Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
April 15, 2019 . by rudicahyo . in Parenting, Pendidikan, Psikologi Populer . 0 Comments
Orangtua lebih sering menggunakan cara berpikirnya ketika berdialog denan anak. Ketika anak menyampaikan pemikiran atau gagasannya, orangtua lebih sering mengaggapnya tidak masuk akal. Padahal ketidakmasukakalan orangtua bisa berbeda dengan akal anak-anak. Hati-hati, memaksakan cara berpikir orangtua dapat melemahkan imajinasi anak.
Anak itu ajaib, kadang ia mengekspresikan pikirannya yang tidak sesuai dengan yang kita pikirkan. Karena tidak sesuai dengan yang kita pikirkan, kita menghakiminya sebagai tidak lazim. Kita berpikir bahwa pikiran kita sama dengan pikiran  seluruh orang di dunia. Sehingga dengan mudah kita berpikir, anak kita terkategori nyeleneh dalam pendapatnya tersebut.
Misalnya saja seperti yang sering dikatakan Bintang (8 tahun), anak saya, “Semua benda punya warna, semua benda punya tinggi, semua benda punya berat”. Perkataan Bintang ini mengingatkan saya pada beberapa hari yang lalu ketika ia mengatakan “Bahkan putih itu adalah warna. Transparanpun juga warna”. Ketika kita menggunakan cara berpikir kita, bisa saja kita bilang “Transparan itu kan tidak kelihatan?!”. Sebenarnya saya ingin menantangnya dengan kalimat ini. Karena untuk tujuan menguji pendapatnya, bisa saja kita menantangnya dengan pernyataan seperti ini. Yang penting tidak bertujuan untuk mematahkan pendapatnya, hanya ditujukan agar hipotesisnya dapat teruji. Untuk tindakan yang tepat agar anak tetap mengembangkan pemikirannya, kita akan bahas pada artikel berikutnya.
Jika kita mematahkan pendapatnya karena kita menganggap tidak lumrah, maka anak suatu saat akan sulit menerima pengetahuan atau ilmu yang ternyata didasarkan pada imajinasinya yang dulu pernah kita patahkan. Kembali ke contoh pendapatnya Bintang. Jika kita coba untuk berpikir dari sudut pandang Bintang, dan membuatnya dapat berargumentasi dengan logikanya, maka suatu saat ia akan lebih mudah memahami bahwa ciri dari zat adalah memiliki massa dan menempati ruang. Sebaliknya, jika kita menindas pemikiran atau imajinasi anak, maka dampaknya adalah:
1. Anak takut berpendapat
Jika pendapat yang berdasarkan pemikiran anak sering kita patahkan, maka ia akan takut berpendapat. Sebenarnya bisa saja ia tetap ekspresif dengan mencari teman untuk mengungkapkan pendapatnya. Tapi jika kita bandingkan lagi intensitas relasi orangtua dan teman, maka lebih sering anak bersama orangtua. Maka anak merasa jalur untuk mengemukakan gagasan menjadi sempit. Jika ini dibiasakan, maka ia akan lebih memilih untuk tidak berpendapat. Jika dia terbiasa memunahkan gagasannya sendiri, ia juga akan lebih nyaman atau memilih tidak berpendapat.
2. Anak tidak mengembangkan imajinasinya
Ketika pemikiran anak yang berdasar pada imajinasinya kita cegah, maka anak akan mengikis imajinasinya sedikit demi sedikit. Pernyataan yang mematahkan dari orangtua akan membuatnya menguatkan sisi normatif, yaitu berpegang pada benar salah, boleh dan tidak boleh. Ketika pematahan imajinasi dilakukan secara intens, maka ketidakbolehan berimajinasi juga menjadi intens.
3. Anak kesulitan menerima pengetahuan
Jika pendapat anak yang berdasarkan pada pemikiran atau imajinasinya sering dipatahkan, maka suatu saat ketika ia menerima pengetahuan yang berkaitan dengan pendapat tersebut, maka saat itu juga pikirannya akan menolak. Penolakan ini terjadi otomatis, karena anak tidak akan merasa menolaknya. Anak hanya merasa asing atau tidak terbiasa dengan pengetahuan tersebut, karena dasar yang menjadi memudahkan penerimaannya sudah dihilangkan oleh orangtuanya. Seperti contoh tentang sifat zat yang sebenarnya sudah dikemukakan oleh Bintang sebelum ia sama sekali belajar IPA atau Fisika sama sekali.
Demikian, sedikit tulisan yang dapat kita bagi. Semoga kita menjadi orangtua yang lebih banyak memberikan kesempatan bagi anak untuk berpendapat. Ayah, Bunda, Kakak, punya pengalaman seperti ini?
Artikel tentang Parenting, Pendidikan, Psikologi Populer Lainnya:
- Bagaimana Mengelola Keinginan Anak untuk Berbelanja?
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Tantangan dalam Membudayakan Membaca Pada Anak
- Bagaimana Sikap yang Tepat terhadap Cara Bermain Anak?
- Makna Belajar, Mana yang Lebih Utama, Kualitas atau Jumlah?
- Melarang Anak dengan Pilihan Kata yang Tepat
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Apa Dampak Ketidakkompakan Orangtua Bagi Anak?
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Pro Kontra Penghapusan Status RSBI
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- Mengapa Kata JANGAN Boleh Digunakan?
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- Bagaimana Orangtua yang Bekerja Menjaga Perkembangan Emosi Anak Tetap Sehat?
- Cara Mengendalikan Kemarahan Kita kepada Anak
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Bagaimana Terjadinya Penularan Sifat Orangtua kepada Anak?
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Pelajaran Berharga dari Film Soekarno
- Bagaimana Menyikapi Penggunaan Gadget oleh Anak?
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Apa Kesalahan dalam Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Bagaimana Menemukan dan Mengenali Potensi Anak?
- Porsi Kasih Sayang untuk Proses Adaptasi Anak
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Jenis Kelekatan yang Terjadi pada Anak
- Pay It Forward: Dengan Inspirasi, Guru Membuat Perubahan
- Bahasa Positif Menciptakan Perubahan Positif pada Perilaku Anak
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Menjatuhkan Mental Anak, Sering Tidak Disadari
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Bagaimana Mencegah Terjadinya Temper Tantrum pada Anak?
- Bolehkah Guru TK Mengajari Membaca?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- PENDIDIKAN Kita Melestarikan Budaya Verifikasi Benar dan Salah?
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Bagaimana Menjadi Orangtua yang Mengelola Larangan dan Perintah?
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Pengembangan Diri yang Paling Murni
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Konsultasi Parenting: Orangtua Bosan, Hati-Hati Anak Jadi Korban
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Mengajari Anak Menghadapi Kondisi Sulit yang Menimpanya
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- 6 Alasan Menghindari Intimidasi kepada Anak
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Harga Sebuah Kesempatan bagi Anak
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Kenapa Anak Kita Mogok Sekolah?
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Kenapa Orangtua Kesulitan Melakukan Pendidikan Seks Usia Dini?
- Syarat untuk Dapat Membaca Pola Perilaku Anak dalam Pengasuhan
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Mengelola Emosi dalam Pengasuhan: Pencocokan Prediksi
- Mengungkit Kelemahan, Menghilangkan Kekuatan
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Pujian yang Salah dapat Menjerumuskan Anak
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- 5 Langkah Mengetahui, Apakah Anak Kita Mengalami Bullying
- Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Anak Nonton Film?
- Cara Tepat Memberi Bantuan untuk Anak
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Pembubaran RSBI Wujud Kemerdekaan Pendidikan
- Pendidikan Indonesia di Nomor S(ep)atu
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Dampak Reaksi Kekhawatiran yang Berlebihan terhadap Anak
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?