Pertarungan Prefrontal Cortex dan Limbic System pada Remaja


Psikologi Remaja: Pertarungan prefrontal cortex dan limbic system pada remaja menjadi sebuah pertempuran abadi yang lebih sering tidak menguntungkan bagi remaja. Hal inilah yang membuat remaja penuh dengan masalah. Bagaimana itu bisa terjadi?

Berbicara tentang psikologi remaja, banyak keluhan yang ditujukan kepada para remaja. Ketika usia sudah menginjak remaja, yang ditandai dengan pubertas (9/10 tahun), maka terjadilan pertumbuhan hormonal (hormon testosteron pada laki-laki dan esterogen pada perempuan) yang sangat pesat. Keduanya memicu perkembangan alamiah yang dalam psikologi remaja disebut dengan pubertas.

Selain itu, perubahan sel-sel syaraf pada otak juga terjadi dengan pesat. Sel pada bagian depan otak (prefrontal cortex) terjadi sangat pesat pada masa anak-anak sampai remaja. Hal ini menunjukkan semakin pandainya anak-anak. Fungsi dsari bagian otak tersebut adalah untuk menjalankan proses berpikir rasional dan logis, seperti dalam hal mengambil keputusan, menyelesaian persoalan, atau membuat perencanaan. Namun ketika usia sudah masuk masa remaja, sel-sel syaraf ini mulai menyusut. Apakah berarti terjadi kemunduran ketika usia anak masuk di fase remaja?

Penyusutan sel-sel syaraf pada prefrontal cortex bukan berarti kemunduran. Penyusutan ini menunjukkan bahwa anak akan semakin terspesialisasi ketika menginjak usia remaja. Mereka akan dapat mengidentifikasi dan memisahkan diri dengan lingkungannya, menjadi lebih peka akan perbedaan dirinya, termasuk membedakan antar jenis kelamin (terutama antara dirinya dengan orang lain). Kondisi memungkinkan remaja sudah mulai ada rasa tertarik dan mengidentifikasi bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki cara yang berbeda dalam bertindak dan berinteraksi. Karena itulah, seorang lelaki akan membedakan perlakuannya kepada perempuan, begitu juga sebaliknya.

Pertumbuhan prefrontal cortex pada anak hingga remaja, juga sejalan dengan pertiumbuhan sel-sel syaraf bagian tengah di prefrontal cortex (media prefrontal cortex). Bagian otak ini sangat peka untuk belajar aspek-aspek sosial, misalnya dalam bersikap dan berperilaku. Bagian ini belajar untuk menyesuaikan diri dan berindak selaras dengan kebiasaan lingkungan. Kondisi ini bisa menjadi dua mata pisau yang bisa difungsikan untuk membantu memotong buah dan melukai sekaligus. Satu sisi bisa memunculkan perilaku yang berusaha untuk harmonis dengan lingkungan, melakukan tindakan yang bisa diterima secara sosial. Namun di sisi lain, ketika si remaja berada pada lingkungan yang ‘kurang baik’, maka ia juga akan menyesuaikan diri dan bertindak sesuai (conform) lingkungan tersebut.

Pertarungan Pre Frontal Cortex dan Limbic System pada Remaja
Pertarungan Pre Frontal Cortex dan Limbic System pada Remaja (foto: kompasiana.com)

Pada saat yang sama, ketika neuron pada prefrontal cortex mulai menyusut, bagian bawah otak kecil berkembang dengan pesat, yaitu limbic system. Bagian otak ini sangat peka untuk merasakan dan mendapatkan sensasi. Karena itulah para remaja cenderung menyukai hal-hal yang bersifat sensasional dan mendapatkan pengakkuan dari kelompoknya (peers). Karena itu, dengan mudah dapat kita temui para remaja ada dalam persoalan klik, gang, kebut-kebutan, alkohol, drugs dan sebagainya. Selain sensasi yang ditimbulkan oleh substans tersebut, juga pengakuan yang diperoleh dari peers juga mendatangkan sensasi pada diri remaja. Hal inilah yang menyebabkan para remaja sangat rentan dan mudah mengambil tindakan yang beresiko.

Baca juga artikel ini:

Krisis Jati Diri adalah Pangkal dari Semua Krisis

Penarikan Simpulan yang Sesaat dalam Diagnosis

 

Sayangnya, situasi alamiah di dalam diri remaja ini tidak banyak dipahami oleh para orang dewasa (termasuk orangt tua mereka). Yang hadir di mata para orang tua adalah penyimpangan perilakunya, kenakalannya. Karena itulah, banyak para remaja yang malah semakin bertentangan dengan orang tua, bermusuhan, hingga semakin sulit bagi para orang tua untuk mengelola (mengontrol) perilaku mereka. Bahkan di banyak negara maju, tidak jarang para remaja ini mengalami putus sekolah karena berbagai persoalan yang membuat mereka keluar atau dikeluarkan dari sekolah.

Dengan demikian, kita sekarang menjadi lebih menyadari betapa pentingnya memahami psikologi remaja. Semoga dengan kita mengetahui betapa kompleksnya kondisi internal anak ketika memasuki usia remaja, kita menjadi lebih objektif dalam menyikapi perilaku mereka. Mari kita berikan dukungan bagi para remaja dan melihat semua gejala yang dimunculkan oleh mereka sebagai bagian dari fase perkembangan, sebuah bagian tahap untuk menjadi manusia yang lebih sempurna berikutnya.

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *