Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
May 14, 2018 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Aksi terorisme terjadi lagi di negeri ini. Yang paling hangat adalah aksi yang dilakukan di Mako Brimob Jakarta dan di tiga gereja Surabaya. Apa sebenarnya yang diinginkan teroris? Satu diantaranya yang patut diwaspadai adalah pembentukan karakter oleh teroris.
Sebelumnya turut berduka yang sedalam-dalamnya atas peristiwa meninggalnya para petugas di Mako Brimob atas aksi yang dilakukan para tahanan teroris dan pengeboman yang menewaskan 10 orang (update terakhir sampai pukul 21.30) di tiga gereja Surabaya.
Begitu bom meledak di tiga gereja Surabaya, berbagi pemberitaan dan share berita serta foto-foto kejadian berseliweran di sosial media. Beberapa orang dan media yang tanggap dengan gejala ini langsung berusaha mencegah persebaran foto-foto kejadian. Mereka sadar akan dampak ketakutan dan perpecahan yang mungkin terjadi sebagai imbas dari tindakan ini. Kami akan mencermati dari sudut pandang pembentukan perilaku, yang akhirnya lebih jauh membentuk karakter.
Ketika bom meledak sebagai sebuah aksi teror yang kemudian disertai penyebaran berita dan pencegahan penyebaran foto, yang terlintas di benak kami adalah film Batman kedua, The Dark Knight. Jika Joker kita sebut sebagai teroris, maka yang diinginkan oleh joker adalah membentuk perilaku, bahkan karakter orang. Ini jauh lebih bahaya dari sekadar perpecahan antar agama.
Pembentukan karakter yang dibantu oleh media sama dengan tontonan oleh televisi atau film-film yang kemudian menjadikan anak-anak beraksi bak super hero atau menjadi alay dan dramatis ala sinetron. Jika tontonan tersebut dipaparkan berulang, maka akan lebih mudah anak untuk terbentuk karakternya. Bahkan ketika super hero dibenarkan untuk melukai dan membunuh orang yang jahat, pada saat itu karakter pembunuh terbentuk, sebagaimana mana halnya Harvey Dent yang dibangkitkan hasrat dendamnya oleh Joker dan kemudian berbalik dari seorang pengak hukum menjadi pembunuh. Seperti itulah salah satu yang diharapkan oleh teroris.
Ketika media sosial menyebarkan foto-foto kejadian, maka pada saat itu kengerian dan kemarahan di benak masyarakat dibentuk. Kebencian yang ditimbulkan lebih bahaya daripada sekadar perpecahan antar agama, karena saat inilah karakter mulai terbentuk. Kita jadi mulai membenarkan jika teroris ditembak mati saja. Bahkan jika kesempatan diberikan kepada kita, bisa jadi kita ingin langsung melakukannya dengan tangan kita sendiri. Pada saat itulah bibit pembunuh ditanamkan dalam diri kita. Karena itu, kami salut dengan perlakukan para polisi kepada para teroris pasca tragedi di Mako Bromob. Mereka justru menyuapi para teroris tersebut atas dasar frame alamiah bahwa para teroris adalah manusia yang bisa lapar dan butuh makan.
Melalui tulisan ini, kami berpesan untuk berhati-hati dengan pembentukan karakter semacam ini. Semoga tragedi yang terjadi di Jakarta atau Surabaya, justru mengasah kemampuan kita untuk mengontrol diri dan lebih bijaksana dalam bersikap dan berindak kepada sesama.
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Pekerjaan atau Anak?
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi