Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi


Setiap orang tidak luput dari permasalahan. Selanjutnya, sering permasalahan itu berbuntut munculnya keluhan. Keluhan bisa menjadi kebiasaan. Dan kebiasaan mengeluh turut mempengaruhi atau dapat mengebiri solusi. Lho kok bisa?

Beberapa waktu yang lalu, aku diminta terlibat dalam rekrutmen kerja untuk karyawan sebuah badan usaha milik negara. Aku ditugasi melakukan wawancara. Dan proses wawancara yang aku lakukan ini sudah menjadi tulisan di blog-nya Bohlam Consulting, “Tips Sukses Wawancara Kerja“.

Dalam salah satu tips wawancara kerja tersebut, terdapat satu tips, yaitu bergerak dari zona masalah ke zona solusi. Ini seperti tulisan yang pernah aku buat dengan judul yang sama, “Bergerak dari Zona Masalah ke Zona Solusi“.

Tulisan tersebut menunjukkan bahwa masalah memang beriringan atau sepasang dengan solusi. Ternyata kaitan antar keduanya tidak selalu dalam jumlah yang berimbang. Sebagian orang lebih lama berkutat dengan masalah. Namun sebagian yang lain lebih mudah beralih dan memilih menyibukkan diri dengan strategi untuk membuat solusi.

Ternyata, porsi keduanya dapat membentuk kebiasaan (habit). Jika kita terbiasa dengan keluhan, atau dengan kata lain biasa mengeluh, maka hal ini juga akan mempengaruhi pikiran kita dalam mencari solusi. Keluhan tersebut semakin menghalangi pikiran kita untuk membuat solusi. Kok bisa? Bagaimana kronologi terjadinya?

Keluhan yang berlebihan dapat melemahkan solusi (foto: youtube.com)

1. Keluhan memfokuskan pikiran kepada masalah

Ketika kita mengeluh, pikiran kita akan terfokus kepada masalah. Bahkan sebagian orang tidak hanya membuatnya berfokus pada masalah, tetapi malah semakin mendramatisir masalah. Biasanya orang yang paling sensitif untuk memperparah persosalan adalah yang terbiasa mengonsumsi melodrama yang tidak realistis. Ya, semacam sinetron itu.

2. Masalah menyerap sebagian besar energi

Ketika kita memfokuskan kepada masalah, maka energi yang terkuras jadi berlipat ganda. Betul nggak? Ini berbeda ketika kita memikirkan solusi atau mendapat inspirasi. Inspirasi atau solusi biasanya malah menambah energi yang memotivasi.

3. Energi yang terkuras membuat lelah

Setelah energi kita terkuras, maka daya kita untuk membuat solusi menjadi melemah. Energi yang seharusnya kita gunakan untuk membangun solusi telah terpakai sudah.

4. Kelelahan akan mempengaruhi kualitas solusi

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, masalah selalu bersanding dengan solusi. Ketika kita punya masalah yang dikeluhkan, diri kita yang sudah terbiasa dalam kondisi seimbang, akan berusaha untuk membuat solusi. Sayangnya, saat kita terbiasa atau suka berlama-lama dalam keluhan, energi yang kita gunakan untuk membuat solusi sangat kecil. Ada tiga kemungkinan atas solusi yang dihasilkan, yaitu dengan jangka yang terlalu pendek dan instan, solusi yang lemah atau berkualitas rendah, atau justru tanpa solusi sama sekali.

Demikian kronologi bagaimana proses keluhan mengebiri solusi. Coba bayangkan jika Kamu melakukan yang sebaliknya, lebih cepat beralih ke zona solusi daripada berkubang dalam keluhan akan masalah. Apa yang terjadi?


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *