Cara mengatasi godaan ikhlas? Berarti ikhlas ada godaannya dong. Ya, betul. Ikhlas itu mudah diucapkan (bahkan dilakukan), tapi sangat sulit diperjuangkan. Karena selalu ada godaan dalam perjalannya. Bagaimana cara mengatasi godaan ikhlas?
Di tempat kerja saya ada grup membaca Al-Qur’an, dengan target khatam satu setiap minggunya. Setiap orang dipersilahkan untuk menuliskan namanya di juz yang dikehendaki, untuk kemudian bertanggung jawab menuntaskan juz yang dipilih terseut. Namun belakangan ini sistemnya diubah. Agar membaca Al-Qur’an tidak menjadi membebani, maka dipersilahkan siapapun boleh menuliskan namanya atau memilih untuk break membaca Al-Qur’an. Bahkan untuk yang berkenan mengisi juz yang masih kosong lebih dari satu, juga dipersilahkan. Begitu juga bagi yang telah menyelesaikan tanggungan juz nya, dan ingin menambah, sangat diperbolehkan, selama slot juz yang masih belum terisi namanya (masih kosong) tersedia. Intinya bisa suka-suka untuk libur, membaca hanya satu juz, atau lebih. Dengan demikian, setiap orang dapat melakukannya dengan suka cita.
Namun demikian, setiap kali menuliskan nama dan memberikan tanda centang sebagai tanda menyelesaikan sebuah juz, itu bisa menjadi tantangan tersendiri. Jika sebelumnya tantangan membaca dengan tidak enjoy karena keterpaksaan, kali ini tantangannya adalah perlombaan untuk menuliskan nama dan memberikan tanda centang. Ini bisa menjadi godaan ikhlas, karena namanya ada di list dan ada tanda centangnya. Semakin banyak nama yang bersangkutan dan ada tanda centangnya, berarti dia menyelesaikan banyak juz. Maka sangat dimungkinkan ada rasa bangga ketika menuliskan namanya sebanyak-banyaknya.
Merujuk pada tulisan sebelumnya tentang kompleksitas ikhlas, apakah kita harus mengurangi untuk mengambil jatah membaca Al-Qur’an karena takut tidak ikhlas? Kalau saya secara pribadi, mengurangi atau berhenti membaca Al-Qur’an itu malah membuat kita lebih mengedepankan urusan kita dengan manusia (dan menomorsekiankan urusan dengan Tuhan). Karena itu, saya lebih suka untuk melawannya. Ok lah, kalau misalnya terbersit rasa bangga atau senang ketika makin banyak namanya dan kode centang sebagai tanda bahwa makin banyak juz yang dituntaskan. Namun menurut saya, rasa bangga atau senang itu hal yang wajar, manusiawi. Karena itu, kemunculannya jangan sampai justru membuat keikhlasan kita tergoda. Biarkan saja rasa itu muncul.
Lalu apa yang perlu kita lakukan untuk bisa tetap ikhlas dan tetap membaca Al-Qur’an sebanyak-banyaknya? Apakah kita akan tetap membaca tetap tanpa menuliskan nama dan tanda centang? Bisa saja, asalkan itu tidak membuat semangat kita meredup. Memang sih, meredupnya semangat kita gegara tidak menuliskan nama di list memang bisa jadi juga bentuk ketidakikhlasan. Namun mindset atau sudut pandangnya bisa kita ubah. Justru kalau terjadi penurunan semangat, lebih baik jika kita tetap menuliskan nama dengan tanda centang sebanyak-banyaknya. Namun kita mengartikan bahwa list itu hanya sebagai alat atau tools untuk menjaga semangat kita membaca Al-Qur’an. Artinya, bukan karena dilihat orang, tapi hanya untuk menjaga semangat kita saja. Meskipun bisa jadi tergelincir kepada kebanggaan karena dilihat orang, namun hal inilah yang perlu diperjuangkan.
Biarkan rasa bangga itu muncul sebagai fitrah yang memang dikehendaki oleh Tuhan. Selebihnya kita akan mengaturnya dengan tetap mempertahankan cara pandang kita bahwa grup pembaca Al-Qur’an itu hanya komunitas untuk menjaga spirit menghidupkan Al-Qur’an di diri kita. Kalau perlu, semakin godaan rasa bangga itu muncul, makin dilawan dengan membaca sebanyak-banyaknya dan mencantumkan nama sebanyak-banyaknya, hingga hal itu menjadi sesuatu yang biasa. Jadi sekali lagi, ini soal mindset dalam melihat dua hal. Pertama, rasa bangga sebagai fitrah atas kehendak Tuhan. Kedua, menjadikan komunitas sebagai penjaga semangat (hanya sebagai tools) untuk menjaga relasi kita dengan Tuhan.
Lanjutkan, terusm membaca Al-Qur’an. Abaikan segala pengaruh kemanusiaan. Biarkan ia muncul dan kita bahagia apa adanya. Sebenarnya tips ini juga bisa ditransformasikan atau digunakan untuk konteks tantangan ikhlas yang lain. Hanya kebetulan saja saya menggunakan contoh grup pemabca Al-Qur’an ini untuk memudahkan dalam memahaminya. Semoga bisa bermanfaat dan dilakukan pada berbagai konteks yang berbeda.
Nah, jika ada trik lain untuk mengelola hati yang berkaitan dengan ikhlas, yuk dishare di kolom komentar!