Reaksi emosional merupakan sesuatu yang wajar muncul ketika kita dihadapkan dengan masalah. Kerja akal dapat mengerem reaksi emosional dalam mengatasi masalah (Psikoklogi). Percayalah, ketika kita stress, tertekan, bersitegang dengan orang lain, pada saat itu sebenarnya kita sedang mengedepankan emosi daripada pikiran kita. Untuk itu, penting menyadari kondisi ini dan lebih menggunakan akal daripada reaksi emosional. Bagaimana caranya?
Apakah Anda pernah bertengkar dengan orang lain, ribut dengan suami atau istri, merasa jengkel dengan anak yang bikin ulah? Itu semua hanya berkaitan dengan lingkaran personal yang saling bersinggungan. Ketika seseorang berada dalam atmosfir emsional tertenu, maka itu bisa mempengaruhi orang lain yang berinteraksi dengannya, apalagi yang berurusan dengan orang tersebut dan gegara urusan tersebutlah suasana emosional itu terbentuk. Maka kita akan terjebak tidak hanya dalam suasana yang tidak nyaman atau menegangkan, tetapi juga bisa terjebak dalam lingkaran personal orang lain yang sedang memiliki kondisi emosi yang negatif. Pada saat itulah diperlukan dialog antar personal space.
Apa itu Reaksi Emosional?
Reaksi emosional adalah cara kita merespon situasi, kondisi, persoalan, atau orang dengan mengedepankan emosi atau perasaan. Misalnya ketika kita menemukan anak memecahkan gelas, pada saat itu kita secara spontan merasakan marah, jengkel, sedih dan sebagainya. Jika reaksi pertama yang muncul berupa perasaan, maka pada saat itu kita sedang memberikan reaksi emosional.
Kali ini kita tidak akan berfokus tentang dialog personal space, karena akan dibahas pada tulisan yang berbeda. Bahkan saya sudah pernah membahasnya pada konteks mengatasi anak mogok sekolah. Pada tulisan ini akan dibahas bagaimana kita bisa menempatkan diri pada atmosfir emosional orang lain, tapi dengan menggunakan akal kita. Dengan cara ini, kita tidak akan terbawa pada lingkaran emosional dari orang tersebut, namun masih bisa berempati terhadap apa yang ia rasakan.
Sebenarnya cara yang akan saya tuliskan ini adalah bentuk imunitas alamiah kita. Sayangnya, ketika kita berpikir tentang kondisi atau persoalan orang lain, pada saat itu kita lebih mengedepankan emosi dibandingkan pikiran kita. Karena itu, kesadaran kita harus ditempatkan lebih tinggi atau sebagai pengendali atas pikiran kita yang sedang bekerja memikirkan kondisi orang lain. Berikut ini adalah langkah-langkah agar kita bisa mengedepankan akal dan tidak terjebak dalam situasi emosional.
1. Tempatkan persoalan sebagai objek
Ketika kita menempatkan persoalan yang dihadapi orang lain, atau bisa juga persoalan yang kita hadapi bersama dengan orang lain, pada saat itu kita menyadari bahwa persoalan tersebut hanya objek. Ketika kita menempatkan persoalan tersebut sebagai objek, maka sebagaimana benda pada umumnya, benda tersebut akan tundul dalam kekuasaan kita. Antara orang dan benda, sudah pasti orang lebih punya power untuk mengutak-atik benda tersebut. Dengan kata lain, kita bisa memanipulasinya. Kita sebagai pengendali objek, bukan objek yang mengendalikan kita.
2. Mengubah sudut pandang
Stelah kita menempatkan persoalan sebagai objek, kita bisa mengubah sudut pandang kita menjadi sudut pandang orang lain. Istilahnya, kita berdiri di atas sepatu orang lain. Cara ini akan membuat kita lebih berempati. Namun empati ini lebih bersifat rasional, bukan emosional. Ini karena kita secara sadar menggunakan sudut pandang orang lain. Langkah kedua ini tentu saja akan berhasil jika langkah pertama sudah dilakukan dengan baik.
3. Kembali kepada diri untuk melakukan analisa
Setelah step kedua dilakukan, maka kita kembali kepada lingkaran diri kita. Menggunakan sudut pandang orang lain, sebagaimana langkah kedua, diperlukan untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, baik data pikiran maupun perasaan orang lain. Setelah itu, data akan kita kelola dengan kembali kepada lingkaran kita, kembali menggunakan sudut pandang kita sendiri.
4. Analisis komponen persoalan
Kita perlu mengidentifikasi komponen persoalan yang terdiri dari masalah yang dihadapi orang itu, pikiran dan perasaan orang tersebut, penyebab persoalan, dampak persoalan, orang yang terlibat, harapan, hingga sumber daya yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasinya. Itu semua harus bisa diidentifikasi dengan jelas dan detil.
5. Menghubungkan sumber daya dengan substansi masalah
Setelah semua komponen persoalan teridentifikasi, maka kita perlu menghubungkan sumber daya potensial yang dimiliki orang tersebut dengan komponen penyebab persoalan dan harapan. Ketika sumber daya dihubungkan dengan penyebab persoalan, kita sedang mencari solusi untuk mengatasi penyebabnya dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki orang tersebut. Sedangkan ketika kita mengaitkan sumber daya dengan harapan, pada saat itu kita membantu orang tersebut untuk menyadari kemungkinan yang lebih baik ketika memanfaatkan atau mengelola sumber daya yang ia miliki.
Demikian lima langkah yang menjadi cara agar kerja akal mengerem reaksi emosional saat mengatasi masalah. Semoga bermanfaat. Jika ada yang perlu ditanyakan atau ada tambahan cara, agar langkah yang saya tawarkan ini lebih mujarab, maka silahkan tuliskan di kolom komentar.