerjaan.
Apakah Kamu mengalami larut dalam pekerjaan? Bagaimana peran usaha dan pasrah di dalamnya?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Air Mata sebagai Emotional Release
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Pekerjaan atau Anak?
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi