Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris


Aksi terorisme terjadi lagi di negeri ini. Yang paling hangat adalah aksi yang dilakukan di Mako Brimob Jakarta dan di tiga gereja Surabaya. Apa sebenarnya yang diinginkan teroris? Satu diantaranya yang patut diwaspadai adalah pembentukan karakter oleh teroris.

Hati-hati dengan pembentukan karakter oleh para teroris! (Gambar: kompas.com)

Sebelumnya turut berduka yang sedalam-dalamnya atas peristiwa meninggalnya para petugas di Mako Brimob atas aksi yang dilakukan para tahanan teroris dan pengeboman yang menewaskan 10 orang (update terakhir sampai pukul 21.30) di tiga gereja Surabaya.

Begitu bom meledak di tiga gereja Surabaya, berbagi pemberitaan dan share berita serta foto-foto kejadian berseliweran di sosial media. Beberapa orang dan media yang tanggap dengan gejala ini langsung berusaha mencegah persebaran foto-foto kejadian. Mereka sadar akan dampak ketakutan dan perpecahan yang mungkin terjadi sebagai imbas dari tindakan ini. Kami akan mencermati dari sudut pandang pembentukan perilaku, yang akhirnya lebih jauh membentuk karakter.

Ketika bom meledak sebagai sebuah aksi teror yang kemudian disertai penyebaran berita dan pencegahan penyebaran foto, yang terlintas di benak kami adalah film Batman kedua, The Dark Knight. Jika Joker kita sebut sebagai teroris, maka yang diinginkan oleh joker adalah membentuk perilaku, bahkan karakter orang. Ini jauh lebih bahaya dari sekadar perpecahan antar agama.

Pembentukan karakter yang dibantu oleh media sama dengan tontonan oleh televisi atau film-film yang kemudian menjadikan anak-anak beraksi bak super hero atau menjadi alay dan dramatis ala sinetron. Jika tontonan tersebut dipaparkan berulang, maka akan lebih mudah anak untuk terbentuk karakternya. Bahkan ketika super hero dibenarkan untuk melukai dan membunuh orang yang jahat, pada saat itu karakter pembunuh terbentuk, sebagaimana mana halnya Harvey Dent yang dibangkitkan hasrat dendamnya oleh Joker dan kemudian berbalik dari seorang pengak hukum menjadi pembunuh. Seperti itulah salah satu yang diharapkan oleh teroris.

Ketika media sosial menyebarkan foto-foto kejadian, maka pada saat itu kengerian dan kemarahan di benak masyarakat dibentuk. Kebencian yang ditimbulkan lebih bahaya daripada sekadar perpecahan antar agama, karena saat inilah karakter mulai terbentuk. Kita jadi mulai membenarkan jika teroris ditembak mati saja. Bahkan jika kesempatan diberikan kepada kita, bisa jadi kita ingin langsung melakukannya dengan tangan kita sendiri. Pada saat itulah bibit pembunuh ditanamkan dalam diri kita. Karena itu, kami salut dengan perlakukan para polisi kepada para teroris pasca tragedi di Mako Bromob. Mereka justru menyuapi para teroris tersebut atas dasar frame alamiah bahwa para teroris adalah manusia yang bisa lapar dan butuh makan.

Melalui tulisan ini, kami berpesan untuk berhati-hati dengan pembentukan karakter semacam ini. Semoga tragedi yang terjadi di Jakarta atau Surabaya, justru mengasah kemampuan kita untuk mengontrol diri dan lebih bijaksana dalam bersikap dan berindak kepada sesama.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *