Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
February 24, 2016 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Aktivitas mengetes atau profesi sebagai tester adalah aktivitas atau profesi yang tak terpisahkan dari dunia psikologi. Untuk para tester pemula, tidak jarang persiapannya berasa rumit dan perlu menghafal banyak langkah. Sebenarnya kita bisa melakukan simplifikasi untuk mejadi seorang tester psikotes yang handal.
Dalam beberapa hari di minggu ini, Pusat Terapan Psikologi Pendidikan atau disebut juga dengan PTPP, sedang mengadakan on the job training (OJT) bagi anak magangnya. Aku sekarang memang sedang dipercaya untuk menjadi direktur lembaga tersebut. OJT diperuntukkan bagi magang baru dan difasilitasi oleh magang senior sebagai panitianya.
Dalam OJT, para magang baru mendapatkan materi dan latihan psikotes dan menjadi fasilitator training. Hal ini memang bersesuaian dengan layanan yang disediakan oleh PTPP, yaitu asesmen dan intervensi.
Di sesi role play, saya berkesempatan untuk memberikan umpan balik atas kemampuan magang dalam memandu tes. Satu demi satu anak magang menunjukkan kebolehannya. Berbagai catatan masukan aku buat. Keselurhan masukan tersebut dapat disatukan dengan satu tajuk, yaitu simplifikasi.
Kenapa simplifikasi? Karena keseluruhan masukan yang aku berikan, ku awali dengan satu pertanyaan: Apa yang Kamu persiapkan ketika akan memandu tes?
Awalnya tidak ada yang menjawab. Akhirnya salah seorang anak magang yang baru saja role play, menjawab: Mempersiapkan setiap detil yang harus dilakukan.
Tidak ada yang aneh atas jawaban dari anak magang tersebut. Namun coba bayangkan jika seorang tester yang baru saja belajar ngetes, harus mempersiapkan detil apa yang harus dilakukan. Dan dalam sebuah proses psikotes, memang semuanya harus terstandar dan tidak ada yang terlewatkan.
Akan tetapi tidak hanya berhenti sampai di situ. Yang dimaksud dengan ‘mempersiapkan detil’ ternyata adalah menghafal langkah-langkah teknis dalam memandu psikotes. Semakin terbayang, betapa rumitnya pekerjaan seorang tester. Karena jika terjadi kesalahan atau ada yang terlewatkan, maka hasil psikotes bisa tidak valid.
Dengan ancaman atas hasil yang kurang baik dan banyaknya detil yang harus diingat, semakin terbayang betapa pekerjaan tester bukan pekerjaan yang main-main. Itulah sebabnya, PTPP mengadakan OJT untuk anak magangnya.
Namun demikian, serumit apapun dalam mempelajari sesuatu, selalu ada simplifikasi yang bisa kita lakukan, sehingga proses belajar menjadi lebih mudah. Dan hasilnya, kita bisa menjadi tester psikotes yang luar biasa. Karena itulah, ada yang namanya simplifikasi.
Sebelum membahas simplikfikasi, mari kita pahami dulu, apa yang dimaksud dengan simplifikasi. Simplifikasi adalah pemudahan atau membuat menjadi mudah. Sebagai orang yang berprofesi sebagai fasilitator, mencari cara yang termudah agar seseorang bisa belajar dengan baik, sudah menjadi makanan sehari-hari. Proses yang tampak rumit harus bisa dibuat menjadi lebih mudah. Itulah yang dinamakan simplifikasi. Sebagai dasar belajar simplifikasi, ada baiknya kita belajar tentang klasifikasi dan kategori sasi. Baca dulu beberpa tulisan ini: 3 Komponen Penting dalam Fasilitasi Belajar, Klasifikasi Membuat yang Rumit Menjadi Sederhana, Prinsip Klasifikasi untuk Menyederhanakan Kerumitan.
Sudah baca 3 tulisan di atas? Ya dalam mempersiapkan sebuah tes, kita bisa melakukan simplifikasi dengan membagi menjadi tiga bagian, yaitu prinsip menjadi tester, metode mengetes, dan teknis sebuah tes dilakukan. Tentang pengertian prinsip, metode dan teknis, dapat dibaca di “3 Komponen Penting dalam Fasilitasi Proses Belajar“. Dengan demikian, kita perlu menjawab tiga pertanyaan: 1. Apa prinsip dalam memandu psikotes atau menjadi tester? 2. Apa dan bagaimana metode yang kita gunakan? 3. Bagaimana teknis pelaksanaan sebuah psikotes?
Agar sebuah psikotes mudah untuk difasilitasi, maka seorang tester harus memegang prinsip mengetes yang tentu saja prinsip yang dimaskud didasarkan pada alasan kemudahan. Jadi, pertanyannya bisa seperti ini: Apa prinsip yang memudahkan dalam memandu psikotes?
Prinsip yang perlu dipegang adalah: 1. Antusiasme dan kepedulian lebih utama daripada teknis; 2. Memahami prinsip, metode, dan teknis dalam proses psikotes. Untuk lebih detil tentang penjelasan prinsip tersebut, akan lebih baik jika ku tuliskan secara terpisah.
Dalam psikotes, metode menjawab pertanyaan ‘apa’ dan ‘bagaimana’. Jawaban atas pertanyaan ‘apa’ lebih bersifat baku, yaitu yang sudah tertulis di buku manual tes. Karena itu, bagian ini tetap harus dipahami oleh tester. Contoh dari jawaban atas pertanyaan ‘apa’ adalah, apakah sebuah tes dilakukan individual atau klasikal, apakah dipandu dengan verbal saja atau dipadu dengan peraga visual dan sebagainya. Sementara itu, di buku manual, sebagian sudah masuk ke pertanyaan ‘bagaimana’. Jawaban atas pertanyaan ‘bagaimana’, bisa memunculkan dua kesan atas proses memandu psikotes, yaitu rumit atau sederhana. Jika kita bisa mengelola pertanyaan ‘bagaimana’, maka memandu psikotes bisa sangat sederhana. Kesederhaan metode yang khusus menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ ini diturunkan pada komponen berikutnya, yaitu teknis psikotes.
Komponen teknis pelaksanaan psikotes adalah bagian implementasi atau pengejawantahan dari metode. Langkah-langkah yang ada di buku manual, dapat disederhanakan. Penyederhanaan ini masuk ke wilayah teknis memandu psikotes.
Teknis memandu psikotes, ada persinggungan dengan teknis memandu proses belajar. Karena itu, keduanya memiliki komponen yang sama, yang harus dikelola, yaitu instruksi tes. Memang, berbicara teknis memandu psikotes, tidak ubahnya juga berbicara tentang instruksi tes. Dengan demikian, belajar memandu prsoes psikotes berarti juga belajar memberikan instruksi tes.
Pada instruksi dalam belajar menggunakan permainan, kita mengenal komponen pembuka, ilustrasi, cara main, aturan main, klarifikasi, serta memberi tanda mulai dan berhenti. Lebih lengkapnya, baca “Cara Memberikan Instruksi Permainan dalam Memfasilitasi Proses Belajar“.
Karena proses psikotes bersifat baku, maka bagian yang menjadi titik tekan berbeda dengan fasilitasi permainan. Titik tekannya pada cara atau prosedur tes, aturan (main) dalam tes, dan klarifikasi. Sementara bagian yang lain, seperti pembuka dan tanda mulai/berhenti, tetap penting, meskipun kurang menjadi titik tekan. Sedangkan bagian ilustrasi, tidak menjadi titik tekan, karena bagian ini dapat mendistorsi standar psikotes. Mari kita bahas dua hal yang menjadi titik tekan utam, yaitu prosedur tes dan aturan main.
Dalam OJT kemarin, sedang diperagakan membawakan tes kreativitas verbal atau biasa disebut TKV. Salah satu pertanyaannya adalah: Apa jadinya jika orang bisa terbang seperti burung? Yang harus dilakukan oleh peserta atau testee adalah bagian utama dari prosedur. Bagian ini penting dan wajib disampaikan. Artinya, apa yang harus dilakukan oleh testee terhadap pertanyaan tersebut. Testee harus menjawab sekreatif mungkin dan sebanyak mungkin. Semakin unik dan banyak jawaban, itu mencermin kreativitas kita. Untuk menjelaskan contoh riil dan detil memang agak kesulitan, karena penjelasannya hanya untuk kalangan terbatas, yaitu ilmuwan psikologi dan psikolog.
Sementara itu, apa yang boleh dan tidak boleh, masuk wilayah aturan main. Jika di buku manual disebutkan, berarti aturan main harus disampaikan. Artinya, kita tidak perlu memberikan aturan main yang tidak disebutkan di buku manual, karena hal itu akan mengubah standar tes dan akan mempengaruhi validitas hasil tes. Hal ini sangat mungkin terjadi, misalnya karena takut testee tidak paham atau salah menjawab, sehingga kita mengatakan sebuah aturan yang tidak tertulis di buku manual. Misalnya saja kita mencontohkan sebuah jawaban yang salah. Padahal kita cuma diharuskan memberikan contoh jawaban yang benar. Pemahaman atas aturan main (termasuk aturan main bagi tester) ini sangat penting, karena selanjutnya dapat membantu proses skoring atau pemberian nilai atas jawaban subjek tes. Bagian ini juga akan dijelaskan secara detil di kalangan terbatas, yaitu ilmuwan psikologi dan psikolog.
Secara skematik, penjelasanku tadi dapat diilustrasikan dalam gambar berikut, selain juga bisa dibaca di artikel terkait, yang link-nya sudah ku berikan di atas.
Apakah artikel ini bisa membantu Anda? Anda sudah siap menjadi seorang tester handal?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Pekerjaan atau Anak?
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi